OJK Susun Aturan Baru Terkait AJB Bumiputera

Senin, 14/09/2020 16:21 WIB
Gedung Asuransi Bumiputera. (infobanknews)

Gedung Asuransi Bumiputera. (infobanknews)

Jakarta, law-justice.co - Aturan khusus untuk Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 segera disiapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Rancangan itu merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) 87/2019 tentang Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama.

Persiapan beleid baru itu dinamai Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) tentang Penyelenggaraan Usaha Asuransi Berbentuk Badan Hukum Usaha Bersama. Aturan dipublikasikan pada Senin (7/9/2020).

Melansir bisnis.com, juru bicara OJK Sekar Putih Djarot menjelaskan pihaknya membuka ruang bagi publik untuk memberikan tanggapan terkait rancangan aturan yang ada di situs resmi otoritas. OJK akan menampung berbagai masukan terkait aturan bagi Bumiputera tersebut dalam dua pekan ke depan.

"Kami bermaksud untuk meminta tanggapan atas rancangan peraturan tersebut kepada asosiasi terkait dan masyarakat umum. Tanggapan dapat dikirimkan selambatnya pada 25 September 2020 melalui surat dan email kepada otoritas," ujar Sekar.

RPOJK tersebut memuat sejumlah aturan teknis terkait Bumiputera yang belum dijabarkan dalam PP 87/2019. Salah satu poin aturan tersebut terkait anggaran dasar (AD) Bumiputera, yang di antaranya harus memuat hak dan kewajiban anggota, porsi pembagian untung dan rugi, perubahan bentuk badan hukum, serta pembubaran usaha bersama.

Otoritas akan mengatur bahwa perubahan AD tersebut ditetapkan oleh Rapat Umum Anggota (RUA), majelis yang mewakili kepentingan seluruh pemegang polis yang sebelumnya bernama Bada Perwakilan Anggota (BPA). Perubahan AD itu pun kemudian disampaikan kepada otoritas untuk mendapatkan persetujuan.

"OJK dapat memerintahkan Usaha Bersama untuk melakukan perubahan AD. Usaha Bersama wajib melaksanakan perintah dari OJK untuk melakukan perubahan AD," tertulis dalam pasal 5 RPOJK tersebut.

Rancangan aturan itu pun akan mengatur mekanisme peserta RUA, yang hingga saat ini belum terlaksanakan meskipun sudah diamanatkan dalam PP 87/2019. RPOJK itu mengatur bahwa akan terdapat 55 calon peserta RUA dari 11 daerah pemilihan (dapil), atau 5 calon dari setiap dapil.

Otoritas akan mengatur agar direksi Bumiputera memilih satu calon peserta RUA pilihan dari setiap dapilnya untuk kemudian diuji oleh otoritas. Jika kandidat tersebut tidak lolos, maka direksi menyodorkan nama di urutan kedua, dan berlaku seterusnya.

Selain itu, otoritas pun akan menentukan tata kelola perusahaan yang baik untuk seluruh tingkatan atau jenjang di perusahaan. Setidaknya terdapat lima prinsip tata kelola dalam RPOJK tersebut, yakni keterbukaan, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, serta kesetaraan dan kewajaran.

OJK pun meminta Bumiputera untuk memiliki atau membentuk sejumlah komite, yakni komite investasi, pengembangan produk asuransi, audit, dan pemantau risiko. Komite-komite itu akan membantuk direksi untuk melaksanakan kebijakan dan mengawasi pelaksanaan kebijakan di bidang terkait.

Anggota komite dapat berasal dari anggota direksi, internal perusahaan maupun pihak luar yang memiliki kapasitas. OJK mengatur kriteria anggota bagi setiap komite tersebut disertai tanggung jawabnya.

RPOJK itu pun mengatur kewajiban Bumiputera untuk melaksanakan tata kelola investasi. Terdapat 15 poin minimal yang harus dimiliki Bumiputera dalam kebijakan dan strategi investasinya dengan isi yang relatif sama dengan ketentuan yang berlaku bagi perseroan terbatas.

"Direksi Usaha Bersama wajib mengetahui portofolio penempatan investasi yang dilakukan oleh pihak lain," tertulis dalam Pasal 23 RPOJK tersebut.

Bab V RPOJK tersebut mengatur pemanfaatan keuntungan dan pembebanan kerugian. Seperti diketahui, dalam perusahaan berbentuk usaha bersama (mutual), keuntungan maupun kerugian akan diberikan kepada pemegang polis yang merupakan pemegang saham Bumiputera.

Keuntungan yang diperoleh Bumiputera dapat dimanfaatkan untuk pembentukan atau penambahan dana cadangan atau dibagikan kepada para anggota. Namun, pemanfaatan keuntungan itu tidak dapat dibagikan kepada anggota jika perseroan tidak memenuhi target tingkat solvabilitas internal dan/atau tingkat likuiditas yang diatur OJK.

Adapun, jika terjadi kerugian, perseroan dapat membebankannya dari dana cadangan atau membagikannya kepada anggota jika terdapat kerugian yang tidak dapat ditutupi dari dana cadangan.

"Setiap pemanfaatan keuntungan dan pembebanan kerugian wajib ditetapkan dalam RUA," tertulis dalam Pasal 42 RPOJK tersebut.

Bagian akhir RPOJK tersebut mencantumkan mekanisme pembubaran dan likuidasi perseroan, serta penghentian kegiatan usaha atas permintaan perusahaan. Dua bab terakhir itu merupakan petunjuk teknis dari exit policy yang diatur dalam PP 87/2019.

Otoritas akan mewajibkan RUA untuk memutuskan pembubaran usaha bersama dan membentuk tim likuidasi 30 hari setelah Bumiputera mendapatkan pencabutan izin usaha. Saat ini Bumiputera berada di ujung tanduk karena OJK menjatuhkan Surat Peringatan Ketiga (SP3) pada Jumat (3/7/2020), akibat jumlah direksi yang tidak memenuhi ketentuan.

Sekretaris Perusahaan Bumiputera Hery Darmawansyah menyatakan bahwa pihak perseroan telah mengetahui adanya RPOJK `khusus` bagi perseroan, sebagai satu-satunya perusahaan asuransi mutual di Indonesia. Rancangan aturan itu pun sedang menjadi pembahasan manajemen.

"Yang saya ketahui surat OJK perihal RPOJK itu sudah diterima dan sedang dibahas," ujar Hery.

Sementara itu, OJK selain mengeluarkan surat peringatan ke-3, juga mengeluarkan perintah tertulis kepada AJB Bumiptera pada 16 April 2020 lalu melalui melalui surat No. S-13/D.05/2020.

“Perlu kami tegaskan bahwa terdapat ketentuan pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja mengabaikan dan/atau tidak melaksanakan perintah tertulis sebagaimana diatur dalam Pasal 54 Undang-undang No.21 tentang Otoritas Jasa Keuangan,” ulas Riswinandi, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa keuangan lainnya dalam perintah tertulis itu.

Lima poin perintah tertulis itu menegaskan manajemen harus memenuhi poin-poin yang ditetapkan oleh OJK. Hal ini terkait peran otoritas untuk melindungi kepentingan konsumen, pemegang polis, dan/atau tertanggung.

“Segera menginformasikan kepada para pemegang polis mengenai kondisi terkini AJBB, termasuk hak dan kewajiban pemegang polis sehubungan dengan bentuk badan usaha bersama AJBB sebagai usaha bersama, meliputi mekanisme pembagian laba dan kerugian yang dibebankan kepada anggota sebagaimana diatur dalam anggaran dasar perusahaan,” ulas poin pertama perintah tertulis.

Selanjutnya, disebutkan manajemen harus mengimplementasikan ketentuan Pasal 38 Anggaran Dasar AJBB, yang harus dilaksanakan oleh organ rapat umum anggota (RUA), direksi dan dewan komisaris paling lambat tanggal 30 September 2020.

“Sesuai pasal 38 Anggaran Dasar AJBB dimaksud, dalam hal AJBB mengalami kerugian yang tidak dapat ditutupi dengan dana cadangan umum dan dana jaminan, RUA menyelenggarakan sidang luar biasa guna memutuskan apakah AJBB dilikuidasi atau dilanjutkan berdirinya dengan mempertahankan bentuk usaha bersama atau merubah bentuk badan usaha lainnya,” ulas poin kedua.

OJK menegaskan jika AJBB memutuskan kelanjutan usahanya, maka kerugian yang sedang ditanggung perusahaan harus dibagi secara prorata diantara para anggota dengan cara yang ditetapkan dalam sidang RUA.

“Dalam melaksanakan amanat pasal 38 Anggaran Dasar AJBB, apabila RUA memutuskan untuk melanjutkan berdirinya AJBB, baik dalam bentuk usaha bersama atau mengubah bentuk badan hukum (demutualisasi), maka OJK memberikan kesempatan kepada AJBB menyampaikan rencana penyehatan keuangan (RPK) yang lebih comprehensive dan realistis serta konsisten dengan hasil keputusan RUA dimaksud,” ulas poin ketiga.

Menurut surat yang ditandatangani Riswinandi itu, rencana penyehatan yang disampaikan yakni penjualan produk asuransi yang tidak menjanjikan imbal hasil pasti atau garansi.

“RPK juga perlu dilengkapi dengan dokumen pendukung kerja sama yang konkret dengan mitra bisnis seperti manajer investasi, bank dan pengembang properti,” masih dalam penjelasan poin ketiga.

Rencana penyehatan keuangan untuk mempertahankan eksistensi AJBB ini harus disampaikan kepada OJK paling lambat 23 Desember 2020.

Selanjutnya, Riswinandi memerintahkan AJBB tidak menjual produk-produk baru asuransi ataupun menerbitkan polis baru yang menjanjikan imbal hasil investasi terhitung sejak tanggal perintah tertulis.

“[Juga] tidak menjual dan melakukan optimalisasi aset AJBB sampai dengan disetujuinya RPK AJBB sebagaimana dimaksud dalam poin 3 di atas,” tegas Riswinandi dalam suratnya

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar