Sebut Tangani Covid-19 di Depok Sulit, Mendagri Tito Ungkap Alasannya

Kamis, 13/08/2020 14:51 WIB
Mendagri Tito Karnavian sebut sulit tangani kasus covid-19 di Depok (Tirto)

Mendagri Tito Karnavian sebut sulit tangani kasus covid-19 di Depok (Tirto)

Depok, Jawa Barat, law-justice.co - Salah satu kasus covid-19 tertinggi di Jawa Barat adalah Kota Depok. Bahkan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengaku sangat sulit menangani kasus coovid-19 di Depok.

Menurutnya, untuk menangani kasus coivd-19 di Depok harus butuh strategi tersendiri dan khusus.

"Memang tidak mudah kalau untuk Kota Depok. Banyak problema di Kota Depok ini yang membuat harus ada strategi tersendiri," kata Tito seperti dikutip dari kontan.co.id, Kamis (saat menghadiri acara Gerakan 2 Juta Masker di Depok, Jawa Barat, Kamis (13/83/8/2020).

Tito lantas mengungkapkan sejumlah alasnnya. Dia mengatakan salah satunya adalah terkait letak geografis. Lokasi Depok yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta dan Bogor, menyulitkan kota tersebut untuk menerapkan lockdown.

Menurut Tito, tidak ada batas alam yang jelas antara Depok dengan wilayah sekitarnya. Sehingga, bisa dikatakan tidak mungkin Depok me-lockdown wilayahnya.

"Saya bilang hampir impossible, karena apa? Tidak ada batas alam antara Jagakarsa sama Depok bagian dekat Jagakarsa, sudah jadi satu," kata Tito.

"Hanya ada batas di peta saja, batas alamnya enggak jelas, dengan Kabupaten Bogor juga enggak jelas perbatasannya," lanjutnya.

Alasan kedua adalah terkait kemampuan finansial wilayah. Menurut mantan Kapolri itu, suatu daerah yang menerapkan lockdown berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan logistik warganya.

Apalagi dengan kondisi Depok yang jumlah penduduknya mencapai 2 juta jiwa, maka diperlukan anggaran yang tidak sedikit. Ketiga, terkait mobilitas warga Depok yang tinggi.

Menurut Tito, banyak masyarakat Depok yang bekerja di luar Depok dan pulang pergi setiap hari. Dengan kondisi yang demikian, sulit untuk melakukan karantina untuk mencegah penularan virus sebagaimana yang diterapkan di sejumlah negara tetangga.

Tito mencontohkan, di Singapura, warga yang hendak masuk ke suatu kota dari kota lain harus melakukan karantina selama 14 hari baru boleh bergabung dengan masyarakat.

Sebaliknya, warga dari satu kota pergi ke kota lain dan ingin kembali ke kotanya juga harus melakukan karantina 14 hari. Hal itu dinilai efektif untuk mengendalikan penyebaran virus. Namun, menjadi sulit untuk diterapkan di wilayah Depok.

"Setiap orang yang masuk dari Jakarta dia bekerja setelah itu dia masuk lagi ke Depok dia harus 14 hari karantina, mana mau mereka. Pasti dia 14 hari ya diberhentiin dia oleh bosnya," ucap Tito.

"Karena memang karakternya Depok ini banyak orang tinggal di sini kerjanya di sana, itu balik lagi tiap hari, enggak mungkin," tuturnya.

Dengan kondisi demikian, menurut Tito, Depok harus punya langkah khusus dalam mengendalikan covid-19, yakni proteksi terhadap individu.
Setiap penduduk Depok harus dipastikan mematuhi empat protokol kesehatan dasar, berupa memakai masker, rajin mencuci tangan, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan.

Menurut Tito, hal ini sulit untuk diterapkan. Meski begitu, wajib bagi setiap warga melakukannya. "Easy to talk but difficult to implement. Mudah mengatakan, melaksanakannya sulit," tutupnya.

 

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar