MUI: Paham Khilafah Itu Bagian dari Islam, Berbeda dengan PKI!

Senin, 24/08/2020 11:28 WIB
Kecam Tindakan Kasar Banser Intimidasi Kyai, Ulama NU: Saya Tak Ridho. (beritaislam).

Kecam Tindakan Kasar Banser Intimidasi Kyai, Ulama NU: Saya Tak Ridho. (beritaislam).

Jakarta, law-justice.co - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat menegaskan bahwa paham khilafah berbeda dengan komunis.

Wakil Sekretaris Jenderal MUI, Nadjamuddin Ramly mengatakan, khilafah merupakan bagian dari sejarah Islam yang berhak diketahui oleh seluruh umat muslim di dunia, termasuk di Indonesia.

Hal itu dia sampaikan sebagai respon dari video viral di media sosial (medsos) yang memperlihatkan beberapa anggota Banser mendatangi seorang pria berpeci putih, diduga bagian dari organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang mengajarkan soal khilafah di Rembang, Jawa Tengah.

"Namanya khilafah itu bagian dari pada substansi ajaran Islam dan bagian dari sejarah Islam, tidak sama dengan PKI, yang tidak sama dengan komunisme. Ini perlu diperhatikan," katanya seperti melansir idntimes.com, Minggu 23 Agustus 2020.

Menurut dia diskusi atau pembahasan tentang khilafah tidak seharusnya dilarang. Dia mengingatkan, umat Islam di Indonesia sudah sepakat tentang negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

"Bukanlah karena kita mengetahui khilafah lantas kita terapkan di negeri ini. Tetapi khilafah itu tidak boleh dilarang dan tidak boleh berhenti didiskusikan terus-menerus dan bisa dipidatokan. Tapi bukan untuk diimplementasikan," katanya.

Menurut dia, hal ini tetap perlu diketahui untuk menjadi ilmu pengetahuan.

"Karena itu bagian dari pada sejarah Islam. Itu dia tidak sama dengan komunisme. Berbeda," ujar dia lagi.

Berbeda dengan Nadjamuddin, Ketua PC GP Ansor Bangil Sa`ad Muafi berpendapat, organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) banyak ditolak di luar negeri lantaran ingin membangun sistem pemerintahan secara khilafah.

"Artinya begini, ajaran-ajaran itu masih ada. Itu sampai menyerupai ideologi. Itu yang perlu dipahami," kata Sa`ad.

Dia juga mengaku pihaknya menemukan bukti-bukti faktual di lapangan.

"Dia (tokoh HTI) tidak bisa menghargai presiden. Dia tidak bisa kemudian memasang foto Kiai Ma`ruf Amin, bahkan tidak ada Bendera Merah Putih. Bahkan nama wakil presiden pun dia tidak tahu. Itu ketua yayasan sekaligus kepala sekolah. Bisa dibayangkan doktrinasi mereka bagaimana," ucap Sa`ad menjelaskan temuannya.

Sa`ad sepakat khilafah boleh saja menjadi bahan diskusi jika dikaitkan dengan sejarah termasuk sejarah Islam.

"Tetapi, kita bahas hari ini ketika itu menyangkut ideologi dan ingin mengubah sistem ideologi Pancasila. Ya harus dibumihanguskan dong dari Bumi Pertiwi ini," ujar Sa`ad lagi.

Dalam pemaparannya Sa`ad mengatakan, yang tengah terjadi bukan berupa diskusi namun berbentuk doktrinasi yang sudah dilengkapi dengan bukti oleh pihaknya.

Seperti diketahui, sebuah video viral di medsos saat beberapa anggota Banser mendatangi seorang pria berpeci putih. Pria itu diduga bagian dari organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang tengah mengajarkan soal khilafah di Rembang, Jawa Tengah.

Pada video berdurasi 2 menit 19 detik itu, terlihat seorang anggota Banser bernada tinggi menyebut aktivitas yang dilakukan pria itu melanggar Perppu dan meresahkan masyarakat.

Orang itu pun menjawab perihal HTI. Menurut dia, HTI dibubarkan tidak berarti organisasi itu dilarang. Ia bahkan meminta agar anggota Banser itu melaporkannya dan membawa masalah itu ke meja hijau.

Menteri Agama, Fachrul Razi sebelumnya sudah menanggapi kejadian tersebut. Dia mengatakan, kejadian itu adalah upaya klarifikasi dari Banser PC Ansor Bangil atas dugaan penghinaan terhadap tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Habib Luthfi.

Menurut Fachrul, penghinaan dilakukan oleh akun medsos seorang guru yang berada di sebuah yayasan atau lembaga pendidikan Islam di Rembang. Yayasan tersebut juga diduga menjadi tempat penyebaran ideologi HTI.

Bagi Fachrul, jajarannya di Kantor Kemenag Pasuruan sudah menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan penghinaan dan penyebaran ideologi HTI di wilayah itu.

“Aparat kami di Kanwil Jatim dan Kankemenag Pasuruan telah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkait untuk menyelesaikan masalah ini sesuai ketentuan,” kata Fachrul.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar