Konsep Subholding Ala Erick Thohir Berpotensi Langgar UUD 1945

Rabu, 30/09/2020 06:46 WIB
Presiden Jokowi dan Menteri BUMN Erick Thohir (woekeren)

Presiden Jokowi dan Menteri BUMN Erick Thohir (woekeren)

Jakarta, law-justice.co - Direktur Center For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi menyatakan konsep subholding BUMN yang dilakukan oleh Erick Thohir sejak menjabat sebagai Menteri BUMN dinilai berpotensi melanggar UUD 1945.

Pasalnya menurut dia, konsep Erick Thohir tersebut ternyata hanya membuat klaster-klaster dalam melakukan pengelolaan dan pengawasan BUMN.

"Salah satu sasaran empuk subholding Erick Thohir adalah perusahaan Pertamina. Ini artinya, di Pertamina akan terjadi pemisahan antara induk dengan anak perusahaan, atau dalam bahasa Erick Thohir namanya dilakukan klaster-klaster agar fokus ke bisnis inti masing-masing," ujar Uchok seperti melansir rmol.id, Selasa 29 September 2020.

"Dengan dipisahkan, maka aset itu dapat dikuasai atau dikontrol oleh pihak swasta yang menjadi pemegang saham di anak perusahaan Pertamina tersebut. Dan masuknya pihak swasta ke anak perusahaan Pertamina, tentu melalui rencana privatisasi anak perusahaan subholding melalui IPO (Initial Public Offering)," tambahnya.

Sehingga, jika subholding tetap dilakukan, menurut Uchok, akan mengancam kedaulatan energi nasional dan berpotensi melanggar Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945.

Pasalnya, aset PT Pertamina akan dikuasai pihak swasta dan bukan lagi dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat Indonesia.

"Selain itu, CBA (Center For Budget Analysis) bisa memperkirakan bahwa dalam pembentukan subholding di Pertamina ini maka ada konsekuensi yang harus diterima oleh Pertamina sebagai holding yaitu kewajiban pembayaran pajak kepada Negara Republik Indonesia," terang Uchok.

Jenis-jenis pajak yang harus dibayar oleh Pertamina, di antaranya biaya pajak pertambahan 10 persen nilai pasar aset, biaya pajak penghasilan (PPh) nonbangunan sebesar 25 persen selisih harga pasar dan net book value, biaya pajak penghasilan (PPh) bangunan yaitu 2,5 persen PPh dan 5 persen BPHTB.

Selanjutnya, biaya pajak penghasilan (PPh) atas SPA saham yaitu 25 persen PPh Capital Gain Saham, dan biaya pajak atas novasi kontrak-kontrak dengan pihak ketiga.

"Dengan perhitungan sederhana yang mudah dilakukan maka perkiraan total biaya pajak-pajak yang harus disetorkan Pertamina ke Negara Republik Indonesia sebesar 10 miliar dolar AS atau senilai Rp 150 triliun!" tegasnya.

"Pak Ahok dan Pak Erick Thohir yang terhormat, Bapak-bapak sadar enggak sih, ngapain Pertamina keluarkan duit sampai Rp 150 triliun hanya untuk bayar pajak pembentukan subholding, sementara pembentukan subholding itu sendiri sama sekali tidak memberikan nilai tambah buat Pertamina, malah berpotensi membangkrutkan Pertamina," sambungnya.

Karena itu, CBA meminta kepada Presiden Joko Widodo segera menegur Erick Thohir dan menghentikan program subholding BUMN.

"Untuk itu, kami dari CBA meminta kepada Presiden Jokowi untuk segera menegur Menteri BUMN, Erick Thohir untuk segera stop subholding ala Erick Thohir. Kalau tidak mau menghentikan kebijakan subholding, kami minta segera melakukan reshuffle Menteri BUMN Erick Thohir," pungkas Uchok.

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar