Gawat! Ternyata Tak Ada Jarak Aman untuk Hindari Penularan Covid-19
Ilustrasi jaga jarak untuk hindari penularan covid-19 (Robinsar Nainggolan)
Jakarta, law-justice.co - Jaga jarak kerap dikampanyekan untuk menghindari penyebaran covid-19. Bahkan, hal itu dimasukkan dalam protokol kesehatan untuk mencegah covid-19.
Nmaun, sebuah studi terbaru mengatakan tak ada jarak aman untuk cegah covid-19. Menurut hasil studi yang dilakukan oleh peneliti dari Rumah Sakit Saint Thomas London, Inggris Nicholas Jones, tak ada jaminan terhindar dari penularan covid-19 dengan menjaga jarak aman.
"Aturan baku tentang jarak aman adalah penyederhanaan dari pengalaman pandemi virus sebelumnya dan sains di masa lalu," kata Nicholas Jones, seperti dilansir merdeka.com, Jumat (28/8/2020).
"Ketimbang satu aturan baku tentang jaga jarak fisik, kami mengajukan serangkaian rekomendasi yang menggambarkan berbagai faktor untuk menentukan risiko (penularan)."
Di berbagai belahan dunia, kehidupan sehari-hari bersama Covid-19 sudah menjadi kenyataan.
Vaksin Covid-19 yang akan tersedia secara massal masih butuh beberapa bulan lagi dan sejumlah kasus positif di berbagai negara melambung lagi, bahkan di negara yang sebelumnya sukses meredam pandemi.
Namun para pejabat pemerintah di berbagai negara berusaha menghindari karantina wilayah lebih lama karena alasan ekonomi dan mereka mencari kebijakan terbaik untuk beradaptasi dengan keadaan pandemi.
Kamis lalu misalnya, pemerintah Prancis melalui menteri kesehatan dan pendidikan memberlakukan aturan baru yaitu wajib pakai masker di Ibu Kota Paris dan sekitarnya.
Sebelumnya pakai masker hanya diwajibkan di kendaraan umum, di pertokoan, dan fasilitas publik.
Sejak awal mula pandemi para ahli berdebat soal apa yang dimaksud jaga jarak yang "aman".
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan setidaknya satu meter jarak antara orang satu dengan lainnya dan banyak negara mengikuti aturan ini.
Namun dalam percobaan yang dilakukan beberapa bulan terakhir, jarak itu masih terlalu dekat, setidaknya pada kondisi tertentu.
"Delapan dari 10 penelitian baru-baru ini secara sistematis memperlihatkan arah horizontal dari percikan/tetesan cairan ketika orang bernapas bisa melebihi dua meter untuk partikel berukuran 60 mikro," kata Jones dan koleganya di jurnal kedokteran BMJ.
Dalam salah satu penelitian, percikan yang mengandung virus hidup terdeteksi lebih dari enam meter dari sumber awalnya, yakni ketika orang bersin, batuk, atau bernyanyi.
Temuan ini menjelaskan kasus ketika seseorang yang positif dalam satu kelompok paduan suara di Amerika Serikat menulari 32 orang lainnya meski sudah menjaga jarak.
Arena olah raga, pusat kebugaran, gereja, adalah tempat-tempat di mana orang bersuara cukup keras.
Seberapa jauh virus bisa menyebar di dalam ruangan tertutup juga ditentukan oleh seperti apa ventilasi udara dengan jendela terbuka atau pendingin ruangan.
Kepadatan kerumunan juga menjadi faktor penentu. Dengan mempertimbangkan semua faktor itu, Jones dan timnya membuat sebuah bagan yang bisa menjadi panduan untuk meminimalkan risiko pada berbagai situasi.
Kalau Anda berbicara pelan di dalam ruangan yang ventilasi udaranya baik dan orang-orang memakai masker di ruangan itu maka risiko penularan menjadi minimal.
Berteriak atau bernyanyi di ruangan dengan ventilasi yang buruk dan tanpa memakai masker maka bisa membuat orang berada dalam kondisi mudah tertular
Komentar