Bentjok Pertanyakan Dasar Perhitungan BPK soal Kerugian Negara

Selasa, 15/09/2020 21:42 WIB
Terdakwa kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya Benny Tjokrosaputro (netralnews)

Terdakwa kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya Benny Tjokrosaputro (netralnews)

Jakarta, law-justice.co - Saksi mahkota yang juga menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya, Benny Tjokrosaputro (Bentjok) mempertanyakan dasar perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang kerugian negara dalam pengelolaan investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) seperti yang tertuang dalam dakwaan.

Hal itu disampaikannya, karena dirinya sudah melakukan perhitungan atas data hasil audit BPK terkait kerugian negara dalam BUMN tersebut. Benny menghitung komposisi penempatan investasi Asuransi Jiwasraya di berbagai saham berdasarkan kapitalisasi pasar atau market capitalization (market cap) dan mengelompokkannya dalam sejumlah kelompok saham.

Berdasarkan portotolio investasi Asuransi Jiwasraya di sejumlah saham itu, jelas dia, total alokasi perseroan pada saham PT Hanson International Tbk. (MYRX) tidak sampai dua persen. Dia mengatakan asuransi jiwa pelat merah itu menempatkan sekitar 35 persen dana kelolaan di saham dengan underlying emiten BUMN.

Selain itu, ada sekitar 20 persen investasi Asuransi Jiwasraya ditempatkan di emiten-emiten di bawah Grup Bakrie. Menurut Benny, ada sekitar 10 saham dari grup usaha itu yang menjadi underlying penempatan investasi saham Asuransi Jiwasaraya.

“Itu pakai dasar market cap sekarang. (Saham-saham Grup) Bakrie sudah gocapan (harga 50 perak) semua. Berarti zaman dulu lebih besar berarti lebih 20 persen. 10 saham Bakrie. Yang jelas Hanson itu nggak sampai 2 persen, iya,” jelasnya saat menjadi saksi dalam persidangan, Senin (14/9/2020).

Oleh karena itu, Benny mempertanyakan dasar perhitungan BPK dalam menentukan kerugian negara yang ditimbulkan oleh pihaknya.
“(porsi investasi di MYRX) 2 persen, suruh ganti Rp 16 triliun? Saya nggak mengerti matematikanya dari mana. Itu pun bukan beli dari saya,” tegasnya.

Benny pun menegaskan pihaknya tidak memiliki hubungan dengan Grup Bakrie. “Satu-satunya hubungan saya dengan Bakrie itu pernah diajak ngobrol-ngobrol, makan-makan dengan Pak Nirwan (Bakrie),” jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Heru Hidayat, yang juga dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan itu, juga membantah pihaknya berafiliasi dengan Grup Bakrie.

Lebih lanjut, Heru mempertanyakan proses audit keuangan untuk periode 10 tahun dapat dirampungkan dalam dua bulan. Berdasarkan fakta persidangan pekan lalu yakni ketika saksi ahli dari BPK dihadirkan, jelas Heru, terungkap bahwa Kejaksaaan Agung meminta BPK untuk menghitung kerugian negara dalam perkara tersebut.

Permintaan itu diajukan melalui surat pada 30 Desember 2019. Pada awal Januari 2020, kata Heru, BPK memberi surat tugas kepada timnya untuk melakukan audit investigasi. BPK kemudian merilis hasil audit itu pada 9 Maret 2020.

“Audit 10 tahun dengan 70.000-an transaksi diselesaikan dalam dua bulan ya. Menurut saya, agak saya pertanyakan ya,” tuutp Heru.

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar