Luhut Yakin Pilkada Tak Jadi Klaster Baru Corona, Epidemiolog UI Tidak

Minggu, 27/09/2020 06:06 WIB
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (LBP). (Pinterpolitik)

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (LBP). (Pinterpolitik)

Jakarta, law-justice.co - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut, Binsar Pandjaitan mengaku optimis Pilkada Serentak 2020 tidak akan menjadi klaster penularan Covid-19.

Pasalnya menurut Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional itu, Komisi Pemilihan Umum serta Badan Pengawas Pemilu akan membuat aturan yang lebih tegas untuk mencegah timbulnya kerumunan.

Luhut menyebutkan, sejumlah ketentuan akan diubah dalam aturan Pilkada Serentak 2020, misalnya, pada masa kampanye nanti.

Hal itu disampaikan Luhut dalam acara Mata Najwa, Rabu (23/9/2020).

Tidak ada jaminan

Menanggapi pernyataan Luhut, ahli epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menilai, tidak ada yang bisa menjamin penyelenggaraan pilkada tidak akan memicu penularan Covid-19.

"Tidak ada jaminan soal keyakinan Pak Luhut itu. Sekali lagi, enggak ada jaminan walau sudah dibuat aturan seaman mungkin, saya kira partai-partai tidak akan mengikuti atau menerapkan aturan itu," ujar Pandu seperti melansir kompas.com, Jumat 25 September 2020.

"Memangnya mau diikuti aturannya? Dibaca juga enggak. Memang ketua partai mau mengikuti aturan? Enggak juga. Ini semua kan demi kekuasaan saja," lanjut Pandu.

Sejak awal, ia berpandangan agar pelaksanaan pilkada ditunda sementara waktu. Namun, pemerintah menyatakan tidak ada penundaan pilkada yang akan diselenggarakan pada 9 Desember 2020.

"Saya sedari awal kan sudah menentang, minta pilkada ini ditunda dulu. Saya enggak percaya sama dia. Superman saja enggak bisa menjamin, apalagi Pak Luhut," kata Pandu.

Belum bisa mengendalikan pandemi

Pandu mengingatkan, kondisi Indonesia saat ini belum berhasil mengendalikan pandemi virus corona.
Kondisi di Indonesia tak bisa dibandingkan dengan negara lain yang dianggap sukses menyelenggarakan pesta demokrasi di masa pandemi.

Negara-negara itu, seperti Singapura, sudah berhasil mengendalikan penyebaran virus corona.

Menurut dia, muncul narasi bahwa tidak ada yang tahu kapan pandemi ini kapan berakhir,. Hal ini pula yang dijadikan argumentasi kuat bahwa pilkada harus tetap berjalan.

"Tapi Jubir Presiden mengatakan, tidak ada yang tahu kapan pandemi ini berakhir, ya betul. Pandemi ini berakhirnya lama. Mungkin 3-5 tahun, Tapi bukan itu masalahnya. Masalahnya itu, pandeminya belum terkendali," jelas Pandu.

Ia mengatakan, pemerintah juga harus memperhatikan keamanan dan keselamatan rakyat, yang sama pentingnya dengan hak konstitusi.

Ada beberapa hal yang harus jadi perhatian jika pilkada tetap dilaksanakan di tengah pandemi.

Pertama, tingkat partisipasi akan rendah karena masyarakat takut untuk keluar.

Kedua, kemungkinan terburuk akan ada calon kepala daerah yang terinfeksi Covid-19.

"Sekarang saja kan ada beberapa yang tidak bisa ikut prosesi pengundian nomor urut karena positif Covid-19 dan harus diisolasi sehingga tidak optimal kan," kata Pandu.

Tak hanya para pasangan calon, panitia pemungutan suara baik dari KPU, Bawaslu dan pihak-pihak terkait lainnya dimungkinkan ikut terpapar Covid-19 karena mereka yang bertugas di lapangan.

Dari sederet kekhawatiran di atas, menurut dia, dapat membuat kualitas pilkada menjadi tidak sesuai harapan dan tidak optimal.

"Jadi kualitas pilkadanya tidak sesuai dengan harapan kita bersama karena situasinya dimana pandeminya belum terkendali. Saya ucapkan lagi, pandeminya belum terkendali," kata andu.

Jika pandemi sudah terkendali, pemerintah harus mencabut kedaruratan kesehatan.

Selama darurat kesehatan belum dicabut, Pandu menyarankan lebih baik pilkada ditunda.

"Kalau benar (pilkada) akan dilakukan, potensi penularan akan meningkat," kata Pandu.

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar