Anak Buah Sri Mulyani Tegaskan Anggaran Influencer Sesuai Prosedur

Selasa, 25/08/2020 10:10 WIB
Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Yustinus Prastowo (kanan). (line today).

Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Yustinus Prastowo (kanan). (line today).

Jakarta, law-justice.co - Temuan Indonesia Corruption Watch atau ICW terkait munculnya anggaran senilai Rp 90,45 miliar untuk pembiayaan jasa influencer di sejumlah kementerian dan lembaga ditanggapi Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Yustinus Prastowo.

Dia menegaskan, alokasi dana tersebut sudah termaktub dalam daftar isian pelaksana anggaran atau dipa APBN.

“Sudah direncanakan dan dianggarkan, sudah ada DIPA, melalui proses pengadaan barang/jasa sesuai prosedur, ada pemenang dan kegiatan dijalankan, ada laporan pertanggungjawaban,” tuturnya seperti melansir tempo.co, Senin 24 Agustus 2020.

Alokasi dana influencer tercecer di 34 kementerian/lembaga dan ditemukan oleh ICW sepanjang tahun anggaran 2014-2018. Temuan ini lalu diperlebar hingga 2020.

Prastowo menyebut, dengan diungkapkannya pos anggaran influencer, ICW sejatinya telah memiliki maksud dan tujuan baik. Temuan ini, tutur dia, merupakan bukti pengawasan organisasi terhadap pemerintah.

Namun, Prastowo menyatakan temuan ICW tak perlu membuat publik gusar dan menjadikannya sebagai amunisi untuk menyerang pemerintah. Sebab, sepanjang influencer menyebarkan informasi atau membangun opini berdasarkan pengetahuan yang benar, dia menilai hal itu bukan menjadi masalah.

Prastowo pun meyakinkan bahwa anggaran ini sah dikeluarkan pemerintah. Buktinya, ujar dia, temuan ICW berlandaskan pada data Layanan Pengadaan Secara Elektronik atau LPSE yang berarti pengadaannya resmi. Dengan begitu, alokasi anggaran dapat diselisik peruntukannya hingga nilai dan pemenangnya.

Di sisi lain, ia menjelaskan, jasa influencer dipilih ketimbang media massa karena platform komunikasi telah bergeser dari cetak atau elektronik ke digital, utamanya media sosial.

“Kenapa pergeseran aktor dipersoalkan? Akan lucu dan boros jika memaksakan iklan di media yang sudah pudar pengaruhnya, meski itu juga tetap dilakukan dengan porsi lebih kecil,” ucapnya.

Dia meyakinkan bahwa diversifikasi kebijakan ini merupakan sebuah strategi.

ICW mencatat Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menjadi lembaga dengan anggaran belanja terbesar untuk penggunaan jasa influencer. Anggaran yang dialokasikan mencapai Rp 77,66 miliar.

Disusul peringkat kedua adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan Rp 10,83 miliar.

"Lalu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Rp 1,6 miliar, Kementerian Perhubungan dengan Rp 195,8 juta, dan Kementerian Pemuda dan Olahraga dengan Rp 150 juta," ujar peneliti ICW Egi Primayogha melalui laporan tertulis pada Jumat, 21 Agustus 2020.

Sementara itu, di sektor anggaran belanja untuk aktivitas digital, Kementerian Pariwisata berada di peringkat kedua dengan nilai anggaran mencapai Rp 263,29 miliar.

Lalu, ada Polri di urutan pertama dengan mengeluarkan Rp 937 miliar khusus untuk aktivitas digital.

"Ada Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan Rp 21,27 miliar dan Kementerian Keuangan dengan Rp 21,25 miliar," ucap Egi.

Egi mengatakan berdasarkan laporan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) yang digunakan ICW, pemerintah sudah menyediakan anggaran untuk aktivitas digital sejak 2014. Adapun total pengeluaran selama enam tahun ini mencapai Rp 1,29 triliun.

Sedangkan anggaran untuk menggunakan jasa influencer mencapai Rp 90,45 miliar. Lalu Rp 2,55 miliar untuk konsultan komunikasi, Rp 9,64 miliar untuk kampanye online, Rp 4,22 miliar untuk media. Kemudian ada Rp 19,21 miliar untuk kampanye digital, Rp 4,18 miliar untuk media online, Rp 344,3 juta untuk YouTube, dan Rp 2,5 miliar untuk branding.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar