PA 212 Kembali Bully Ahok, Sebut Produk Gagal yang Dipaksakan

Jum'at, 28/08/2020 17:48 WIB
Novel Bamukmin sebut Ahok produk gagal yang dipaksakan (dailymotion.com)

Novel Bamukmin sebut Ahok produk gagal yang dipaksakan (dailymotion.com)

Jakarta, law-justice.co - Kerugian Rp11 triliun lebih yang dialami PT Pertamina (persero) pada semester I Tahun 2020 membuat nama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai Komisaris Utama kerap disorot publik, tak terkecuali kelompok Persaudaraan Alumni (PA) 212.

Bahkan komentar pedas disampaikan oleh Wasekjen DPP PA 212 Novel Bamukmin. Mneurutnya, sejak dipimpin Ahok pertamina sudah mulai amburadul. Dia lantas menilai Ahok sebagai produk gagal yang dipaksakan.

“Saya katakan sebelum Ahok menjabat dipertamina bahwa Ahok itu produk gagal yang dipaksakan terus menjadi orang yan punya posisi penting,” kata Novel seperti dilansir dari pojoksatu, Jumat (28/8/2020).

Meski Ahok produk gagal, kata Novel, ia tetap akan mendapat posisi strategis di pemerintahan.
Sebab, selain Ahok merupakan rekan Jokowi di masa menjabat sebagai gubernur DKI, Ahok juga diduga mengetahui seluk beluk rahasia kepempinan Jokowi dari gubernur hingga presiden.

“Ahok mendapat posisi itu diduga kaena memang sebagai ajang balas budi saja atau memang Ahok diduga juga yang pegang rahasianya jokowi sehingga dalam kondisi apapun Ahok harus punya posisi dipemerintahan Jokowi ini,” tandas Novel.

Sebelumnya, Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini membenarkan soal kerugian tersebut. Dia mengatakan, ada tiga faktor yang menyebabkan kerugian Pertamina menyentuh angka Rp 11 triliun.

“Izin menjelaskan, betul pak, posisi first half 2020 mencatatkan rugi, rugi kurang lebih US$ 707 juta. Itu penyebab utamanya tadi disampaikan Pak Menteri betul sekali ada 3, kalau kita menyebutnya triple shock,” katanya dalam rapat di Komisi VII DPR Jakarta, Rabu (26/8/2020).

Dia menyebut, ada beberapa faktor yang menyebabkan pertamina rugi. Pertama, karena menurunnya permintaan. Dia menyebut, kondisi kali ini berbeda dengan krisis-krisis sebelumnya di mana biasanya Pertamina dihadapkan pada tekanan harga minyak mentah dan nilai tukar.

Faktor kedua karena nilai tukar atau kurs. Emma mengatakan, secara fundamental keuangan Pertamina dibukukan dalam dolar Amerika Serikat (US$).

Faktor ketiga ialah melemahnya harga minyak dunia. Hal ini berpengaruh pada sektor hulu yang berkontribusi besar pada penerimaan Pertamina.

“Sekarang demand (permintaan-red) yang berdampak signifikan pada revenue (pendapatan-red) kita, itu pertama, kondisi kali ini bahkan lebih berat dari kondisi financial krisis,” terangnya

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar