Sindir Menag, Ustaz Felix Siauw: Bagi Fir`aun, Musa itu Radikal Habis!

Selasa, 08/09/2020 03:40 WIB
Ustaz Felix Siauw. (Foto: Tempo.co/Maria Fransisca)

Ustaz Felix Siauw. (Foto: Tempo.co/Maria Fransisca)

Jakarta, law-justice.co - Belum lama ini, pernyataan Menteri Agama, Fachrul Razi soal masuknya paham radikalisme ke masjid menjadi polemik.

Menteri bilang, cara masuk paham radikal dilakukan oleh orang yang berpenampilan bagus atau good looking.

Komentar ini segera menjadi kontroversi di media sosial. Banyak protes yang dilakukan terkait pernyataan itu.

Bahkan, orang-orang justru meledek menteri agama dengan memposting foto penampilan mereka kemudian mencantumkan tagar good looking.

Ustaz Felix Siauw menanggapi komentar dari menteri agama tersebut.

Ustaz Felix menilai, dengan adanya komentar tersebut, penguasa mengesankan, seolah masalah dan ancaman terbesar bagi Indonesia adalah radikalisme.

"Sehingga untuk de-radikalisasi, harus dilakukan apapun juga, termasuk 3-4 menteri yang khusus diangkat untuk de-radikalisasi, termasuk Menteri Agama," tulis Felix Siauw di akun Instagramnya, Minggu 6 September 2020 lalu.

Feliz Siauw mengemukakan, ia sudah curiga bahwa program de-radikalisasi yang dicanangkan selama ini merupakan upaya untuk melakukan de-Islamisasi.

"Sejak awal 2017, di Masjid Gede Kauman Jogja saya sudah sampaikan, saya curiga program De-Radikalisasi dari penguasa sebenarnya adalah De-Islamisasi

Kenapa? Sebab semua program De-Radikalisasi ini hanya tertuju kaum Muslim, terutama yang disebut "Barisan 212", atau Muslim yang selama ini punya pandangan berbeda dengan mereka," jelasnya.

Di sisi lain, Felix Siauw menilai, penguasa menjadikan radikalisme sebagai threat, ancaman, ketakutan, lalu menjual "obat" dari radikalisme itu, seolah jadi pahlawan, padahal sangat sarat kepentingan

Misal, terang dia, menuduh Perguruan Tinggi Negeri radikal, membesar-besarkan di media, lalu mengganti rektor, menghapus pogram kaderisasi Masjid, dan diberikan pada siapapun pendukungnya, agar tak ada kritik.

"Dalam kasus "Radikalis Good-Looking", Menag jelas menawarkan solusi, "Agar pengurus masjid itu dari pemerintah", agar bisa kendalikan aktivitas Masjid. Persis kayak di Cina ya?" tanyanya.

Lebih lanjut Felix mempertanyakan, apakah indikasi dari radikalisme yang selama ini dituduhkan kepada kelompok-kelompok tertentu, termasuk dirinya.

"Apa indikasi radikalisme itu? Standarnya apa? Lucu kan ketika salah satu lembaga survei menjadikan saya ustadz no. 2 paling radikal? Apa ukuran radikal? Kalah ganteng? Kalah pinter?

Bagi Fir`aun, Musa itu radikal abis. Bagi peradaban jahil, Islam itu mengubah secara radikal blas. Ukuran radikal apa? Kasih tau dong? Dan jangan jadi bola liar, ditentuin seenak-enaknya."

Ia menulai, sebenarnya masih banyak masalah yang penting di negeri ini ketimbang mencari-cari kesalahan suatu kelompok dengan dalih radikal.

"Ada banyak masalah yang lebih ngeri dari "so-called radicalism". Pesta sex sejenis, kemesuman di kanal-kanal sosial-media, ekonomi meroket nggak karuan, yang jelas jauh lebih perlu ditangani

Jadi radikal ini sepertinya cuma cara untuk membungkam siapapun yang berseberangan dengan penguasa, agar semua diam terhadap kedzaliman

Nggak mau taat terserahlah, tapi jangan tuduh yang mau taat itu radikal. Nggak hafidz nggak dosa, gak good looking gapapa. Tapi curigain good-looking yang demen ke masjid. Itu jahad pak," pungkasnya.

 

 
 
 
View this post on Instagram

4 Poin Menjawab Tuduhan Pola Radikalisme Di Masjid Langsung aja deh, biar nggak terlalu bertele-tele, 1. Penguasa mengesankan, seolah masalah dan ancaman terbesar bagi Indonesia adalah radikalisme, sehingga untuk de-radikalisasi, harus dilakukan apapun juga, termasuk 3-4 menteri yang khusus diangkat untuk de-radikalisasi, termasuk Menteri Agama Sejak awal 2017, di Masjid Gede Kauman Jogja saya sudah sampaikan, saya curiga program De-Radikalisasi dari penguasa sebenarnya adalah De-Islamisasi Kenapa? Sebab semua program De-Radikalisasi ini hanya tertuju kaum Muslim, terutama yang disebut "Barisan 212", atau Muslim yang selama ini punya pandangan berbeda dengan mereka 2. Penguasa menjadikan radikalisme sebagai threat, ancaman, ketakutan, lalu menjual "obat" dari radikalisme itu, seolah jadi pahlawan, padahal sangat sarat kepentingan Misal, menuduh PTN radikal, membesar-besarkan di media, lalu mengganti rektor, menghapus pogram kaderisasi Masjid, dan diberikan pada siapapun pendukungnya, agar tak ada kritik Dalam kasus "Radikalis Good-Looking", Menag jelas menawarkan solusi, "Agar pengurus masjid itu dari pemerintah", agar bisa kendalikan aktivitas Masjid. Persis kayak di Cina ya? 3. Apa indikasi radikalisme itu? Standarnya apa? Lucu kan ketika salah satu lembaga survei menjadikan saya ustadz no. 2 paling radikal? Apa ukuran radikal? Kalah ganteng? Kalah pinter? Bagi Fir`aun, Musa itu radikal abis. Bagi peradaban jahil, Islam itu mengubah secara radikal blas. Ukuran radikal apa? Kasitau dong? Dan jangan jadi bola liar, ditentuin seenak-enaknya 4. Ada banyak masalah yang lebih ngeri dari "so-called radicalism". Pesta sex sejenis, kemesuman di kanal-kanal sosial-media, ekonomi meroket nggak karuan, yang jelas jauh lebih perlu ditangani Jadi radikal ini sepertinya cuma cara untuk membungkam siapapun yang berseberangan dengan penguasa, agar semua diam terhadap kedzaliman Nggak mau taat terserahlah, tapi jangan tuduh yang mau taat itu radikal. Nggak hafidz nggak dosa, gak good looking gapapa. Tapi curigain good-looking yang demen ke masjid. Itu jahad pak Video lengkap di YouTube yaa..

A post shared by Felix Siauw (@felixsiauw) on

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar