Gerindra Setuju Ratifikasi ASEAN Framework Agrement on Services

Senin, 05/10/2020 10:53 WIB
Ratifikasi Protokol Ke-7 ASEAN Framework Agrement on Services (Ist)

Ratifikasi Protokol Ke-7 ASEAN Framework Agrement on Services (Ist)

Jakarta, law-justice.co - Fraksi Partai Gerindra DPR RI setuju dengan penjelasan Pemerintah mengenai RUU Ratifikasi Protokol Ke-7 ASEAN Framework Agrement on Services (AFAS) dan target-target yang hendak dicapai serta rencana kerja ke depan dalam rangka implementasi Paket Protokol Ke-7 dan demi perlindungan kepentingan nasional.

Demikian pandangan Fraksi Partai Gerindra DPR RI dalam Pengantar Musyawarah di Bamus, pada Pembicaraan Tingkat I Komisi XI DPR RI yang ditandatangani oleh Ketua Fraksi, Ahmad Muzani dan Sekretaris Fraksi, Desmond J Mahesa di Jakarta, Senin (5/10).

Sejak terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015, maka ASEAN terus dikembangkan menjadi pasar tunggal dimana barang dan jasa dapat masuk dengan bebas. Paket-paket liberalisasi terus ditambah, termasuk dengan Paket Komitmen ke-7 di Bidang Jasa Keuangan yang hari ini dibahas dalam Pembicaraan Tingkat I di Komisi XI DPR RI.

Sejatinya MEA tidak melulu berbicara liberalisasi. Salah satu pilar utama MEA yang kurang digesa adalah menjadikan ASEAN sebagai kawasan pembangunan ekonomi yang inklusif dan merata melalui agenda yang fokus pada usaha kecil dan menengah.

Pemerintah Indonesia melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 menargetkan sumbangan sektor jasa terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) naik, dari 5,7% (data tahun 2015-2018) menjadi 9,8% pada tahun 2024. Sebuah target yang tidak mudah mengingat rasio ekspor Indonesia terus menurun, dari 41% pada tahun 2000 menjadi 21% pada tahun 2018. 

Kini, di tengah pandemi COVID-19 yang memukul perekonomian nasional, tantangan bertambah lebih berat lagi. Belum lama ini saja kita membaca berita, lebih Rp 125 triliun dana asing keluar dari Indonesia, ujar pimpinan Fraksi Gerindra di DPR RI.

Paket Komitmen ke-7 di Bidang Jasa Keuangan ASEAN dibangun atas semangat untuk menarik modal asing masuk ke industri jasa keuangan di Indonesia. Namun, pada saat yang sama, Paket Komitmen ke-7 diharapkan menjadi peluang bagi para penyedia jasa keuangan Indonesia untuk dapat melakukan ekspansi usaha ke negara-negara tetangga di kawasan ASEAN. 

Protokol ke-7 Jasa Keuangan AFAS sudah ditandatangani oleh Menteri Keuangan pada 23 Juni 2016. Terkait produk hukum yang akan digunakan sebagai instrumen ratifikasi, UU Perdagangan pasal 84 ayat (3) mengatur ketentuan apabila perjanjian perdagangan internasional menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang, maka pengesahannya dilakukan dengan undang-undang. 

Sedangkan ketentuan lainnya, apabila perjanjian perdagangan internasional tidak menimbulkan dampak sebagaimana ketentuan pertama, maka pengesahannya dilakukan dengan Peraturan Presiden. Beberapa penjelasan terkait muatan Protokol ke-7 Jasa Keuangan AFAS, yaitu:

Pertama, komitmen yang disampaikan Indonesia pada Protokol ke-7 tidak menambah perluasan akses pasar. Indonesia hanya memperjelas komitmen non-life insurance menjadi konvensional dan takaful/syariah.

Komitmen yang disampaikan  oleh  Indonesia dalam Protokol ini meliputi seluruh komitmen Indonesia dalam Protokol Keenam beserta tambahan penjelasan mengenai conventional and takaful insurance pada jasa non-life insurance yang sebelumnya telah dikomitmenkan pada WTO.

Kedua, pengesahan Protokol ke-7 tidak mewajibkan Indonesia untuk mengubah peraturan yang ada. Melalui komitmen Protokol ke-7, Indonesia menegaskan pemberian izin bagi investor ASEAN untuk membuka jasa asuransi umum baik konvensional maupun syariah dengan batas kepemilikan asing sesuai peraturan yang berlaku. 

Tujuan dari Protocol to Implement the Seventh Package of Commitment on Financial Services under the ASEAN Framework Agreement on Services ini adalah untuk membuka kesempatan bagi penyedia jasa keuangan domestik untuk memperluas pasar di kawasan ASEAN serta menciptakan kompetisi yang sehat di pasar jasa keuangan dalam negeri sehingga tercipta efisiensi dan daya saing di bidang perdagangan barang dan jasa.

Komitmen tersebut tidak berdampak luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait langsung dengan beban keuangan negara. Di dalam negeri, kehadiran pelaku usaha jasa asing akan meningkatkan persaingan usaha yang kompetitif di bidang jasa keuangan, dan pada gilirannya akan mendorong terwujudnya efisiensi dan peningkatan daya saing dari penyedia jasa keuangan nasional. 

Pelaku usaha jasa keuangan nasional dipacu untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produk jasa keuangan secara kompetitif, yang dapat bermanfaat bagi konsumen akhir maupun pelaku usaha nasional, Namun, di sisi lain, sebagai akibatnya, pelaku usaha jasa keuangan nasional yang tidak efisien, dan kekurangan modal serta jejaring, dipastikan akan kalah dan tergilas dalam persaingan usaha yang kompetitif tersebut. Hal ini jelas bisa sangat berbahaya bagi industri jasa keuangan nasional. 

Menurut Fraksi Gerindra di DPR RI, Pemerintah juga mempunyai tugas berat lainnya, yaitu, menjadikan sektor keuangan dan perbankan melalui peran intermediary sebagai akselerator bagi sektor riil dalam perekonomian nasional. Apalagi di tengah keberadaan sektor keuangan dan perbankan yang sampai hari ini masih belum bisa menjawab kebutuhan investasi dan permodalan bagi tumbuh dan berkembangya sektor riil sebagai basis fundamental perekonomian nasional.

Hal penting yang juga harus diingat adalah, pembahasan dan pengesahan RUU AFAS ini nantinya akan memberikan dampak serius bagi sektor keuangan dan perbankan nasional. Khususnya terkait peran intermediary untuk memperkuat sektor riil dalam perekonomian nasional.

Karena itu, sejalan dengan salah satu pilar utama MEA yang berisi komitmen ASEAN untuk fokus pada usaha kecil dan menengah, maka masuknya industri jasa negara-negara ASEAN tidaklah boleh menganggu komitmen Pemerintah Indonesia untuk membangun usaha kecil dan menengah di sektor jasa keuangan. 

Fraksi Gerindra DPR RI berharap, Pemerintah Indonesia harus memberi ruang bernafas yang memadai kepada BPR dan BPR Syariah, juga koperasi, sehingga mereka tidak tergilas persaingan usaha yang meliberal itu. Masuknya dana asing juga harus dijaga sehingga tidak mencaplok usaha kecil dan menengah dalam negeri, yang merupakan pelaku usaha terbanyak dan pemberi lapangan kerja terbesar. 

Selain itu, Fraksi Partai Gerindra DPR RI juga hendak mengingatkan Pemerintah mengenai penguatan perbankan nasional melalui amandemen UU Perbankan dan beberapa UU sektor keuangan lainnya yang masih berlaku. Penguatan sektor keuangan dan perbankan ini bertujuan mengintegrasikan peran sektor keuangan dan sektor riil demi memperkuat perekonomian nasional. Termasuk memastikan bahwa regulasi lembaga keuangan juga berlaku dan mengikat bagi seluruh lembaga keuangan, baik nasional maupun asing.

Bagaimanapun juga dalam meratifikasi kesepakatan internasional, haruslah dipastikan agar sejalan dengan kepentingan nasional. Kemudian harus memberi manfaat bagi kemajuan dan penguatan ekonomi nasional, tegas pimpinan Fraksi Gerindra DPR RI.

(Asep Saputra\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar