Ruslan Buton Penulis Surat Terbuka untuk Jokowi Didakwa Pasal Berlapis

Kamis, 13/08/2020 20:46 WIB
Minta Jokowi Mundur & Kini Dipolisikan, Inilah Sosok Ruslan Buton. (Youtube: Media Sulsel)

Minta Jokowi Mundur & Kini Dipolisikan, Inilah Sosok Ruslan Buton. (Youtube: Media Sulsel)

Jakarta, law-justice.co - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menggelar sidang pembacaan dakwaan atas perkara mantan anggota TNI Ruslan Buton yang membuat surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai bersifat ujaran kebencian diunggah ke media sosial. Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Ruslan berbuat onar dan melakukan ujaran kebencian.

Dakwaan itu terkait tindakan Ruslan yang meminta agar Presiden Jokowi mengundurkan diri lantaran dinilai gagal menyelamatkan bangsa dan negara dengan kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkannya.

"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana pada Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," ujar Ketua Tim JPU Abdul Rauf, dikutip dari detik.com, Kamis (13/8/2020).

Pasal kedua yang didakwakan jaksa terkait dengan tindakan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dan dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, yang diatur di Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Pasal ketiga, yaitu pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Sedangkan pasal terakhir yaitu Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Abdul Rauf menerangkan ancaman tertinggi terdapat pada Pasal 14 ayat (1), yakni 10 tahun penjara. Dia pun menegaskan dakwaan pasal terhadap Ruslan Buton bersifat alternatif, bukan berlapis.

"Alternatif, bukan berlapis. Kalau berlapis itu kumulatif. Ancaman tertingginya di Pasal 14 ayat 1, yaitu 10 tahun. Kalau ITE 6 tahun. Kalau di Pasal 14 ayat 1 ancaman paling lamanya," katanya.

Abdul Rauf menjelaskan Ruslan membuat rekaman suara yang berisi permintaan Jokowi mundur. Purnawirawan TNI itu kemudian menghubungi seorang wartawan bernama Andi Jumawi agar memuat berita tersebut di situs media yang bersangkutan.

"Bahwa niat terdakwa mengirim rekaman suara tersebut kepada saksi Andi Jumawi untuk memviralkan dan agar surat terbuka tersebut bisa langsung didengar oleh Pemerintah maupun oleh saudara Joko Widodo," ungkapnya.

Abdul Rauf memandang perbuatan Ruslan berpotensi memantik aksi kekerasan terhadap target yang dilakukan oleh pihak ketiga, baik individu maupun kelompok, memicu respons emosional dari target seperti perasaan terhina dan stres, dan mempengaruhi sikap masyarakat dengan menyebarkan kebencian.

Usai pembacaan dakwaan, majelis hakim Dedy Hemawan mengagendakan sidang kembali dilaksanakan pada Kamis (27/8/2020). Agenda sidang selanjutnya adalah pembacaan eksepsi oleh pihak penasihat hukum terdakwa Ruslan Buton.

Dalam kasus ini, Ruslan Buton, yang merupakan pecatan TNI, ditangkap setelah membuat heboh dengan meminta Presiden Jokowi mundur lewat surat terbuka. Ruslan ditangkap di kediamannya di Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra), pada Kamis (28/5/2020).

Usai ditangkap, Ruslan Buton diterbangkan ke Jakarta untuk menjalani proses hukum di Bareskrim Polri.

(Hendrik S\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar