IPW Desak Bareskrim Usut Mafia RS yang Covid-kan Pasien

Sabtu, 03/10/2020 14:32 WIB
Rumah Sakit (Ekathirini)

Rumah Sakit (Ekathirini)

Jakarta, law-justice.co - Indonesia Police Watch (IPW) menyarankan agar Bareskrim Polri segera bertindak kepada pihak-pihak tertentu yang mengambil manfaat dari pandemi Covid-19 ini. Para pengambil manfaat itu perlu ditindak, termasuk mereka yang bergerak dari rumah sakit.

Ketua Presidium IPW Neta S. Pane mengatakan adanya mafia rumah sakit yang mencoba memanfaatkan kondisi pandemi Covid-19 dengan mencari keuntungan.

"Segera bongkar mafia rumah sakit yang memanfaatkan pandemi Covid-19 untuk meraih keuntungan dengan cara meng-Covid-kan orang sakit yang sesungguhnya tidak terkena Covid-19," ujar Neta dalam keterangan tertulis, Sabtu (3/10/2020).

Menurut Neta, Bareskrim Polri belum bergerak untuk mengusut dan memburu mafia rumah sakit tersebut. Padahal, kata dia, tudingan meng-Covid-kan orang sudah marak dan ramai bermunculan di berbagai media sosial.

Neta juga menyinggung ucapan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko terkait isu rumah sakit rujukan meng-Covid-kan pasien yang meninggal untuk mendapatkan anggaran dari pemerintah.

Neta menyayangkan hingga kini Bareskrim Polri belum ada tanda-tanda akan bergerak. Berdasarkan data IPW, keuntungan yang diperoleh mafia rumah sakit dalam meng-Covid-kan orang jumlahnya tidak sedikit.

Neta menyebutkan biaya perawatan pasien infeksi virus Corona bisa mencapai Rp290 juta.

"Jika mafia rumah sakit meng-Covid-kan puluhan atau ratusan orang, bisa dihitung berapa banyak uang negara yang mereka `rampok` di tengah pandemi Covid-19 ini," katanya.

Dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-275/MK 02/2020 tanggal 6 April 2020 yang memuat aturan serta besaran biaya perawatan pasien Covid-19 disebutkan jika seorang pasien dirawat selama 14 hari, asumsinya pemerintah menanggung biaya sebesar Rp105 juta sebagai biaya paling rendah.

Untuk pasien komplikasi, pemerintah setidaknya harus menanggung biaya Rp231 juta per orang. Neta menilai angka yang tidak kecil ini membuat mafia rumah sakit bergerak untuk "merampok" anggaran tersebut.

Ia pun tak mengherankan apabila banyak kabar beredar mengenai masyarakat yang diminta menandatangani surat pernyataan bahwa anggota keluarganya terkena Covid-19 dan diberi sejumlah uang oleh pihak rumah sakit.

"Padahal, sesungguhnya keluarga terkena penyakit lain. Selain itu, ada orang diperkirakan Covid-19 lalu meninggal, padahal hasil tes belum keluar. Setelah hasilnya keluar, ternyata negatif," jelasnya.

Neta menambahkan kejahatan yang melibatkan oknum rumah sakit ini adalah sebuah korupsi baru terhadap anggaran negara. Apabila Bareskrim Polri tidak peduli terhadap kasus tersebut, Neta menyarankan agar kejaksaan dan KPK segera turun tangan.

Dengan begitu situasi pandemi ini tidak dimanfaatkan oleh para mafia rumah sakit yang ingin mencari keuntungan dari penderitaan masyarakat.

"Bareskrim Polri, Kejaksaan, dan KPK perlu bekerja cepat menangkap para mafia rumah sakit dan segera menyeretnya ke Pengadilan Tipikor," ujar Neta.

(Hendrik S\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar