Dokter Tirta: Rakyat Tidak Patuh Protokol Kesehatan Karena Muak!

Kamis, 24/09/2020 07:47 WIB
dr. Tirta (Dok.dr. Tirta/Instagram)

dr. Tirta (Dok.dr. Tirta/Instagram)

Jakarta, law-justice.co - Seorang dokter yang juga merupakan pengusaha, Tirta Mandira Hudhi yang akrab disapa dr Tirta terus menyuarakan dengan lantang fakta di lapangan yang ditemuinya selama tujuh bulan melihat langsung kondisi warga di tengah pandemi Covid-19.

Tirta tak terima jika rakyat yang tak disiplin jalankan protokol kesehatan, terus menerus disalahkan sehingga pandemi tak kunjung usai.

Dia menegaskan ada penyebab yang mengakibatkan warga tidak patuh pada protokol kesehatan.

“Dan sampai detik ini, semua masih menyalahkan “rakyat enggak patuh”. Saya kasi tahu. Rakyat enggak patuh di lapangan itu, karena muak. Karena capek. Saya enggak asal, wong sekali lagi tujuh bulan d lapangan itu bukan waktu yang sebentar 🙂 setiap ketemu warga, saya catat, saya foto,” tegasnya, Rabu (23/9/2020).

Dia juga mengkritisi pemerintah yang memilih mengundang beberapa influencer untuk memberitakan berita yang membuat ayem rakyat.

“Saya tanya, influencer-influencer itu memang pernah ke lapangan? Pernah di-PHK? Pernah rapid? Pernah swab? Jika negara menggunakan influencer terus menerus untuk “branding” sekalian aja buat “kementerian branding” biar totalitas. Atau “ikementrian influencer”,” sentilnya.

Pada postingan lainnya, Tirta kembali menegaskan beberapa poin, dimana dirinya meminta penahanan Jerinx ditangguhkan.

“Karena dia sudah minta maaf, Jerink bisa berguna dan membantu untuk bagi-bagi makanan dan membuat rakyat Bali semangat,” lanjutnya.

Dia juga meminta negara menghentikan penggunaan KOL dan influencer.

“Angkat kisah nakes, pegawai yang di-PHK, kisah pejuang di lapangan untuk diangkat. KOL hanya kerja kalau ada bayaran/barter sesuatu. Stop narasi ketakutan, kasih kami solusi untuk makan,” timpalnya.

Hal yang tak kalah penting pemerintah pusat dan daerah harus sinkron.

“Jika kalian berharap rakyat di lapangan patuh, ya benahi dulu sistem di kebijakan kalian biar satu suara. Jangan debat sendiri. Pejabat jangan asal buat statement. Keadilan. Razia masker di jalanan. Padahal di kantor, stasiun TV juga banyak yang enggak pakai masker. Jangan rakyat jelata aja yang ditegur,” tegasnya.

Tirta sendiri mengakui sering khilaf tidak pakai masker dan jaga jarak.

“Karena ini kan pekara kebiasaan. Jadi cukup dingatkan, enggak perlu sanksi. Dan buat kalian semua, jaga jarak di pasar dan busway dan KRL itu mustahil bro,” tandasnya.

Dijelaskannya rakyat saat ini dipaksa kebiasaan baru dan itu tidak gampang.

“Akhirnya kebijakan ditekan dan ketakutan. Rakyat bukan pakai masker karena sadar itu manfaat, tapi takut ditilang. Faktanya pejabat dan tokoh publik di negara kita, banyak kok yang pakai masker di kamera. Saya saksi hidupnya. Saya manusia kaya kalian. Copot masker habis makan main hape baru pakai lagi. Jaga jarak sering gagal, tapi saya dingatkan enggak didenda, harusnya dibalik. Yang pakai masker kasih penghargaan dong,” bebernya.

Tirta menyebut selama edukasi langsung ke rakyat rata-rata dibantah.

“Kenapa? Lha mereka aja buat makan aja dah bingung karena enggak ada pemasukan. Boro2 patuh 3M. Terus saya ttp edukasi, tapi terenyuh hati bro. Karena saya juga melaksanakan tugas edukasi, tapi semakin kemari, malah kawan saya yang mulai bangkrut satu-satu,” jelasnya.

“Iye iye saya patuh mas dokter, tapi sekarang pemasukan saya hancur, saya makan pakai apa? Enggak mati covid mati kelaparan, sama aja mati, yowis ngapain saya peduli?,” demikian ucapan kebanyak warga saat diedukasi Tirta.

Oleh karenanya, Tirta menilai tidak layak menyalahkan rakyat terus sebagai pihak yang enggak patuh.

“Rakyat balik nyalahin nakes. Padahal nakes posisi pelaksana, kesannya kita sesama saudara perang sendiri. Fase rakyat sudah masuk tahap denial dan defend. Pejabat kita juga hobinya berantem sendiri, kalo pejabat cari panggung boleh, lempar statement asal, kenapa rakyat enggak boleh?,” paparnya.

“Simple. Kita butuh orang bernyali. Saya sudah nothing to lose. Usaha rugi. Tenaga waktu pikiran tersira berbulan-bulan. Teman banyak di-PHK. Ada yang meninggal karena Covid. Semua masih bilang Indonesia baik-baik saja? Berpura-pura trus jalan-jalan wisata? Matane. Bersuaralah, meski duniawimu hancur. Hidup cuma sekali,” pungkasnya.

 

 
 
 
View this post on Instagram

Februari 2020. Sumber media dan waktu jelas. Bukti bahwa saya bukan sebar hoax. Untung ada media yg save haha • Statement kaya gini akan terasa kocak melihat kondisi september 2020, yg dimana covid menghancurkan struktur di Indonesia baik kesehatan dan ekonomi • Saya yakin, jika yg mengucapkan ini saya / @duniamanji atau @jrxsid saya yakin akan dihujat habis habis an 🤣 • Dan sampe detik ini, semua masih menyalahkan “rakyat ga patuh” • Saya kasi tau. Rakyat ga patuh di lapangan itu, karena muak. Karena capek. Saya ga asal, wong sekali lagi 7 bulan d lapangan itu bukan waktu yg sebentar :) setiap ketemu warga, saya catet, saya foto • Negara memilih mengundang influencer. Yup. Itu realita. Influencer untuk memberitakan berita yg membuat ayem rakyat. Saya tanya, influencer2 itu emng pernah ke lapangan? Pernah di phk? Pernah rapid? Pernah swab? • Jika negara menggunakan influencer trus menerus untuk “branding” sekalian aja buat “kementerian branding” biar totalitas. Atau “ikementrian influencer”

A post shared by Cipeng | TIRTA (@dr.tirta) on

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar