Din: Kalau Ikuti Indikator PBB, 150 Juta Orang Indonesia Itu Miskin!

Jum'at, 14/08/2020 08:35 WIB
M Din Syamsuddin, Ketua Dewan Pertimbangan MUI (sangpencerah.id)

M Din Syamsuddin, Ketua Dewan Pertimbangan MUI (sangpencerah.id)

Jakarta, law-justice.co - Banyak kalangan mulai pengamat ekonomi hingga tokoh nasional di tanah air meragukan angka kemiskinan yang dirilis pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2020.

Salah satunya ialah Ketua Umum Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju (DN-PIM) Din Syamsuddin.

Kata dia, data kemiskinan Indonesia yang dicatat pemerintah naik 9,78 persen atau menjadi 26,42 juta jiwa jauh lebih rendah jika indikator penghitungan yang dipakai merunut patokan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

Pasalnya kata dia, dalam indikator yang dipakai PBB, orang masuk dalam kategori miskin adalah mereka yang berpenghasilan di bawah 2 dolar AS per hari.

Sementara garis kemiskinan yang dipatok BPS sebesar Rp 454.652 per kapita per bulan atau kurang lebih Rp 15 ribu per hari.

“Jadi kalau mengikuti indikator dari PBB, maka di atas 150 juta rakyat negeri ini yang miskin," ujar Din Syamsuddin dalam diskusi virtual seperti melansir rmol.id, Kamis 13 Agustus 2020.

Selain itu, menurut Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut, pandemik virus corona baru (Covid-19) yang melanda Indonesia juga memperbesar dampak perekonomian masyarakat.

"Dan ini semua semakin diperparah dengan pandemik Covid-19. Walaupun gelagat resesi ekonomi ini sudah terjadi jauh sebelum pandemi Covid-19 dan semakin diperburuk oleh pandemik Covid-19. Dan kita menyaksikan tata kelola negara ini tidak cukup mampu untuk mengatasi itu semua," jelasnya.

Selain itu, dia juga menyoroti laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II yang anjlok sangat dalam hingga 5,32 persen.

Din menilai angka pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi itu bisa berpengaruh besar ke banyak sektor kehidupan rakyat.

"Dan tentu sebagai bukan ekonom, kita membaca, jika terjadi resesi ekonomi maka akan terjadi dampak sistemik ke dalam kehidupan bangsa tidak hanya di bidang ekonomi tapi juga bidang-bidang lain," ujarnya.

Sebagai contohnya dia memaparkan hasil pengamatannya tentang apa yang terjadi di masyarakat.

Di mana menurutnya, daya beli masyarakat mulai terlihat menurun, dan telah memberikan tanda bahwa resesi ekonomi telah terjadi.

"Jelas resesi ekonomi itu membawa daya beli rakyat akan berkurang, kemudian ketersediaan bahan-bahan pokok berkurang, termasuk juga berdampak pada terjadinya pengangguran. Secara teoritis, saya ketahui jika kontraksi setengah persen, 0,5 persen itu berarti setara 500 ribu tenaga kerja yang ter-PHK dan menganggur. Apalagi jika sekarang 05,32 persen, berarti 10 kali 500 ribu, berarti sekitar 2,5 juta atau lebih" ucapnya.

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar