Prof. Dr. Maswadi Rauf, MA

Esensi Membangun Legacy, 10 P Untuk Marketing Politik

Selasa, 22/09/2020 12:20 WIB
Esensi Membangun Legacy, 10 P Untuk Marketing Politik. (Pewarta Indonesia).

Esensi Membangun Legacy, 10 P Untuk Marketing Politik. (Pewarta Indonesia).

Jakarta, law-justice.co - Buku yang ditulis oleh Denny JA ini adalah tentang pemasaran politik (political marketing), sebuah topik yang menarik perhatian tidak hanya para akademisi, tetapi juga para politisi.

Daya tarik pemasaran politik semakin tinggi dengan tumbuhnya demokrasi yang mengharuskan adanya pemilihan umum (pemilu). Pemilu membuka peluang bagi setiap warga negara untuk mendapatkan jabatan-jabatan politik melalui kontestasi dalam pemilu.

Kontestasi mengharuskan para politisi yang mencalonkan dalam pemilu untuk mendapat dukungan sebesarnya dari para pemilih agar dapat terpilih. Di sinilah letak pentingnya pemasaran politik, agar dapat dikenal, didukung, dan kemudian dipilih oleh para pemilih dalam pemilu setiap calon membutuhkan pemasaran politik.
 
Istilah pemasaran politik menjadi populer di Indonesia setelah jatuhnya Orde Baru karena pemilu yang diadakan mengharuskan para calon bersaing untuk mendapatkan suara para pemilih. Apalagi setelah pemilu kepala daerah (pilkada) dilakukan untuk memilih kepala daerah pada tahun 2005.

Segera terbentuk kebutuhan yang besar akan tenaga ahli di bidang pemasaran politik yang akan digunakan oleh calon untuk memenangkan pemilu. Lagi pula, sebagian besar-kalau tidak mau dikatakan hampir semua-calon yang ikut bersaing dalam pemilu tidak mempunyai pengalaman dan keahlian dalam pemasaran politik.
 
Istilah pemasaran politik sebenarnya bukan sebuah istilah baru karena istilah ini terkait dengan perkembangan demokrasi (dalam hal ini, tepatnya adalah pemilu). Oleh karena itu, istilah ini sudah lama dikenal di negara-negara yang sudah lama menggunakan demokrasi di mana pemilu sudah diadakan secara berkala dan berkesinambungan.

Dalam buku Membangun Legacy disinggung tentang asal-usul istilah ini. Sebenarnya pemasaran politik bisa dimasukkan ke dalam bidang komunikasi politik yang menjadi bagian dari dua disiplin ilmu sosial, ilmu komunikasi dan ilmu politik.

Ilmu komunikasi mempelajari komunikasi politik dari aspek komunikasi seperti isi pesan komunikasi, perencanaan komunikasi, jenis-jenis saluran komunikasi yang digunakan, dan efek dari komunikasi.

Ilmu politik mempelajarinya dari sudut pandang bagaimana komunikasi sebaiknya digunakan untuk memperoleh dukungan politik dalam pemilu dan pesan-pesan dan alat komunikasi apa yang digunakan untuk menarik simpati para pemilih.

Bidang komunikasi politik ini terletak di wilayah abu-abu yang mencakup ilmu komunikasi dan ilmu politik sehingga banyak tumpang tindih kedua disiplin ilmu dalam mempelajari komunikasi politik.
 
Dalam buku Membangun Legacy ini, Denny JA sudah membahas pengertian pemasaran politik. Kelihatannya Denny JA lebih suka menggunakan istilah marketing politik daripada pemasaran politik.

Keduanya sama saja, namun istilah marketing politik mengandung kata  bahasa Inggris. Padahal ada padanan untuk kata marketing dalam bahasa Indonesia, yaitu pemasaran.

Dalam buku itu dibahas beda antara pemasaran politik dan pemasaran dalam bidang bisnis/ekonomi (yang  juga bisa  disebut pemasaran komersial). Tentu saja ada persamaan dan perbedaan antara kedua istilah itu.

Hal ini digambarkan dengan bagus oleh Denny JA. Namun tidak dapat disangkal  bahwa  istilah  pemasaran  politik jelas diilhami oleh istilah pemasaran komersial yang sudah lebih dahulu dikembangkan dalam ilmu ekonomi dan ilmu administrasi bisnis.

Pemasaran komoditas dan pemasaran politik sama-sama ingin “menjual” dengan membuat sesuatu yang dijual itu menarik bagi warga masyarakat sehingga mereka membeli barang atau memilih orang tersebut.
 
Penggunaan istilah pemasaran politik memang dapat dibenarkan karena para politisi yang terlibat dalam pemilu bersaing untuk  mendapatkan dukungan dari para pemilih.

Untuk mendapatkan dukungan para pemilih, para calon harus bisa menawarkan program dan rencana kerja yang menarik para pemilih sehingga mereka memilih calon tersebut. Jadi ada usaha “menjual” program dan rencana kerja para calon yang menarik para pemilih sehingga mereka memilih calon tersebut.

Seperti pemasaran komersial, pemasaran politik memerlukan perencanaan yang matang baik dalam hal perencanaan pemasaran, isi pesan yang akan disampaikan, penggunaan saluran komunikasi yang tepat, dan pemahaman terhadap budaya lokal.

Oleh karena itu, pemasaran politik adalah sebuah keahlian yang dapat dipelajari. Mengingat pemilu diadakan secara berkala di Indonesia, para ahli pemasaran politik mempunyai peluang yang besar untuk memanfaatkan keahliannya tersebut.
 
Pengalaman Denny JA sebagai konsultan politik selama 17 tahun telah mengembangkan keahliannya dalam pemasaran politik. Menurut pengakuannya dalam bukunya itu, ia sudah menjadi konsultan pemasaran politik untuk empat kali pemilihan presiden (pilpres) yang semuanya dimenangkan oleh pasangan yang menggunakannya sebagai konsultan pemasaran politik.

Hal ini dapat menjadi bukti akan keterampilan Denny JA dan timnya yang tergabung dalam LSI (Lingkaran Survei Indonesia) dalam pemasaran politik.
 
Pengalaman tersebut ia tuangkan ke dalam buku Membangun Legacy. Salah satu sumbangan terpenting dari buku ini adalah “Model 10P untuk Marketing Politik” yaitu 10 faktor penting yang harus diperhatikan dalam pemasaran politik.

Ke-10  faktor  itu adalah Pro-Innovation, Public Opinion, Polling, Profiling (voters segmentation), Positioning, Product, Pull Marketing, Push Marketing, Post Election, dan Political Legacy. Ini adalah pengembangan dari strategi komunikasi yang sudah dikembangkan oleh para ahli sebelumnya yaitu strategi 4P yaitu Product, Place, Promotion, dan Price.
 
Sangat menarik untuk membaca dan memahami  apa saja 10 model yang harus ada dalam pemasaran politik. Tentu saja bukan di sini tempatnya untuk membahas hal tersebut satu per satu.

Salah satu yang menarik yang disampaikan oleh buku Denny JA ini adalah model nomor 10 yaitu Political Legacy.

Istilah ini juga dijadikan judul buku ini. Intinya adalah bahwa tujuan akhir dari pemilu adalah untuk menghasilkan pemimpin politik yang menghasilkan karya yang bermanfaat bagi rakyat dan citra yang baik bagi politisi bersangkutan.

Karya yang baik itu tentu saja adalah kemajuan bangsa dan kemakmuran rakyat yang akan selalu dikenang oleh rakyat banyak.

Ini tentu saja pemasaran politik yang sangat ampuh bagi politisi bersangkutan bila masih bisa menduduki jabatan tersebut pada masa jabatan berikutnya.
 
Buku ini tidak saja penting bagi para akademisi, tapi juga sangat penting bagi para politisi yang harus bersaing dengan calon-calon lain dalam pemilu dalam merebut dukungan para pemilih.

Buku ini memberi pelajaran dan pengetahuan tentang apa saja yang harus dilakukan agar pemasaran politik dapat berjalan dengan baik sehingga terpilih dalam pemilu.

Seperti yang ditulis sendiri oleh Denny JA dalam bukunya itu  “Ini buku marketing, teori dan praktik”. Memang pembaca dapat membaca sejumlah teori tentang pemasaran politik yang dihasilkan oleh sejumlah ilmuwan, di samping berbagai contoh dan kejadian dalam pemilu di Indonesia dan di negara-negara lain yang terkait dengan masalah pemasaran politik.
 
Dari sudut praktik marketing politik, buku ini menyajikan banyak sekali kasus dan contoh pemasaran politik di berbagai negara.

Pembaca bisa mengetahui bagaimana Winston Churchill, seorang Perdana Menteri Inggris selama Perang Dunia II yang membuat Inggris memenangkan perang tersebut, kalah secara menyakitkan dalam pemilu setelah perang melawan Clement Attlee.

Attlee dan timnya menggunakan salah satu dari 10 model yang diusulkan oleh Denny JA untuk memenangkan pemilu tersebut dengan mengalahkan Churchill.

Contoh yang lain adalah kasus kemenangan Richard Nixon tahun 1972 di Amerika Serikat. Para pembaca bisa memperoleh gambaran yang menarik tentang bagaimana Nixon memenangkan pilpres (pemilihan presiden), tapi kemudian mengundurkan diri dengan rasa malu pada tahun 1974 karena kasus Watergate.
 
Buku ini tentu saja akan memberikan sumbangan yang berarti bagi studi komunikasi politik, baik yang menjadi bagian ilmu komunikasi maupun ilmu politik karena para pembaca bisa mendalami dan memahami sejumlah teori terkait pemasaran politik dan kampanye.

Yang tidak kalah pentingnya adalah manfaat bagi para politisi yang akan bersaing dalam pemilu. Buku ini memberikan pedoman yang praktis dan jelas tentang bagaimana pemasaran politik harus dijalankan sehingga pemilu memberikan hasil yang baik.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar