Dr. Roy T Pakpahan SH, Dosen Ilmu Hukum di Beberapa Universitas

Tugas Jaksa Menyidik di Revisi UU Kejaksaan, Cermin Asas Dominus Litis

Sabtu, 03/10/2020 14:11 WIB
Dr. Roy Pakpahan SH, Dosen Ilmu Hukum di Beberapa Universitas (Ist)

Dr. Roy Pakpahan SH, Dosen Ilmu Hukum di Beberapa Universitas (Ist)

Jakarta, law-justice.co - Tugas utama Jaksa memang fokus memperkuat fungsi penuntutan dan eksekusi. Tetapi bisa saja Jaksa juga melakukan tugas tambahan penyidikan seperti tertulis dalam revisi UU Nomor 16/2004 tentang Kejaksaan.

Hal itu dikatakan pengamat hukum dan juga Dosen Ilmu Hukum di beberapa Universitas, Dr. Roy T Pakpahan kepada Law-Justice.co di Jakarta, Sabtu (3/10). Tugas utama penuntutan dan eksekusi itu sangat membutuhkan keahlian, kapasitas dan kompetensi yang profesional.

Sumber daya manusia Kejaksaan selama ini tentu harus menguasai tugas penuntutan dan eksekusi dengan baik, walau memang masih ada saja oknum Jaksa yang bermasalah, sehingga citra reputasi Kejaksaan tergerus. Misalnya seperti kasus terdakwa Pinangki, lanjut Roy.

Menurut pasal 1 Ayat (1) RUU Kejaksaan disebutkan bahwa jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU untuk bertindak dalam fungsi penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, pelaksana putusan pengadilan, pemberian jasa hukum, penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dan pengacara negara serta wewenang lain yang diberikan berdasarkan undang-undang.

Adanya wacana memberikan kewenangan terhadap jaksa untuk melakukan penyidikan harus dilihat dengan cermat dan faktor kompleksitasnya. Sebab, saat ini jaksa telah diberi wewenang untuk melakukan penyidikan terhadap suatu perkara tindak pidana tertentu seperti korupsi, tindak pidana pencucian uang, dan pelanggaran HAM berat.

Jaksa dalam sistem peradilan pidana adalah sebagai pengendali perkara atau biasa disebut sebagai asas "Dominus Litis". Sebab Jaksa pihak yang berwenang dan bertanggungjawab di dalam proses persidangan pidana. 

Misalnya saat Jaksa memeriksa berkas perkara yang disidik polisi dan ternyata tidak lengkap, tentu Jaksa ingin melakukan pemeriksaan tambahan. Daripada berkas bolak-balik terus dari jaksa ke polisi, kenapa tidak dibuat lebih efisien dengan jaksa langsung yang memeriksa atau menyidik, ujar Roy.

Roy mengingatkan, yang harus diperbaiki dalam materi UU Kejaksaan bukan hanhya soal Jaksa bisa menyidik tetapi juga tentang bagaimana meningkatkan kompetensi dan kapasitas jaksa dalam melakukan tuntutan dan eksekusi. Selain itu harus diingat dalam organisasi kejaksaan juga ada jabatan dan bidang tugas intelijen," ujarnya.

Sebagai contoh, dalam kasus korupsi jaksa Pinangki, dia justru membantu meloloskan Djoko Soegiarto Tjandra yang berstatus buronan. Harusnya Pinangki sebagai jaksa bertugas untuk segera melakukan eksekusi terhadap Djoko Tjandra.

Menurut aturan KUHAP, jaksa tidak punya wewenang penyelidikan dan penyidikan. Definisi jaksa adalah pejabat yang mempunyai kewenangan penuntutan dan pelaksanaan putusan pengadilan. Definisinya saja sudah jelas titik berat fungsinya ada pada penuntutan dan pelaksanaan putusan," tambah Roy.

Kalau memang ada tambahan kewenangan Jaksa dalam penyidikan, toh sudah sejak lama Jaksa bisa menyidik tindak pidana pelanggaran HAM berat dan Tipikor. Kalau kewenangan penyidikan itu diperluas maka perlu kajian mendalam dan naskah akademis yang obyektif, lanjut Roy.

Roy menambahkan tantangan dan prioritas tugas Jaksa selain penuntutan dan eksekusi adalah bagaimana reputasi dan citra Kejaksaan harus semakin baik dan tidak ada lagi Pinangki-pinangki baru. Saatnya lembaga Adhyaksa berbenah diri dan bertransformasi menjadi Jaksa yang profesional dan kompeten, sehingga bisa menyerap rasa keadilan masyarakat dan menegakkan hukum secara adil dan obyektif, tegas Roy mengakhiri pembicaraan.

(Farid Fathur\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar