Ekspor Batik Nasional Meningkat saat Pandemi Covid-19, Menperin: Unik

Jum'at, 02/10/2020 17:37 WIB
Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita (Foto: Kumparan)

Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita (Foto: Kumparan)

Jakarta, law-justice.co - Dampak pandemi Covid-19 tidak membuat bisnis tergerus terus-menerus menurun. Bahkan, terdapat fenomena unik di mana pasar ekspor batik justru meningkat dari gempuran wabah virus tersebut.

"Fenomena yang cukup unik, karena pasar ekspornya bisa meningkat di saat masa pandemi Covid-19. Pasar utama ekspor batik Indonesia antara lain ke Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa," ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, saat membuka Rangkaian Kegiatan Hari Batik Nasional yang dilaksanakan secara virtual, Jumat (2/10/2020).

Industri batik merupakan salah satu sektor yang mendapat prioritas pengembangan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) karena sumbangsihnya terhadap devisa melalui capaian ekspor periode Januari hingga Juli 2020 sebesar USD 21,54 juta atau meningkat dibanding pada semester I-2019 senilai Rp 17,99 juta.

"Batik Indonesia dianggap memiliki berbagai keunggulan komparatif dan kompetitif di pasar domestik dan internasional serta berhasil menjadi market leader di pasar batik dunia. Tentunya menjadi peluang besar bagi industri batik Indonesia untuk terus memperluas akses pasarnya," jelas Agus.

Agus menuturkan, saat ini banyak tokoh dunia yang telah mengenakan batik di dalam forum internasional, dan banyak desainer fesyen kelas dunia yang juga mulai mengadopsi batik Indonesia dalam koleksi karya busana mereka.

"Perkembangan batik di Indonesia memuncak pada 2 Oktober 2009, ketika UNESCO menetapkan Batik Indonesia sebagai Masterpiece of The Oral and Intangible Heritage of Humanity, yaitu pengakuan internasional bahwa batik Indonesia adalah bagian kekayaan peradaban manusia," katanya.

Agsu menambahkan, pihaknya bertekad melestarikan dan mendorong pengembangan industri batik nasional agar lebih berdaya saing global. Saat ini, industri batik mencapai 47.000 unit usaha dan tersebar di 101 sentra dengan telah menyerap tenaga kerja lebih dari 200 ribu orang.

"Bahkan, di era revolusi industri 4.0, kita semua harus mampu melahirkan teknologi canggih yang dapat membuat industri batik di dalam negeri semakin berdaya saing. Sebab, industri batik merupakan bagian dari subsektor industri tekstil dan busana, yang menjadi salah satu andalan dalam implementasi peta jalan making Indonesia 4.0," ungkapnya.

Di samping itu, dengan semakin gencarnya isu lingkungan, Kemenperin juga aktif mengajak kepada para pengrajin batik agar mulai menggunakan bahan baku yang lebih ramah lingkungan. Misalnya, pemakaian malam batik daur ulang dan terbarukan serta pemakaian zat warna alami.

"Proses produksi di industri batik diharapkan semakin efektif dan efisien, sehingga daya saingnya akan meningkat, yang pada akhirnya industri ini akan dapat tetap berjaya di negeri sendiri, tak lekang oleh perubahan zaman. Semuanya itu tentunya membutuhkan kreasi tiada henti dari setiap anak bangsa. Artinya, industri ini akan terus bersemi guna batik tetap lestari," jelasnya.

Melalui penyelenggaraan peringatan Hari Batik Nasional, Kemenperin senantiasa mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk dapat turut berperan aktif serta berkolaborasi dalam memajukan Batik Indonesia.

(Hendrik S\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar