Dr. Safri Muis, Dosen UKRI Bandung

Jurus Baru Anies Baswedan, Bikin Ekonomi Terpuruk

Selasa, 15/09/2020 06:00 WIB
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Presiden Joko Widodo. (pinterpolitik).

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Presiden Joko Widodo. (pinterpolitik).

Jakarta, law-justice.co - PSBB adalah istilah populer selama pandemi covid-19 ini dan sebagai warga negara yang baik, pastilah kita mengikuti aturan-aturan dalam PSBB ini. Tidak ada narasi yang kita sanksikan dari kebijakan pemerintah ini. Hampir sebulan waktu itu, Gubernur Anies melakukan titah, sebagai penguasa bumi Batavia ini.

Tapi minggu ini kita tak habis pikir dengan kebijakan "Rem Mendadak" istilah Anies. Kita semua terkejut dengan kebijakan "rem mendadak" dari sang Gubernur. Padahal kita mulai besar harapan, bahwa DKI Jakarta sudah selesai bergelut dengan pandemi virus covid-19 ini.

Apalagi alasan yang dilontarkan Gubernur Anies, bahwa rumah sakit dan kuburan sudah tidak mampu menampung lagi. Dan alasan itu dibantah oleh Menteri Kesehatan Dr. Terawan, bahwa kapasitas untuk menampung pasien covid-19 di Jakarta masih banyak, terutama wisma atlet masih bisa menampung, begitu juga banyak hotel-hotel yang siap dijadikan fasilitas isolasi mandiri. 

Alasan Gubernur Anies ini menambah panjang catatan, bahwa beliau kurang sadar, bahwa DKI Jakarta ini adalah Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Sehingga setiap kebijakan seharusnyalah dan sepatutnyalah beliau koordinasi dengan pemerintah pusat. Bukannya sekonyong-sekonyong mengeluarkan kebijakan yang terkesan "dadakan dan dipaksakan".

Kita sebagai warga DKI Jakarta hanya bisa melihat dan bertanya dalam hati, apalagi yang mau "dimainkan" oleh Gubernur Anies ini. Beliau sadar gak bahwa ekonomi kita lagi sakit, ekonomi kita tumbuh minus lima koma. Presiden Jokowi begitu kerja ekstra ordinary untuk melakukan tindakan-tindakan yang dapat menumbuhkan ekonomi sampai akhir September 2020.

Agar kita tidak mengalami krisis yang berkepanjangan. Tetapi tindakan Gubernur Anies yang tidak berkoordinasi dengan pemerintah pusat ini, membuat suasana yang mulai membaik, menjadi suasana yang tidak elok dilakukan oleh seorang Gubernur, apalagi Gubernur DKI Jakarta, yang dalam hal ini harus menjaga keseimbangan ekonomi, terutama daya beli rakyatnya.

Keluhan dimana-mana terjadi, mereka takut semua kegiatan roda ekonomi terhenti. Dan rakyat bisa kelaparan. Dan daya beli masyarakat Jakarta tidak ada dan bahkan rakyat Jakarta tak berdaya.

Bila kita amati bansos yang diberikan dan dibagikan oleh pemda DKI Jakarta buat warga DKI tidak mencukupi, bisa dikatakan bansos tersebut kurang. Sehingga rakyat yang seharusnya menerima, hanya bisa berdoa, semoga badai pandemi covid-19 ini cepat berlalu. Dan bisa kerja kembali, bisa beraktivitas kembali, hidup mereka tidak mau tergantung oleh bansos.

Rakyat hanya bisa melihat dan menjalankan, serta dengan tertib patuh pada kebijakan pemerintah. Tetapi Gubernur Anies membuat harapan rakyat akan berjalannya ekonomi pupus kembali.

Ingat Pak Gubernur, Bapak kita pilih untuk mengayomi kami, bukan menjadikan kami komoditas "politik pencitraan" Bapak. Kami ingin ekonomi berjalan normal dengan protokol kesehatan yang telah ditetapkan. Kami akan patuhi, tapi jangan buat kami tak berdaya dengan pidato Bapak yang narasi sangat menyejukan, tapi dibalik itu membuat kami kelaparan, karena kantor-kantor, mal-mal, pasar-pasar atau tempat kegiatan bisnis terhenti, karena "rem darurat yang sangat mendadak" ini.

Pikirkan jalan keluar yang cerdas, agar kami bisa berusaha, karena kami yakin tidak ada satu pemerintahan di dunia ini sanggup menanggung biaya kebutuhan rakyatnya.

Bukalah hatimu Pak Gubernur, kami sanggup diatur tapi aturan itu benar untuk kebaikan kami, bukan aturan untuk "pencitraan". Bikin lah alasan yang rasional, bukan alasan yang dibuat-buat, sehingga Bapak dengan leluasa menutup perekonomian kami.

Kami sanggup menaati dan tidak ada dalam fikiran kami untuk menentang setiap kebijakan pemerintah. Tapi dengan kebijakan Bapak "rem darurat yang mendadak" ini bikin kami sesak nafas dan putus harapan, apa yang akan kami makan bila kami tidak bekerja. Padahal gaji kami sudah tinggal seperempat dari gaji normal kami.

Itu hanya bisa untuk bertahan membeli kebutuhan pokok. Keinginan kami untuk rekreasi atau mengajak keluarga untuk jalan-jalan keluar kota apalagi keluar negeri sudah kami kubur-kubur dalam-dalam.

Semoga Pak Gubernur sadar dengan adanya PSBB ini, semua sendi ekonomi jadi berhenti. Sampai kapan, mungkin pertanyaan itu akan terjawab bila Bapak tidak berkuasa lagi.

Dan baru menyadari bahwa kebijakan Bapak tidak tepat. Apalagi Bapak tidak koordinasi dengan pimpinan Bapak di pusat Pemerintahan. Jangan Bapak bikin narasi seakan-akan Bapak adalah penyelamat, padahal ada "udang dibalik Batu...

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar