Ribut di TMP Kalibata Buat 2 Jenderal Ini Ragukan Kesaptamargaan Gatot

Jum'at, 02/10/2020 10:44 WIB
Moeldoko dan Agum Gumelar ragukan kesaptamargaan Gatot Nurmantyo. (Foto: Antara)

Moeldoko dan Agum Gumelar ragukan kesaptamargaan Gatot Nurmantyo. (Foto: Antara)

Jakarta, law-justice.co - Mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo terlibat dalam keributan saat hendak menabur bunga di TMP Kalibata pada Rabu (30/9/2020) sore. Pada saat itu, dia sempat membentak dan membicarakan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit kepada Komandan Kodim 0504/JS Kolonel Inf Ucu Yustiana.

Gatot menuding Kolonel Ucu menghalangi dirinya dan rombongan untuk menabur bunga. Padahal, kolonel Ucu yang bertugas sebagai Satgas Covid-19 hanya menjalankan tugas. Gatot dan rombngan juga disebut ingin melakukan deklarasi mendukung Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).

Terkait tindakan Gatot itu, Jenderal (purn) Moeldoko dan Agum Gumelar pun meragukan kesaptamargaan Gatot. Mereka menyayangkan sikap Jenderal Gatot dan sejumlah purnawirawan TNI lainnya yang terlihat sangat memaksa untuk masuk dan melakukan deklarasi di halaman TMP Kalibata itu.

Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Purnawirawan Warakawuri TNI-Polri (PEPABRI) menyatakan, tidak seharusnya seorang mantan seorang Panglima TNI dan sejumlah purnawirawan TNI lainnya bersikap memaksa seperti itu.

Menurut Agum, seorang purnawirawan meskipun dia sudah purna dari tugasnya tapi dia belum purna dengan pengabdiannya. Dalam pengabdiannya sebagai seorang purnawirawan, lanjut Agum, seorang purnawirawan harus berpedoman dengan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit TNI.

"Mengenai insiden di TMP Pahlawan Kalibata kemarin, saya sangat prihatin ya. Itu sama sekali tidak mencerminkan seorang purnawirawan. Saya pikir kalau kita ingin melakukan tindakan di lapangan, yang pertama harus tertib. Tertib itu artinya apa, harus ada ijin yang lengkap, harus mengikuti peraturan yang berlaku, dan harus menghormati para petugas di lapangan TNI dan Polri. Mereka itu bertugas untuk menertibkan, mengamankan, jangan konfrontatif sama mereka, itu tidak bijak," kata Agum Gumelar, Jumat (2/10/2020).

Mantan Danjen Kopassus ke-13 itu juga mempertanyakan hadirnya para purnawirawan yang mengenakan Baret Merah simbol pasukan Kopassus di Kalibata. Menurut Agum, ketika dirinya menjabat sebagai Danjen Kopassus, dia selalu menekankan agar seluruh prajurit komando dapat menjadi kebanggaan seluruh rakyat Indonesia, mencintai dan dicintai seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, bukan menjadi kebanggaan salah satu kelompok tertentu.

"Jadi cara-cara seperti kemarin itu, mohon maaf yaa, sebagai prajurit Baret Merah, saya sebagai mantan Danjen saya ingin koreksi, tidak seperti itu. Jangan terlalu murah meneriakkan Komando di tempat-tempat yang tidak tepat. Apa yang terjadi kemarin terus terang saya sebagai mantan Danjen Kopassus merasa agak kurang nyaman dengan apa yang dilakukan rekan-rekan purnawirawan Korps Baret Merah ini," tegasnya.

"Untuk rekan-rekan purnawirawan ada Pak Gatot, di situ ada Pak Din, atau siapapun, saya sampaikan ketika saudara-saudara melakukan gerakan moral itu bagus dalam rangka mengawal bangsa ini kedepan, tetapi harus betul-betul gerakan moral, jangan menjadi suatu gerakan politik. Gerakan moral itu tentunya harus diikuti dengan moral yang tinggi," tambahnya.

Sementara, Jenderal Moeldoko mengatakan, setiap prajurit maupun purnawirawan TNI harus terikat dengan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit. Seharusnya pedoman itu menjadi pegangan kuat bagi seorang prajurit TNI hingga akhir hayatnya.

"Tapi begitu seseorang pensiun, maka otoritas atas pilihan-pilihan itu melekat pada masing-masing orang. Kalau kepentingan tertentu itu sudah mewarnai kehidupan yang bersangkutan, maka saya jadi tidak yakin kadar Saptamarga-nya masih melekat seratus persen karena dipengaruhi kepentingan-kepentingan," katanya.

Lagi-lagi, Jenderal lulusan terbaik Akmil tahun 1982 itu sangat menyesalkan apa yang terjadi di TMP Kalibata pada hari Rabu kemarin. Menurutnya, sebagai seorang mantan Panglima TNI dan purnawirawan TNI dapat memberikan contoh yang baik kepada masyarakat luas tentang apa yang harus dipegang teguh dari Sapta Marga dan Sumpah Prajurit TNI selama ini.

"Kami, sesama purnawirawan, selalu mengingatkan. Imbauan bahwa mantan prajurit ya harus selalu ingat dan tidak bisa lepas begitu saja. Tapi sekali lagi, kalau itu berkaitan dengan kepentingan, tidak ada otoritas kita untuk bisa melarang. Masing masing sudah punya otoritas atas dirinya," tutupnya.

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar