Militer Lebanon Temukan 4,35 Ton Amonium Nitrat di Pelabuhan Beirut

Jum'at, 04/09/2020 23:31 WIB
Pasca Ledakan di Lebanon. (Wartaekonomi).

Pasca Ledakan di Lebanon. (Wartaekonomi).

Jakarta, law-justice.co - Militer Lebanon menemukan sisa 4,35 ton amonium nitrat yang tidak ikut meledak di lokasi episentrum bekas ledakan di dekat pintu masuk menuju ke Pelabuhan Beirut. Bahkan, masih ada amonium nitrat yang tersimpan di dalam empat kontainer.

"Insinyur di bidang militer tengah menanganinya," demikian ungkap perwakilan militer, dikutip IDNTimes.co, Jumat (4/9/2020).

Kantor berita Reuters, Jumat (4/9/2020), melaporkan akibat ledakan pada 4 Agustus 2020, sebanyak 190 orang tewas sedangkan 6.000 orang lainnya terluka.

Peristiwa itu menyebabkan kemarahan publik di Lebanon. Sebab, pemerintah telah mengetahui sudah sejak lama adanya bahan berbahaya di gudang di dekat pelabuhan, tetapi tidak ditangani dengan baik.

Stasiun berita Al Jazeera melaporkan tim penyelamat dari Chile, mengatakan mereka mendeteksi adanya tanda-tanda kehidupan di bawah reruntuhan bangunan yang hancur akibat ledakan satu bulan lalu. Satu tim dari TOPOS CHILE mengatakan kepada Al Jazeera mereka mendeteksi masih adanya korban yang hidup dengan mesin pemindai khusus. Mesin itu mendeteksi masih ditemukan detak jantung dan orang yang bernafas di lantai dasar bangunan yang telah ambruk.

Anggota tim, Akram Nehme, mengatakan kemungkinan korban yang selamat merupakan anak-anak. Selain itu, di bawah bangunan tersebut ada satu jenazah. Ia menjelaskan proses penemuan titik adanya korban turut dibantu dari anjing pelacak yang ikut mencari korban.

Hipotesa tim penyelamat dari Chile didukung anggota LSM Live Love Lebanon, Edward Bitar. Bersama TOPOS CHILES, Bitar menemukan adanya hembusan nafas dengan siklus 18 kali per menit.

"Kami mencoba untuk tidak berharap terlalu banyak. Sebab, bila sampai hari ini masih ditemukan orang yang selamat, maka itu sebuah keajaiban," ungkap Bitar.

Tetapi, TOPOS CHILES pernah menemukan keajaiban tersebut. Ketika terlibat dalam proses pencarian korban gempa bumi di Haiti, mereka berhasil menyelamatkan seorang pria yang tertimbun reruntuhan selama 27 hari. Pria itu ditemukan dalam keadaan hidup.

Sementara, untuk membangun kembali Lebanon bukan perkara mudah. Pemerintah Lebanon pernah merilis kerugian akibat ledakan pada 4 Agustus 2020 mencapai US$20 miliar atau setara Rp218,5 triliun. Mereka jelas tak memiliki dana demikian besar.

Kondisi itu diperparah dengan perilaku korup para pejabatnya. Bahkan, menurut beberapa laporan sejumlah pejabat sudah mengetahui adanya ribuan ton amonium nitrat tersimpan di dalam gudang, tetapi tidak bertindak. Padahal, zat tersebut berbahaya bila tidak ditangani dengan benar.

Kini, negara-negara barat khawatir dalam menyalurkan bantuan mereka. Sebab, mereka khawatir bantuan tersebut justru diterima oleh kelompok militan Hizbullah. Apalagi bagi Negeri Paman Sam, Hizbullah dikategorikan sebagai kelompok teroris.

"Bila tidak dilakukan reformasi, maka Lebonan akan tenggelam," ungkap Presiden Prancis, Emmanuel Macron.

Organisasi yang mengelola bantuan dari Pemerintah Amerika Serikat, USAID jelas menyebut bantuan mereka tidak akan diserahkan melalui Pemerintah Lebanon. "Bantuan kami akan langsung diterima rakyat Lebanon," ujar John Barsa dari USAID.

Sementara, Bank Dunia memperkirakan Lebanon butuh dana senilai US$2 miliar atau setara Rp14,7 triliun untuk membangun kembali Kota Beirut. Tetapi, mereka tidak akan mengucurkan pinjaman kecuali Lebanon serius mengatasi isu korupsi di negaranya.

Bank Dunia, donor dan organisasi finansial internasional meminta Pemerintah Lebanon menunjukkan tindakan nyata untuk memberantas korupsi bila ditemukan ada yang mencuri dana bantuan tersebut.

Bank Dunia juga mendorong agar Lebanon ikut dalam kemitraan pemerintahan yang terbuka (Open Government Partnership). Mereka juga mengusulkan fasilitas pembiayaan yang dapat menyalurkan dana langsung ke LSM yang terlibat pembangunan kembali Beirut.

 

(Hendrik S\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar