Waduh, Utang Krisis 98 Masih Kita Bayar Sampai Sekarang

Sabtu, 19/09/2020 21:51 WIB
Ilustrasi (Portal Investasi)

Ilustrasi (Portal Investasi)

Jakarta, law-justice.co - Pajak yang disetorkan oleh penduduk Indonesia digunakan oleh negara untuk membiayai APBN dan pembayaran utang. Bahkan, pajak tersebut digunakan untuk pembayaran yang berasal dari krisis dua dekade silam.

Utang-utang yang diterbitkan pemerintah juga dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pendanaan APBN.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan, generasi saat ini memiliki tanggungjawab untuk membayarkan utang dari pendahulu saat krisis ekonomi 1998.

"Generasi sekarang ini, teman-teman semua yang masih bekerja masih punya tanggung jawab membayar utang yang dibuat oleh senior-senior kita saat krisis 1998. Ini belum selesai dan menjadi tanggung jawab sejarah," ujar Suahasil, dikutip dari detik.com, Sabtu (19/8/2020).

Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik Rachbini juga menyoroti nilai utang yang terjadi pada masa pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus membengkak. Bahkan mengalahkan nilai anggaran total saat pemerintah presiden sebelumnya.

"Ini utang yang ugal-ugalan. Utangnya menggunung, Covid-nya terus meningkat. Jadi jumlah penerbitan utang zaman presiden Jokowi tiga kali lipat. Utang tersebut 300% dari anggaran total SBY (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono), itu sama dengan 20 kali lipat anggaran Nadiem Makarim (Mendikbud)," kata dia.

Dia mengungkapkan nilai utang saat ini telah mencapai Rp 5.258,57 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengatakan Indonesia sebagai negara berkembang tidak bisa hanya terus mengandalkan dari utang.

Indonesia sebagai negara berkembang, penting untuk melihat seluruh sumber pendapatan negara yang ada, oleh karena itu sumber daya yang berasal dari aktivitas ekonomi di dalam negeri menjadi sangat penting.

"Kita tidak bisa hanya mengandalkan utang atau bahkan menghentikan dukungan dari lembaga multilateral dan internasional. Sumber daya dari mobilisasi domestik menjadi penting di dalam proses pembangunan," ujar Sri Mulyani dalam webinar Asian Development Bank (ADB), Kamis (17/9/2020).

Untuk diketahui, Berdasarkan data APBN Kita Agustus 2020, utang pemerintah pada posisi akhir Juli 2020 mencapai Rp 5.434,86 triliun atau mengalami peningkatan Rp 831,24 triliun (18%) hanya dalam 1 tahun.

Utang tersebut 84,57% adalah penerbitan surat berharga negara atau disingkat SBN sebesar Rp 4.596,26 triliun. Sementara ada pinjaman yakni dalam dan luar negeri Rp 838,6 triliun atau sekitar 15,43% dari total utang.

Terjadi kenaikan Debt to GDP Ratio atau rasio utang terhadap PDB dari 29,51% di Juli 2019 menjadi 33,63% di Juli 2020.

Secara nominal, posisi utang Pemerintah Pusat mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

(Hendrik S\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar