Saat Rakyat Menolak Jadi Kelinci Percobaan Vaksin Corona China

Minggu, 09/08/2020 09:13 WIB
Ilustrasi Vaksin Covid-19 (Ist)

Ilustrasi Vaksin Covid-19 (Ist)

Jakarta, law-justice.co - Hingga saat ini tidak diketahui pasti kapan virus covid 19 atau virus corona akan mengakhiri serangannya. Berbagai negara telah berusaha sekuat tenaga untuk bisa melepaskan diri dari pandemi virus corona yang telah memakan banyak korban nyawa dan meruntuhkan ekonomi negara.

Indonesia termasuk negara yang ingin secepatnya lepas dari serangan pandemi corona salah satunya dengan cara menguji coba vaksin virus corona kepada rakyatnya. Karena sejauh ini memang belum ditemukan vaksin yang tepat untuk penangkal virus corona yang masih merajalela.

Seperti diberitakan, Universitas Padjadjaran (Unpad) bersama BUMN Bio Farma akan melakukan uji klinis calon vaksin COVID-19 yang disuntikkan kepada 1.620 orang Indonesia.  Uji klinis vaksin corona buat Sinovac dari China dijadwalkan akan berjalan selama enam bulan lamanya. Mereka yang oleh pemerintahan Jokowi dinamai relawan itu akan menjalani uji klinis tahap III. 

Rencana uji coba calon vaksin virus corona ini tak urung telah memunculkan pro dan kontra. Muncul juga pertanyaan mengapa uji coba itu harus dilakukan di Indonesia tidak di negara asal pembuatnya ?. Dengan adanya rencana uji coba klinis calon vaksin corona ini sebenarnya pertanda apa ? Kepada siapa sebaiknya calon vaksin virus corona ini di uji coba ?

Menuai Pro Kontra

Rencana uji coba bakal vaksin virus corona memang telah menimbulkan pro kontra di masyarakat kita. Mereka yang setuju menyatakan bahwa uji klinis seperti itu memang sudah sewajarnya dilakukan karena banyak negara lain telah melakukannya. Sebagaimana dinyatakan oleh Sekretaris Perusahaan PT Bio Farma Bambang Heriyanto, uji klinis vaksin yang dilakukan itu hal yang lumrah saja seperti halnya juga dilakukan di mancanegara.

“Uji klinis itu  hal lumrah dan berlaku untuk semua di seluruh dunia. Bio Farma juga pernah melakukannya. Pernah uji klinis suatu produk dilakukan di Swedia, Afrika. Memang enggak ada masalah,” ujar Bambang sebagaimana dikutip pers, Kamis (23/7/2020). 

Uji klinis fase ketiga vaksin Sinovac ini tak hanya dilakukan di Indonesia. Uji klinis juga dilakukan di Brazil, Turki, dan Cile beberapa negara lainnya. Mengapa vaksin virus corona itu harus di uji coba di Indonesia, menurut a Bambang, karena saat ini kasus Covid-19 di China sendiri sudah menunjukkan penurunannya. Sementara, kasus di Indonesia, Brazil, dan Cile masih terjadi peningkatan dengan angka yang tinggi perkembanganya.

Bambang mengungkapkan, ada keuntungan bagi Indonesia dengan uji klinis calon vaksin virus corona. Keuntungannya, kita bisa mengetahui langsung respons vaksin virus corona pada penduduk Indonesia. Dengan demikian, bisa dilihat kesesuainnya dibandingkan jika harus membeli vaksin yang sudah jadi atau tinggal menggunakan saja.

Namun uji coba vaksin corona di Indonesia juga memunculkan pendapat yang kontra. Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu menilai ada pertanyaan unik di balik kedatangan vaksin itu dimana masyarakat harus mengetahuinya. Yaitu tentang uji coba tahap III yang tidak diselesaikan di China.“Kenapa tahap I dan II diuji coba di China dan tahap III yang massal dibawa ke Indonesia untuk diujicoba oleh rakyat Indonesia. Semoga ada yang bisa jelaskan,” tekannya dalam akun Twitter pribadi, Selasa (22/7).

Kritik tajam atas kedatangan vaksin ini juga sempat diutarakan anggota Ombudsman RI, Alvin Lie. Dengan tegas dia mempertanyakan kehebatan dari Sinovac yang telah diserahkan Kemlu ke PT Bio Farma.Kehebatan yang dimaksud adalah uji klinis dari China dan sertifikasi yang menegaskan vaksin itu ampuh khasiatnya.“Apakah vaksin ini sudah lolos uji klinis negaranya dan mendapat sertifikasi?” ujarnya di akun Twitter pribadinya Senin (20/7).

Pengujian tahap III (percobaan pada manusia) vaksin corona dari China di Indonesia mengundang keprihatinan bagi anggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil. Menurutnya, uji coba itu sama saja menjadikan warga negara ini sebagai kelinci percobaan vaksin corona.

Nasir mengaku miris jika kemudian rakyat Indonesia justru dijadikan objek dari vaksin yang belum teruji khasiatnya. Sebab, kemungkinan vaksin itu gagal dan berakibat buruk bagi manusia sangat terbuka . “Kan itu trial and error, uji coba namanya. Berarti bisa berhasil dan gagal. Kalau berhasil bagaimana, kalau gagal gimana? Tapi bukan berhasil atau gagal yang kita bicarakan,” ujarnya.

Dia mempertanyakan alasan pemerintah mau menjadikan Indonesia sebagai tempat untuk melakukan ujicoba klinis tahap III. Padahal di negara Cina sendiri vaksin tersebut belum sempat diujicobakan pada masyarakatnya. “Apa tidak ada negara lain? Kenapa Indonesia menerima nya? Seharusnya Indonesia punya sikap, yang tegas dan jelas, tidak ingin rakyatnya dijadikan “kelinci percobaan”. Seharusnya begitu,” katanya sebagaimana dikutip GridHEALTH.id, 23/7/20.

Mereka Menolak

Saat ini banyak negara berlomba-lomba untuk membuat vaksin yang dapat digunakan untuk menolong umat manusia dari pandemi virus corona jenis baru atau Sars-CoV-2 yang dampaknya mengerikan bagi umat manusia.

China sebagai negara yang dijadikan sorotan karena tempat virus berasal, tentu saja, juga mengembangkan vaksin terus menerus untuk melawan pandemi virus corona yang sedang melanda dunia.Sayang, siapa sangka China menjadi negara yang warganya mungkin akan menjadi yang terakhir menggunakan vaksin yang dikembangkan negaranya.

Hal tersebut muncul karena ketidakpercayaan masyarakat terhadap vaksin setelah terjadi skandal oleh perusahaan vaksin di China. Skandal besar di tahun 2018 tersebut membuat kepercayaan masyarakat lokal menurun terhadap produk vaksin negaranya. 

Investigasi yang dilansir dari South China Morning Post sebagaimana dikutip dikutip GridHEALTH.id, 23/7/20, menemukan perusahaan vaksin terkemuka, Changchun Changsheng Biotechnology telah dengan sengaja membuat produk vaksin yang kedaluwarsa. Tidak hanya itu, mereka juga melaporkan hasil yang difabrikasi mengenai pembuatan vaksin rabies pada tahun 2018 silam. 

Pada Oktober tahun lalu Pprusahaan yang berada di provinsi Jilin, China tersebut mendapat gugatan sebesar 1.3 milyar Dolar Amerika. Skandal ini  dibicarakan pada media sosial China dan menjadi debat heboh yang setelah dihimpun oleh tim ilmuwan Amerika, ditemukan lebih dari 11 ribu pesan mengenai ketidakpercayaan rakyat terhadap vaksin hasil produk negerinya.

Bahkan, semenjak insiden tersebut rakyat juga tidak percaya dengan pemerintah mereka. Kini, perdebatan di Weibo meningkat lagi mengenai tingginya keraguan penduduk dan ketidakpercayaan mereka dengan pemerintah China. 

Hal tersebut disampaikan oleh David Broniatowski, ketua pengambil keputusan laboratorium Universitas George Washington di Amerika ."Banyak penduduk China mengutarakan kekhawatiran mereka terhadap ancaman yang mungkin muncul dari vaksin tersebut. Kekhawatiran tersebut membesar tidak hanya untuk vaksin rabies tetapi semua vaksin yang dibuat dari Changchun Changsheng Biotechnology."

Hal ini jelas mengkhawatirkan. Sebab, jika begitu maka penanganan penyakit Covid-19 di China dapat terhambat hanya karena persepsi masyarakat telah menyamaratakan semua vaksin dan semua perusahaan farmasi yang ada disana. 

Pada Juli 2018 silam, pemerintah China menyebut jika perusahaan vaksin tersebut telah melanggar peraturan nasional dan prosedur standar dengan memproduksi 250 ribu dosis vaksin rabies. Berita dengan cepat beredar di Weibo tidak lama setelah insiden tersebut, yang membuat pimpinan perusahaan dan 14 pegawainya ditangkap.

Lebih dari pegawai nasional, provinsi dan lokal juga ditahan atas keterlibatan mereka dalam skandal tersebut. Termasuk dari para aparatur negara adalah empat dari Balai Makanan dan Obat China. Yang membuat warga sulit percaya adalah, mantan pimpinan Balai Makanan dan Obat China tersebut adalah salah satu yang terlibat dalam skandal tersebut. 

Ternyata bukan hanya warga China yang enggan jadi obyek uji coba dan divaksin produk sendiri untuk mengatasi pandemi virus corona. Dari Afrika, pesebak bola terkenal Didier Drogba dan Samuel Eto`o marah betul soal wacana menjadikan Afrika sebagai tempat uji coba vaksin virus corona. Hal tersebut dianggap sebagai rasisme.

Drogba dan Eto`o menjadi dua eks pemain asal Afrika yang menentang ide uji coba vaksin virus corona di Benua Hitam. Keduanya sepakat jika tindakan tersebut menunjukkan masih adanya rasisme di Eropa. It is totally inconceivable we keep on cautioning this.Africa isn’t a testing lab. I would like to vividly denounce those demeaning, false and most of all deeply racists words. Helps us save Africa with the current ongoing Covid 19 and flatten the curve. pic.twitter.com/41GIpXaIYv— Didier Drogba (@didierdrogba) April 2, 2020

"Ini sangat tidak masuk akal, Afrika bukan laboratorium uji coba. Saya dengan tegas mencela gagasan yang hina, ngawur, dan kata-kata rasis tersebut," kata Drogba di Twitter."Kalian semua haram jadah! Dasar gobl*k, bukankah Afrika itu taman bermain kalian..." Eto`o melampiaskan kekesalannya di Instagram.

Afrika sendiri tercatat menjadi wilayah dengan kasus COVID-19 paling sedikit bila dibandingkan dengan Eropa dan Asia. Berdasarkan Pusat Pengendalian Penyakit Afrika, tercatat baru ada kurang lebih 7.000 kasus di seluruh Benua Hitam hingga 3 April 2020, berbanding jauh dengan 59.105 kasus di salah satu negara Eropa, yakni Prancis.

Pertanda  Apa ?

Kabarnya  sampel vaksin dari China untuk diuji coba  pada rakyat Indonesia sudah tiba dan siap untuk di ujicoba. Rencananya, vaksin Covid-19 ini akan diuji klinis fase III di Indonesia pada akhir Agustus mendatang. Melalui akun Twitternya, @jokowi,Presiden Joko Widodo juga menyampaikan rencana uji klinis vaksin virus corona dari Sinovac tersebut.“Kita akan melaksanakan uji klinis vaksin Covid-19 tahap ketiga dengan melibatkan 1.620 sukarelawan.

Proses dan protokolnya mendapat pendampingan secara ketat oleh BPOM.Apabila berhasil, BUMN Bio Farma siap memproduksi vaksin ini dengan kapasitas 100 juta dosis per tahun,” demikian Jokowi.

Kita akan melaksanakan uji klinis vaksin Covid-19 tahap ketiga dengan melibatkan 1.620 sukarelawan.Apabila berhasil, BUMN Bio Farma siap memproduksi vaksin ini dengan kapasitas 100 juta dosis per tahun. pic.twitter.com/hSga1DSbrg — Joko Widodo (@jokowi) July 22, 2020

Rencana uji coba vaksin di Indonesia itu seperti diduga mendapatkan respons dari para netizen. Mereka pada umumnya mempertanyakan banyak hal terkait dengan rencana tersebut.Pertanyaan itu diantaranya, kenapa harus relawan dari Indonesia  yang dijadikan uji coba ?

“Mending jangan diuji coba pak.Karena bapak menggunakan kata " Apabila berhasil"..Itu kata yg mencerminkan ketidak yakinan.Jangan jadikan rakyat kita jadi kelinci percobaan.,” tulis akun @taufik_waha08.

“Ijin bertanya KANGMAS. Bagaimana jika: ANDAIKATA TIDAK BERHASIL aliyas GAGAL? Bagaimana nasib 1.620 Sukarelawan Tahap ke 3 itu?”komentar akun @RadenKianSayang. Pertanyaan lain yang muncul seperti mengapa vaksin itu tidak di ujicoba dulu sampai tuntas di China sana sebelum di uji coba tahap ketiga di Indonesia. 

Demikian juga pertanyaan mengapa banyak negara yang memproduksi calon vaksi virus corona tetapi yang di uji coba calon vaksin virus corona dari China, apakah ini ada agenda tertentu yang sengaja di sembunyikan oleh pemerintah ?.

Tak urung adanya uji coba calon  vaksin virus corona di Indonesia menimbulkan kecurigaan bahwa pemerinta tidak terlalu peduli kepada keselamatan rakyatnya. Tentu uji klinis seperti ini akan menimbulkan efek samping sehingga sudah selayaknya kalau pemerintah tidak mengizinkan uji coba fase ketiga di Indonesia . Karena dengan adanya izin dari penguasa berarti pemerintah telah merelakan tergadainya keselamatan dan kesehatan bahkan nyawa rakyat sebagai kelinci percobaan.

Memang ada nilai ekonomi di balik uji klinis fase tiga di Indonesia,dikutip kompas, 27/7/20, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Dany Amrul Ichdan menyebutkan, pemerintah harus menyiapkan sekitar Rp 25 triliun-Rp 30 triliun untuk uji klinis vaksin Covid-19. Perkiraan angka tersebut dikalkulasikan dengan perkiraan harga vaksin yang mencapai 5-10 dollar AS, dikalikan dengan 175 juta vaksin. "Kalau katakanlah 5 dollar itu harganya dan dijual lebih kurang dengan harga yang sama, berarti negara harus mengalokasikan lebih kurang sekitar Rp 25 sampai 30 triliun-lah harus disiapkan," katanya.

Dengan nilai proyek yang begitu besar,sejatinya pemilihan rakyat Indonesia sebagai kelinci percobaan ada yang memaknai sebagai upaya mengejar keuntungan materi semata disamping tujuan lainnya. Besarnya untung yang akan diraup oleh pemerintah menjadi satu-satunya alasan penguasa negeri ini menutup mata akan efek samping maupun akibat dari uji coba tersebut. 

Kiranya ada nuansa belenggu ekonomi Kapitalis di balik uji coba vaksin COVID-19. Kapitalisme memandang COVID-19 tidak hanya sekadar wabah namun virus yang dapat mendulang keuntungan. Yakni, dengan memproduksi vaksin secara massal. Tentu bisnis menguntungkan ini membutuhkan penelitian demi penelitian serta uji klinis berfase-fase.

Selain mengeluarkan modal yang tidak sedikit, bisnis ini juga membutuhkan nyawa sebagai taruhannya, yaitu ketika masa-masa uji coba vaksin dan obat-obatan. Walhasil, hilangnya nurani penguasa maupun pengusaha dengan mengorbankan nyawa rakyat tidak lain demi keuntungan yang berakar dari rusaknya pemikiran akibat pengadopsian sistem ekonomi kapitalis. Kesehatan dikapitalisasi demi meraup keuntungan sebesar-besarnya.

Obyek Uji Coba

Sampai saat ini pemerintah masih menunggu orang orang  yang bersedia untuk menjadi relawan calon vaksin virus corona uji coba klinis tahap ketiga yang akan melibatkan 1.620 sukarelawan. Jumlah itu sejauh ini masih belum terpenuhi namun diharapkan pada akhir bulan agustus jumlahnya sudah mencapai target yang di inginkan. Jika jumlah relawan telah terpenuni pada akhir bulan agustus maka memasuki bulan September uji coba vaksin itu sudah bisa dimulai.

Masalahnya ternyata tidak mudah mencari orang yang secara suka rela mau menjadikan dirinya sebagai kelinci percobaan calon vaksin virus corona. Meskipun gencar dikampanyekan bahwa uji coba vaksin virus corona itu aman bagi manusia tapi nyatanya masih banyak orang enggan untuk menjadi sukarelawan.

Berkaitan dengan hal ini menarik apa yang disampaikan oleh aktivis dari Eksponen Gerakan Mahasiswa 98, Haris Rusly Moti, merespons uji coba klinis vaksin untuk proses penyembuhan infeksi virus corona baru (Covid-19) yang dibuat oleh Sinovac Biotech, perusahaan asal China.

Menurut Haris Rusly, seharusnya vaksi yang datang dari China tersebut harus diujicobakan terlebih dahulu kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), Para Menteri Koordinator, Menteri BUMN dan juga seluruh kepala daerah.

Ia mengatakan hal tersebut agar rakyat tidak dijadikan korban ujicoba vaksin. “Sobat ada baiknya vaksin abal-abal yang diimpor dari China itu diuji coba duluan ke Presiden, Menko, Meneg BUMN dan seluruh kepala daerah. Biar mereka yang jadi kelinci percobaan. Jangan korbankan rakyat dengan vaksin abal-abal,” cuitnya dalam akun Twitternya, sepetti dikutip Rabu (22/7/2020).

Gagasan untuk menyuntikkan calon vaksin virus corona kepada para penguasa yaitu presiden beserta jajarannya kiranya tepat untuk memberikan tauladan kepada rakyatnya. Bahwa pemimpin mau mengambil resiko dengan bersedia menjadi teladan untuk memerangi virus corona.

Tetapi gagasan seperti itu kiranya hanya menjadi gagasan tanpa makna. Karena dengan berbagai dalih mereka para penguasa dipastikan akan menolaknya. Mereka tidak akan mau  menyediakan dirinya sebagai tumbal / martil untuk sebuah uji coba yang menjadikan nyawa sebagai taruhannya. Meskipun dalam berbagai kesempatan mereka selalu bilang bahwa uji coba ini aman bagi manusia. Tetapi faktanya mereka tidak akan mau melakoninya.

Hal ini diakui sendiri oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir yang mengaku dirinya tak mau disuntik vaksin saat dalam diuji coba.Erick menjelaskan, saat ini pihaknya masih sedang mencari relawan untuk sebanyak 1.620 orang dan ditargetkan akan terhimpun pada akhir bulan ini. Ketika jumlah yang ditargetkan tercapai, maka pada awal September 2020 akan dilakukan penyuntikan uji coba.

Namun, saat dikonfirmasi salah seorang wartawan terkait apakah Erick juga menjadi bagian dari orang yang disuntik vaksin Corona? Sontak Erick mengatakan, tidak. "Kenapa? Oh, kalau saya enggak etis, lebih baik relawan yang sesuai syarat yang sudah ditentukan. Bukannya enggak mau disuntik, Ya sebagai Menteri BUMN disuntik di belakang lah, biarkan mayarakat dulu baru kita. Masa kita duluan, inget bukannya takut disuntik ya," ujar Erick sambil melemparkan tawa, Jakarta, Jumat  sebagaimana dikutip pers (7/8/2020).

Seyogyanya sebagai pemimpin yang bertanggungjawab harus bersedia memberikan tauladan bagi rakyatnya dalam memerangi wabah seperti virus corona. Jika wabah melanda maka semestinya penguasa mendorong para ilmuwan, dokter, dan ahli kesehatan lainnya untuk berusaha menemukan obat maupun vaksin yang dapat menyembuhkan rakyat. Serta dapat mengeluarkan negeri dari kungkungan virus berbahaya tanpa harus mengorbankan rakyatnya. 

Jika ada uji coba vaksin maka uji coba yang dilakukan tidak dengan mengorbankan kesehatan, keselamatan, dan nyawa rakyatnya. Karena negara berkewajiban melindungi seluruh warga negara dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Negara harus menjamin hak hidup setiap warga negara. Sehingga para ilmuwan dan ahli kesehatan harus berupaya semaksimal mungkin dengan menggunakan bahan-bahan terbaik didukung fasilitas terbaik untuk menghasilkan vaksin dan obat tanpa harus uji klinis yang menyebabkan efek samping kepada manusia.

Hal ini tentu bukan sekadar konsep khayalan semata. Sebab, Ibnu Sina, seorang ilmuwan, dokter, serta cendekiawan Muslim mampu membuktikan kepada dunia pada masa teknologi belum semaju sekarang. Bagaimana gambaran struktur mata manusia tanpa harus melakukan pembedahan. Semua itu ia lakukan atas dasar penggalian dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan bahkan hingga kini, kitab-kitab karya Ibnu Sina dijadikan rujukan dalam dunia kedokteran dan kesehatan.

Dengan demikian, bukan hal yang mustahil menciptakan obat dan vaksin tanpa harus menjadikan rakyat sebagai kelinci percobaan. Kalaupun terpaksa karena satu dan lain hal percobaan itu harus dilakukan kepada manusia maka alangkah bijaknya jika relawan relawan uji coba berasal dari kalangan penguasa sendiri. Minimal adalah orang orangnya penguasa sebagai kelinci percobaannya bukan kepada rakyat pada umumnya.

Kesediaan berkorban oleh pemimpin kiranya akan menjadi catatan tersendiri bagi rakyat yang dipimpinnya. Bahwasanya dengan kesediaan pemimpin menjadi relawan uji klinis vaksin corona menunjukkan kesediaan berkorban untuk rakyatnya termasuk berkorban nyawa. Tapi tipe pemimpin seperti itu akhir akhir ini memang semakin langka. Yang banyak adalah pemimpin yang mengakali rakyatnya demi keuntungan diri sendiri dan kelompoknya.

Ditengah badai virus corona yang melanda Indonesia saat ini tipe pemimpin seperti apa yang sedang memerintah Indonesia sudah bisa terbaca dengan sangat gambangnya sebab mereka sendiri yang menyibak tirai penutupnya.

(Ali Mustofa\Warta Wartawati)

Share:




Berita Terkait

Komentar