Bahas Presidential Threshold Bermanfaat, Ketimbang Ributkan KAMI

Sabtu, 29/08/2020 23:59 WIB
Prof Jimly Asshiddiqie (net)

Prof Jimly Asshiddiqie (net)

Jakarta, law-justice.co - Pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie setuju gagasan salah satu deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Refly Harun tentang penghapusan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 0 persen. Menurutnya, pembahasan presidential threshold lebih bermanfaat ketimbang meributkan soal kehadiran KAMI ataupun para deklaratornya.

"Memang seharusnya usul dan substansi tuntutannya yang didiskusikan secara luas, bukan tentang KAMI-nya. Apalagi soal pribadi tokoh-tokohnya," ujar Jimly, dikutip dari JPNN.com, Sabtu (29/8/2020).

"Kecenderungan mempribadikan segala urusan tidak baik dan tidak sehat untuk kualitas dan integritas demokrasi," imbuhnya.

Mantan ketua Mahkamah Konstituti (MK) itu mengaku pernah mengemukakan pendapatnya bahwa presidential threshold 20 persen saat ini terlalu tinggi. Bahlan, dirinya menyetujui jika presidential threshold 20 persen itu dievaluasi.

"Angka 20 persen presidential threshold itu pernah diputus bahwa itu konstitusional. Ya diserahkan pada pilihan kebijakan pembentuk undang-undang, tetapi itu kan sebelum dipraktikkan," jelasnya.

Jimly menambahkan, presidential threshold yang diterapkan dalam dua pilres terakhir bisa menjadi bahan sekaligus bukti menggugat Undang-Undang Pemilu Presiden ke MK. Sebab, pada Pilpres 2014 dan 2019 hanya ada dua polar dukungan.

"Berarti desain sistem pemilihan presiden yang menurut UUD dua ronde itu tidak akan pernah terlaksana karena calonnya cuma dua," katanya.

(Hendrik S\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar