Gila! Presiden Ini Justru Mau Bunuh Semua Pasien Covid-19 di Negaranya

Rabu, 05/08/2020 11:55 WIB
Ilustrasi Penanganan Corona. (CNNIndonesia)

Ilustrasi Penanganan Corona. (CNNIndonesia)

Jakarta, law-justice.co - Terhitung per hari Selasa 4 Agustus 2020 kemarin, Presiden Filipina, Rodrigo Duterte kembali memberlakukan penguncian wilayah di Ibu Kota Manila selama dua minggu.

Pasalnya, negara itu kembali mengalami lonjakan kasus COVID-19 hingga lebih dari 100 ribu kasus.

Dia menyetujui penguncian Metro Manila dan provinsi terdekat seperti Laguna, Cavite, Rizal dan Bulacan di bawah `Modified Enhanced Community Quarantine` atau MECQ sampai 18 Agustus.

Menurut dia, penguncian ini akan memengaruhi 25 juta warga atau hampir seperempat dari lebih dari 100 juta penduduk Filipina.

Beberapa kegiatan bisnis dan angkutan umum juga akan ditutup di ibu kota. Belum diketahui apakah penerbangan domestik akan terpengaruh.

Keputusan ini diambil setelah 80 kelompok lokal yang mewakili 80 ribu dokter dan satu juta perawat menyerukan kontrol yang lebih ketat, karena negara itu mulai kelelahan melawan virus corona.

"Saya telah mendengar Anda. Jangan kehilangan harapan. Kami sadar Anda lelah," kata Duterte seperti melansir viva.co.id, Selasa 4 Agustus 2020 kemarin.

Duterte juga menyetujui usulan mempekerjakan 10 ribu tambahan profesional medis untuk menambah tenaga kerja saat ini dan memberikan manfaat tambahan bagi petugas kesehatan yang merawat pasien COVID-19.

Namun kemarin, Duterte juga mencerca para dokter yang mengungkapkan kekhawatiran tentang situasi sistem kesehatan negara itu, dan menantang mereka untuk mendeklarasikan sebuah revolusi.

"Kamu benar-benar tidak mengenal saya. Anda ingin revolusi? Kalau begitu katakan. Silakan, coba saja. Kami akan menghancurkan segalanya. Kami akan membunuh semua orang yang terinfeksi COVID-19," kata Duterte dengan nada marah.

"Itukah yang Anda inginkan? Kita selalu dapat mengakhiri keberadaan kita dengan cara ini," imbuhnya.

Tidak jelas bagaimana Duterte mengangkat masalah revolusi, karena pernyataan dari para dokter tidak menyebutkan tentang bangkit melawan pemerintah.

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar