Jokowi Diminta PBB Laporkan Masalah Sipil dan Politik di Papua Barat

Sabtu, 15/08/2020 10:29 WIB
Ilustrasi masalah sipil dan politik di Papua (superadventure.co.id)

Ilustrasi masalah sipil dan politik di Papua (superadventure.co.id)

Jakarta, law-justice.co - Pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi diminta oleh Komite Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melaporkan semua masalah sipil dan politik yang terjadi di Papua Barat. Jokowi diberi kesempatan hingga awal Agustus 2021.

Langkah itu dilakukan setelah Komite PBB untuk Hak Sipil dan Politik (CCPR) mengadopsi Daftar Masalah Sebelum Pelaporan (LOIPR) Indonesia pada sesi ke-129 (29 Juni hingga 24 Juli).

Melansir suarapapua.com, berdasarkan dokumen UN atau PBB No. CCPR / C / 123/3 pada paragraf 25, Indonesia perlu membalas dalam waktu satu tahun setelah menerima daftar masalah sebelum melaporkan. Dengan demikian, laporan itu telah dikirimkan sekitar tanggal terbitnya ke Indonesia. Jika demikian, Indonesia perlu membalas hingga 5 Agustus 2021.

Meskipun mencakup area yang lebih luas dari masalah sipil dan politik di Indonesia, dokumen sebanyak 6 halaman yang dikeluarkan PBB Komite Hak Sipil dan Politik (UN OHCHR) pada tanggal 6 Agustus 2020 ini secara khusus menanyakan kepada Indonesia tentang isu Papua dan Papua Barat terkait dengan kekerasan terhadap perempuan, hak untuk hidup, pengungsi, berkumpul secara damai, kebebasan berekspresi. Partai lokal dalam konteks Otonomi Khusus, dan tanggapan otoritas terhadap seruan penentuan nasib sendiri atau referendum bagi bangsa Papua.

Termasuk pertanyaan tentang langkah-langkah untuk mengakhiri diskriminasi rasial terhadap orang asli Papua dalam konteks perlindungan hak minoritas. Komite Hak sipil dan Politik juga secara khusus meminta publikasi data sensus yang diperbarui yang dipilah berdasarkan latar belakang adat atau etnis.

Pada Juli 2013, Komite Hak Asasi Manusia PBB menyelesaikan tinjauan pertamanya atas Indonesia di bawah Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Sementara Indonesia diwajibkan berdasarkan konvensi yang telah disepakati pada tahun 2006, untuk menyerahkan laporan untuk review kedua tahun lalu, dan panitia saat ini memulai review kedua.

Hingga 1 Juni 2020, LSM telah menyampaikan informasi tentang daftar masalah apa yang harus ditanyakan komite kepada Indonesia untuk ditanggapi dan pertanyaan apa yang harus diajukan komite kepada Indonesia terkait perlindungan hak sipil dan politik di sana.

Proses yang diterapkan di sini disebut prosedur yang disederhanakan. Dalam sesi ke-129, panitia mengadopsi daftar isu sebelum pelaporan (LOIPR) di Indonesia berdasarkan informasi yang diterima dari LSM dan sumber lain.

Dengan demikian, International Coalition for Papua (ICP) menganggap bahwa terkait dengan Papua Barat, komite harus mengangkat isu-isu berikut terkait dengan pasal-pasal ICCPR kepada Indonesia:

Tingginya angka pembunuhan di luar hukum, penangkapan dan bentuk kekerasan lainnya dari aparat keamanan terhadap penduduk asli Papua tanpa mendapat hukuman

Pelanggaran atas kebebasan berkumpul dan berserikat, tahanan politik, perpindahan internal, pembatasan kebebasan media, diskriminasi rasial terhadap orang asli Papua, hak untuk menentukan nasib sendiri dan partisipasi dalam urusan publik orang asli Papua. Diskriminasi terhadap perempuan di Papua Barat dan hak atas pengadilan yang adil.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar