DPR Sedang `Goreng` Revisi UU BI, Seberapa Mendesaknya?

Selasa, 08/09/2020 10:02 WIB
Gedung Bank Indonesia (Foto:Tribunnews)

Gedung Bank Indonesia (Foto:Tribunnews)

Jakarta, law-justice.co - Kepala Ekonom CSIS, Yose Rizal Damuri menilai reformasi sistem keuangan, yang salah satunya melalui revisi undang-undang Bank Indonesia (BI) dinilai belum terlalu mendesak untuk dilakukan.

Kata dia, sektor keuangan di tengah krisis karena pandemi saat ini masih baik dan Yose melihat meski memang ada peningkatan risiko, tapi ia tidak melihat adanya masalah di sektor keuangan saat ini.

"Kalau ditanya urgensinya apa, saya pikir kok tidak terlalu ada urgensinya sekarang ini untuk mengubah Undang-undang BI atau bahkan untuk mengubah sistem keuangan [yang diawasi] KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) ini," jelas Yose seperti melansir cnbcindonesia.com, Senin 7 September 2020.

Kata dia, jika direvisi undang-undang BI tersebut, menurut Yose belum tentu bisa menanggulangi permasalahan sistem keuangan dengan lebih baik.

Menurut Yose, justru pengendalian sistem keuangan saat ini yang ada di bawah pengawasan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terlalu kompleks.

"Ada komite yang harus secara anonimus setuju kalau ada permasalahan-permasalahan di sektor keuangan untuk campur tangan. Kalau sekarang ada bank mempunyai masalah likuiditas, BI menjadi lender of last resort harus disetujui KSSK," jelas Yose.

Oleh karena itu, hal yang mesti dilakukan Indonesia, di tengah krisis karena pandemi saat ini justru lebih baik untuk memperkuat kewenangan masing-masing lembaga dalam sistem keuangan tanpa perlu merevisi undang-undang BI.

Yose memberikan contoh, misalnya saja ketika krisis itu terjadi, BI tidak bisa dengan cepat atau langsung memberikan pertolongannya, responsnya lambat dan tepat waktu. Sehingga BI harus bekerja sama dengan Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

"Mekanisme berbelit-belit dan jadinya agak lambat untuk merespons kalau ada permasalahan. Dengan revisi UU tersebut jadi lebih baik? Saya pikir nggak memperlihatkan seperti itu. Kemudian ditarik lagi kepada yang lebih terpusat lagi, menjadi harus kompleks di dalam revisi UU BI tersebut," kata Yose.

Pada Senin (31/8/2020) DPR melalui Badan Legislasi (Baleg) melakukan rapat bersama Tim Ahli mengkaji untuk menyusun draf Revisi Undang-Undang nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI). Dalam revisi ini akan ada banyak beberapa pasal yang dihapus dan juga ditambahkan.

Salah satu pasal yang diusulkan untuk diubah oleh DPR, yakni yang berada dalam pasal 9. Di mana dalam pelaksanaan tugas BI akan dihapuskan, diubah ke dalam Pasal 9A, Pasal 9B, dan Pasal 9C.

Di dalam pasal 9A disebutkan Dewan Moneter akan diisi oleh anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), yakni Menteri Keuangan, kemudian ada satu dari Menteri bidang Perekonomian, Gubernur BI, Deputi Senior BI, serta Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

DPR juga mengusulkan agar pemerintah dapat menambah beberapa orang moneter sebagai anggota penasehat kepada Dewan Moneter. Sementara, Sekretariat Dewan Moneter diselenggarakan oleh Bank Indonesia.

"Independensi dan kewenangan lembaga ini [Bank Indonesia] harus diperluas atau dipertinggi, tidak lagi melewati KSSK, KSSK ini lebih sebagai platform untuk koordinasi dibanding untuk mengambil keputusan, bukan malah dijadikan dewan moneter," jelas Yose.

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar