Beasiswa Vero Lebih Kecil Dibanding Kekayaan Papua yang Diambil RI

Minggu, 16/08/2020 07:18 WIB
Beasiswa Vero Lebih Kecil Dibanding Kekayaan Papua yang Diambil RI. (Jubi).

Beasiswa Vero Lebih Kecil Dibanding Kekayaan Papua yang Diambil RI. (Jubi).

Jakarta, law-justice.co - Mama Yosepha Alomang, tokoh Perempuan Papua dan aktivis Hak Asasi Manusia, buka suara soal langkah pemerintah Indonesia yang meminta advokat Veronica Koman mengembalikan uang beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan Kementerian Keuangan.

Menurut dia, uang beasiswa Veronica Koman senilai Rp 700 juta lebih itu tidak ada artinya dibandingkan nilai kekayaan alam Papua yang dipakai untuk membangun Indonesia.

Bahkan dia mengajak orang Papua mengumpulkan uang untuk membayar tagihan pemerintah kepada Veronica.

“Saya, Mama Yosepha Alomang, menyampaikan bahwa selama 57 tahun Indonesia telah habiskan tubuh saya. Indonesia ambil isi dari tanah Papua. Kekayaan emas saya engkau bawa ke luar, untuk membangun Indonesia dan dunia. Engkau pakai kekayaan emas saya dari Gunung Nemangkawi. Engkau telah sekolahkan ribuan anak-anakmu. Saya tidak pernah minta engkau kembalikan [kekayaan saya],” kata Mama Yosepha seperti melansir Jubi.co.id, 15 Agustus 2020 kemarin.

Hal itu dinyatakan Mama Yosepha saat menyampaikan pesan simpatinya kepada Veronica Koman.

Mama Yosepha yang merupakan peraih penghargaan Yap Thiam Hien pada 1999 itu menyampaikan kemarahan dan kekecewaannya atas cara pemerintah Indonesia memperlakukan Veronica Koman yang gigih mengadvokasi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua.

Mama Yosepha Alomang yang juga seorang Amungme, suku pemilik hak ulayat atas Gunung Nemangkawi yang ditambang oleh PT Freeport Indonesia, menyatakan orang Amungme tidak pernah menagih kembali kekayaan alam yang telah diambil Indonesia dari Nemangkawi.

Akan tetapi, ketika Veronica Koman gigih mengadvokasi pelanggaran HAM di Papua, Veronica Koman dipaksa mengembalikan beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Dia mengungkapkan kesedihanna, karena berbagai kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua tidak pernah memantik rasa kemanusiaan sebagian besar warga Indonesia.

“Saya sedih, mereka tidak tahu diri. Sekalipun sekolah tinggi-tinggi, mereka tidak pernah membelah harga diri saya, manusia dan alam Papua yang hancur ini. Mereka juga tidak pernah datang kepada saya, [bahkan sekadar untuk] menyampaikan ucapan terima kasih,” ujarnya.

Di sisi lain kata dia, Veronica Koman adalah satu dari sedikit orang Indonesia yang memiliki keberanian untuk membela martabat orang Papua, namun justru diperlakukan secara sewenang-wenang oleh pemerintah Indonesia.

“Pada kesempatan ini, saya mau sampaikan bahwa Vero adalah saya. Ia adalah Yosepha muda. Vero juga adalah Beatrik Koibor, Yusan Yeblo, Erna Mahuze muda, serta banyak perempuan hebat Papua yang berjuang membela harga diri bangsa Papua. Saya secara pribadi, dan atas nama perempuan yang sudah berpulang, menyampaikan penghargaan dan terima kasih untuk semua perjuangannya [Veronica] membela saya, orang Papua, [baik orang Papua] yang sudah meninggal dan [mereka yang] masih hidup,” katanya.

Dia menyeru agar orang Papua bersama-sama mengumpulkan uang untuk membayar tagihan LPDP kepada Veronica Koman yang senilai Rp773.876.918 itu.

“Saya sebagai perempuan dan mama, saya minta semua anak-anak Papua untuk bersatu membantu Vero. Bangsa Papua punya harga diri. Saya sudah isi Vero dalam noken saya, noken Papua, untuk membela harga diri saya. Saya minta, mari berdoa dan selamatkan Vero. Keluarkan isi noken [dan] dompet untuk bantu anak [saya] Vero. Salam Mama dari Papua untukmu, tetap kuat!,” tegasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Veronica Koman mengumumkan dirinya dipaksa mengembalikan uang beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan Kementerian Keuangan senilai Rp773.876.918.

Veronica menyebut langkah LPDP menagih kembali uang beasiswa yang pernah dikucurkan kepadanya seperti sebuah ‘hukuman finansial’ atas kegigihannya membela berbagai isu hak asasi manusia (HAM) Papua.

“Pemerintah Indonesia menerapkan hukuman finansial sebagai upaya terbaru untuk menekan saya berhenti melakukan advokasi HAM Papua. Setelah mengkriminalisasi, lalu meminta Interpol untuk mengeluarkan ‘red notice’, dan mengancam untuk membatalkan paspor saya, kini pemerintah memaksa saya mengembalikan beasiswa yang diberikan pada September 2016, sebesar Rp773.876.918,” tulis Veronica dalam keterangan pers tertulisnya pada Selasa (11/8/2020).

Menurut Veronica, beasiswa itu telah digunakan untuk membiayai Veronica mengikuti program Master of Laws di Australian National University, Australia, pada 2016 hingga 2018. Pada 2018, Veronica telah menyelesaikan masa studinya, dan telah pulang ke Indonesia.

“Permintaan LPDP di bawah Kementerian Keuangan itu didasarkan klaim bahwa saya tidak mematuhi ketentuan harus kembali ke Indonesia setelah usai masa studi. Kenyataannya, saya kembali ke Indonesia pada September 2018. Faktanya, sejak Oktober 2018 di Indonesia, saya melanjutkan dedikasi waktu saya untuk advokasi HAM, termasuk dengan mengabdi di Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia untuk Papua [atau] PAHAM Papua yang berbasis di Jayapura. Saya memberikan bantuan hukum pro-bono kepada para aktivis Papua, pada tiga kasus pengadilan yang berbeda di Timika sejak April hingga Mei 2019,” tulis Veronica.

Veronica kemudian pergi ke Australia untuk menghadiri wisuda pada Juli 2019. Saat ia berada di Australia, persisnya pada 16 Agustus 2019, terjadi insiden tindakan rasisme yang dilakukan oknum prajurit TNI dan massa organisasi kemasyarakat terhadap para mahasiswa Papua di Surabaya.

Dari Australia, ia aktif mengabarkan insiden itu di media sosial, namun upaya itu justru membuahkan kriminalisasi terhadapnya.

Pernyataan Kepala Kepolisian Daerah atau Polda Jawa Timur, Inspektur Jenderal Luki Hermawan, 4 November lalu, yang mengatakan Veronica Koman ditetapkan tersangka karena diduga telah memprovokasi dan menyebarkan berita palsu di media.

Tak hanya menghadapi tekanan dari polisi, Veronica juga terus menerima berbagai intimidasi.

“Ancaman mati dan diperkosa kerap saya terima. [Saya] juga menjadi sasaran misinformasi daring, yang belakangan ditemukan oleh investigasi Reuters sebagai dibekingi dan dibiayai oleh TNI,” tulisnya.

Veronica menyatakan LPDP dan Kementerian Keuangan telah mengabaikan fakta bahwa ia telah memenuhi kewajibannya untuk pulang ke Indonesia, dan fakta bahwa keselamatannya terancam.

Pernyataan Direktur LPDP Rionald Silaban yang membenarkan pihaknya telah meminta Veronica Koman mengembalikan uang beasiswa dari LPDP.

“Betul bahwa LPDP meminta Veronica Koman Liau untuk mengembalikan seluruh dana beasiswa yang sudah kami keluarkan,” katanya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar