Menelisik Bobroknya Proyek Pasar Rakyat Ala Kemendag (Tulisan-II)

Sepak Terjang Aktor Politik dalam Mafia Proyek Revitalisasi Pasar

Rabu, 29/07/2020 22:00 WIB
Revitalisasi Pasar Minggu, Jakarta Selatan masih menyisakan masalah pedagang kaki lima yang berdagang di sepanjang jalan raya Pasar Minggu (Foto:Ulin Nuha/Law-Justice)

Revitalisasi Pasar Minggu, Jakarta Selatan masih menyisakan masalah pedagang kaki lima yang berdagang di sepanjang jalan raya Pasar Minggu (Foto:Ulin Nuha/Law-Justice)

[INTRO]

Jelang Pilkada Serentak 2020, program revitalisasi pasar kian digalakkan. Kepala Daerah diduga mengambil untung guna meraup uang dan simpati rakyat. Banyaknya kasus korupsi terkait proyek revitalisasi pasar seharusnya menjadi perhatian bahwa program tersebut rawan jadi bancakan demi kepentingan politik.

Program revitalisasi pasar yang sudah berjalan sejak periode 2015-2019 yang menghabiskan anggaran Rp 13,1 triliun diklaim berhasil oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag). Jika mengacu dari target yang ditetapkan, pemerintah menargetkan program itu mampu membangun pasar rakyat sebanyak 5000 pasar di seluruh Indonesia.

Pada realisasinya, Kemendag berani mengklaim sudah berhasil membangun 5.273 pasar di seluruh Indonesia. Namun pada kenyataannya, ada rapor merah dari program yang menyedot anggaran besar itu dan berpotensi menyuburkan korupsi di daerah.

Dalam catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) semester II tahun 2019, lembaga audit negara itu mencatat ada potensi kerugian negara dari rangkaian proyek itu dengan nilai lebih dari Rp 50 miliar. Selain itu, BPK juga mendesak Kementerian Perdagangan untuk tidak melanjutkan program itu terutama di daerah-daerah yang tidak bisa mempertanggungjawabkan anggaran dan kelanjutan proyek tersebut.

Anehnya, Kemendag justru mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK. Predikat itu adalah yang ke-9 kalinya secara berturut-turut sejak 2011. Padahal, hampir setiap tahun terjadi masalah dalam proyek revitalisasi pasar di seluruh wilayah Indonesia.

Dalam wawancara jarak jauh dengan Plt Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Suhanto menjelaskan, program tersebut diklaim mampu meningkatkan omzet pedagang dan meningkatkan jumlah pembeli.

“Allhamdullilah sesuai dengan target pemerintah dalam hal ini pemerintah secara keseluruhan dari tahun 2015 sampai 2019 kita dapat merevitalisasi pasar sebanyak 5.273 pasar. Dimana terdiri dari Kemendag sendiri menyelesaikan 4.958 pasar rakyat dan ada kementerian terkait yaitu Kemenkop dan UKM sebanyak 299 unit pasar rakyat dan Kemen PUPR sebanyak 16 unit pasar rakyat. Artinya pemerintah secara keseluruhan dalam tahun 2015-2019 telah berhasil mencapai target 5.273 pasar rakyat,” ungkapnya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (29/7/2020)

“Setelah revitalisasi pasar ini rata-rata pasar mengalami kenaikan omzet sekitar 20% bahkan ada yang mencapai 100% dibandingkan sebelum adanya revitalisasi pasar. Artinya kita melihat dengan adanya peningkatan omzet ini, perekonomian di tingkat masyarakat mengalami peningkatan dalam transaksi yang ada di pasar-pasar rakyat tersebut,” tambah Suhanto soal peningkatan omzet pedagang di pasar hasil revitalisasi.

Banyaknya proyek revitalisasi pasar yang mangkrak dan juga tidak sesuai dengan spesifikasi menjadi catatan merah yang setiap tahun berulang dan seakan tidak bisa dituntaskan. Menanggapi hal itu, Suhanto menegaskan akan menindaklanjuti setiap temuan dari lembaga audit negara tersebut.

“Prinsipnya, semua temuan BPK pasti harus ditindaklanjuti. Terhadap temuan-temuan BPK misalnya di salah satu kabupaten kami langsung memonitor kepada kabupaten tersebut untuk menindaklanjutinya temuan BPK,” ujarnya.

Proyek Revitalisasi Diatur Sejak Awal?
Dari penelusuran Law-Justice, proyek revitalisasi pasar rakyat ini menjadi bancakan kelompok di daerah. Tak hanya itu, beberapa partai politik diduga juga turut menitipkan daerah pemilihannya agar bisa mendapatkan jatah anggaran revitalisasi pasar.

Praktik lainnya adalah mengatur pemenang tender lelang proyek revitalisasi pasar. Dalam dokumen LPSE dalam proses lelang proyek revitalisasi pasar, ada beberapa nama perusahaan dengan badan hukum CV mengikuti proses lelang. Hal itu hanya untuk menutupi agar terkesan proses tender berjalan sesuai aturan. Pada kenyataannya, pemenang lelang diduga sudah mengenal dan melakukan lobi-lobi di daerah, mulai dari tingkat DPRD, Pemerintah Kabupaten dan Kota, hingga elit politik di daerah tersebut.

Misalnya saja dalam kasus suap Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria Manalip dan dua orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka dalam proyek revitalisasi pasar Lirung dan Pasar Beo.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita barang bukti itu total senilai Rp 450 juta lebih. Barang itu terdiri dari tas tangan merk Channel senilai Rp97.360.000; tas merk Balenciaga seharga Rp32.995.000; jam tangan merk Rolex seharga Rp224.500.000; anting berlian merek Adelle senilai Rp32.075.000; serta cincin berlian merek Adelle seharga Rp76.925.000. Selain itu ada uang tunai sebesar Rp50 juta yang diamankan sebagai barang bukti

Diduga barang-barang itu diberikan oleh pengusaha bernama Bernard Hanafi Kalalo sebagai bagian dari fee 10 persen terkait dua proyek revitalisasi pasar. Barang mewah itu merupakan permintaan Benhur Lalenoh yang merupakan orang kepercayaan Manalip sebagai Bupati.

Menanggapi hal itu, Plt Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Suhanto menjelaskan lembaganya berpegang pada aturan Kementerian Perdagangan No.2 tahun 2019 tentang pedoman pengenalan dan pembangunan sarana perdagangan yaitu pasar rakyat. Sehingga, kriteria apa saja yang bisa masuk dalam program revitalisasi pasar itu bisa terkendali.

“Jadi kriteria yang masuk dalam program revitalisasi adalah pasarnya rusak berat, kedua pasar yang terdampak karena bencana, ketiga pasar yang sudah berusia lama, yang terakhir adalah berdasarkan kebutuhan kabupaten kota,” ungkap Suhanto.

Dia pun menjelaskan soal mekanisme penganggaran dan pengajuan dari pemerintah daerah baik tingkat kabupaten kota atau provinsi. Sehingga kata dia, Kementerian Perdagangan punya acuan dokumen pengajuan dari Pemerintah Daerah sebagai dasar penentuan anggaran.

“Mekanismenya adalah pemerintah daerah dalam hal ini walikota atau gubernur mengusulkan atau mengajukan kepada menteri perdagangan atau cq Dirjen Perdagangan dalam negeri dengan dilengkapi dokumen pendukung antara lain sertifikat tanah, photo-photo pasar kondisi seperti apa dengan proposal yang tentunya berapa yang diajukan anggaran untuk revitalisasi pasar,” pungkasnya.


Pasar Ciputat, Tangerang Selatan (Foto: Ricardo Ronald)

Soal banyak keluhan dan banyaknya proyek mangkrak karena pemenang lelang tidak sesuai standar. Suhanto menjelaskan bahwa selama proyek berjalan ada evaluasi dan melakukan penghitungan ulang agar negara tidak dirugikan selama proyek berjalan.

“Pada intinya kita dalam melakukan pembangunan pasar adalah melalui Tugas Pembantuan (TP). Ya Itupun itu semuanya dilakukan oleh semua pemerintah daerah. Dimana atas usulan dari pemerintah daerah tersebut kita melakukan penilaian evaluasi terhadap proposal serta kita adakan penghitungan ulang agar tertib apa yang dibentuk oleh Kemendag untuk menyetujui satu proposal,” ungkapnya.

Suhanto juga menegaskan, ada tim pengawasan yang berperan mengawasi jalannya proses proyek revitalisasi pasar mulai dari pelelangan hingga penyelesaian kontrak sesuai dengan aturan.

“Jadi kriteria yang masuk dalam program revitalisasi adalah pasarnya rusak berat, kedua pasar yang terdampak karena bencana, ketiga pasar yang sudah berusia lama, yang terakhir adalah berdasarkan kebutuhan kabupaten kota,” kata Suhanto yang juga merangkap sebagai Sekjen Kementerian Perdagangan.

Dia juga menegaskan agar proyek revitalisasi pasar ini bisa diawasi oleh masyarakat. Dan melalui penegak hukum juga bisa menindak apabila adanya penyelewengan anggaran selama proyek tersebut berjalan.

“Mengenai adanya penyelewengan, tentunya bila ada informasi penyelewengan pasti kami setuju aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan,” tegas dia.

Lobi-lobi Politik dalam Kasus Revitalisasi Pasar Minahasa Selatan
Salah satu contoh korupsi terkait proyek revitalisasi pasar adalah yang menjerat Anggota DPR RI 2014-2019 Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso. Bowo Sidik terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (28/3/2019). Dia ditangkap dengan barang bukti uang pecahan Rp 50.000 di dalam amplop, untuk “serangan fajar” Pemilu 2019.  

Salah satu sumber uang tersebut terkait dengan proyek revitalisasi pasar 4 di Minahasa Selatan, tahun 2017 dan 2018. Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (23/10/2019), Bowo Sidik Pangarso mengaku menerima uang sebesar Rp 600 juta dari Bupati Minahasa Selatan, Christiany Eugenia Tetty Paruntu. Bowo Sidik menerima uang tersebut dua tahap lewat sebuah mobil.

"Saya terima, saya buka di mobil saya buka aja Pak, itu nilainya Rp300 juta. Kedua juga sama Rp300 juta, waktu itu ada pergantian ketua umum yang Pak Novanto kena masalah, ketua umumnya kan diganti Pak Airlangga," kata Bowo saat itu, sebagaimana dilansir dari Tirto.

Politikus partai Golkar itu menerangkan, permintaan bantuan itu bermula ketika Tetty melangsungkan rapat dengan pimpinan partai Golkar. Dalam rapat tersebut, para pimpinan partai menginstruksikan agar seluruh kader yang menjabat di legislatif dapat memperhatikan bupati yang berasal dari partai berlambang pohon beringin itu.

"Kemudian salah satu Bu Tetty mintalah ke saya `Tolong dibantu Pak untuk kepentingan pasar`. Saya bilang `Ya langsung saja ke Kemendag, karena itu ada aturan, ada juklas-juknisnya yang harus dipenuhi kabupaten tersebut," tuturnya.

Setelah itu, Bowo mengatakan Tetty meminta kepada Kepala Dinasnya untuk mengirim proposal tersebut ke Kementerian Perdagangan (Kemendag). Kemudian kata Bowo, aturan untuk menyetujui proyek revitalisasi pasar harus melalui rekomendasi dari anggota Komisi VI DPR RI.

"Nah kemudian kemudian Bu Tetty dapat dua pasar," jelas dia.

Bowo juga mengaku pernah menerima amplop berisi uang dari Tetty melalui sesama kader Partai Golkar Dipa Malik. Uang tersebut diberikan Dipa sebanyak dua tahap, pertama di Plaza Senayan, dan di Cilandak Town Square.

"Ya memberikan amplop (Uang) itu Dipa Malik kepada saya. Pertama di Plaza Senayan, kedua di Citos ya," terangnya.


Rentetan Kasus Korupsi Proyek Revitalisasi Pasar (Grafis: Cristopher)

Bowo menuturkan, pemberian uang tersebut karena Tetty khawatir digeser dari Ketua DPD Partai Golkar. Sehingga Bupati Minahasa Selatan itu meminta kepada Bowo untuk berkomunikasi dengan anggota DPP Partai Golkar.

"Bersamaan dengan itu, saya diminta bantuan Bu Tetty untuk mengomunikasikan dengan Pak Setya Novanto agar dia bisa menjadi Ketua DPD Golkar. Nah kemudian apapun kita bareng-bareng komunikasikan dia juga bisa menjadi ketua DPD Golkar," jelas dia.

Hal yang sama dibenarkan rekan anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso, Dipa Malik, yang mengaku pernah dititipi amplop coklat besar dari Bupati Minahasa Selatan Christiany Eugenia Paruntu untuk Bowo.

Dipa mengira bahwa isi amplop tersebut hanya proposal revitalisasi pasar yang diajukan oleh Christiany. Sebab, ia juga menerima banyak salinan-salinan proposal dari Christiany untuk instansi terkait di Jakarta.

Hal itu diakui Dipa saat mengonfirmasi berita acara pemeriksaan (BAP), Rabu (25/9/2019).

Dipa bersaksi untuk Bowo yang didakwa menerima gratifikasi sebesar 700.000 dollar Singapura dan Rp 600 juta secara bertahap.

"Ya proposal itu sekalian, ada dalam amplop tersebut besar coklat, Pak. Saya enggak tanya (isinya apa), itu dibungkus ada gambar Minahasa-nya, ada bungkusan kertas coklat juga, amplop. Saya kasihkan saja ke Bowo," kata Dipa.

Kekacauan Revitalisasi Pasar Ciputat
Salah satu pasar yang bermasalah dalam program revitalisasi adalah Pasar Ciputat, Tangerang Selatan (Tangsel). Rencana  pemugaran pasar itu sudah selesai dibahas dengan DPRD Tangsel sejak 2018, tapi baru dilaksanakan pada tahun ini, jelang Pilkada Serentak bulan Desember mendatang.

Jurnalis Law-Justice.co mencoba menelusuri sampai dimana rencana revitalisasi Pasar Ciputat, Selasa (28/7/2020). Pasar seluas 5.670 meter persegi itu terdiri dari dua gedung dengan jumlah tampungan berkisar 650 pedagang.

Saat ini hanya lantai dasar dan lantai 1 saja yang dipenuhi pedagang. Lantai 2 dan lantai 3 nyaris kosong tidak terisi. Pedagang juga berseliweran di beberapa ruas jalan di depan pasar, yang menimbulkan suasana kumuh dan macet.

Beberapa pedagang yang ditemui mengatakan, revitalisasi pasar Ciputat ini justru menimbulkan polemik. Pasalnya, tidak semua pedagang menyetujui program tersebut karena tidak ingin meninggalkan tempat usaha yang sudah mereka diami puluhan tahun.

Pedagang ikan asin bernama Jas, misalnya, mengaku menolak rencana relokasi lapaknya. Sebab, dia telah mencari nafkah selama puluhan tahun di tempat tersebut. Jas lebih memilih bertahan, meski harus membayar sewa tempat dengan harga sewa yang lebih tinggi.

"Ya jangan direlokasi, tetap di sana saja. Mau bayar berapapun, daripada masuk ke dalam mending saya bayar saja, Rp 200 atau Rp 300 per bulan. Di sini omset saya Rp 3,5 juta," kata Jas.


Lantai 2 Pasar Ciputat yang tidak dihuni pedagang (Foto: Ricardo Ronald)

Pendapat berbeda diutarakan oleh Hadi Kardi. Dia menyetujui rencana renovasi, dengan catatan ada kepastian bahwa di tempat baru juga akan ramai seperti di tempat lama.

"Saya setuju pak. Kita diminta ke pindah kesini karena di tempat lama akan direnovasi. Kita ikuti aturan pemerintah, yang penting (nanti) ditempatkan di posisi yang tepat, usaha bisa laku, dan pembeli bisa keluar masuk di tempat kita," jelas Hadi.

Polemik lain yang muncul adalah pedagang mengaku tidak ada kepastian hingga saat ini soal rencana revitalisasi dan relokasi Pasar Ciputat ini. Hingga saat ini mereka nekat menempati lokasi di luar area gedung Pasar Ciputat, yang kumuh dan berdesakan. Sebagian besar dari mereka enggan menempati lokasi yang sudah disediakan karena jauh dari jangkauan pembeli.

"Harapan saya, kalau ini mau dibenerin enggak apa-apa yang penting kita bisa dagang lagi. Jangan dikasih tempat yang ngumpet dan susah pembeli," kata salah seorang pedagang sayur yang enggan disebutkan namanya.

Law-justice mencoba menemui Ketua RT 03, RW 09, Ciputat, Tangsel, Suryadi Jaya di bilangan pasar Ciputat. Menurut Suryadi, hingga saat ini kabar tentang rencana renovasi pasar Ciputat, belum jelas. Suryadi mengaku kerap mendapat pertanyaan dari pedagang setempat terkait realisasi relokasi lapaknya. 

"Saya belum tahu info pastinya. Sementara dari Disperindag, mau dipindahin saja. Tadinya, bulan Juni kemarin mau dipindahkan, cuma batal. Nah ini baru ada kabar lagi, banyak pedagang yang nanya sama saya," kata Suryadi.

"Nah ini lah Disperindag enggak nyata dan membuat susah pedagang. Lagi covid kaya gini, makin susah. Kalau saran saya, pastikan dulu hari, tanggal, dan bulannya. Jangan sampai gagal lagi karena pedagang menunggu kepastian untuk pemindahan," tambah dia.

Sementara itu, saat dihubungi secara terpisah, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Tangerang Selatan Maya Mardiana mengatakan, mandeknya proyek revitalisasi pasar Ciputat yang sudah dicanangkan dari tahun 2017, karenakan program itu harus melalui berbagai tahap mulai dari pemetaan masalah, kajian, hingga beberapa rencana dalam jangka panjang dan pendek.

"Jadi betul revitalisasi dilakukan persiapannya sejak 2017 akhir sesuai dengan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah). Melalui skema KPBU untuk kawasan Ciputat di jangka panjang maupun skema revitalisasi dengan APBD di lokasi pasar Ciputat eksisting pada anggaran APBD 2020," jelas Maya kepada Law-Justice, Rabu, (29/7/2020).

Saat dimintai keterangan soal mekanisme aliran Dana Alokasi Khusu (DAK) revitalisasi pasar Ciputat dari pusat ke daerah, Maya mengatakan, hal itu terstruktur sesuai dengan Perpres nomor 88 tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Alokasi DAK Khusus Fisik.

Ternyata polemik revitalisasi Pasar Ciputat ini bukan hanya terjadi di kalangan pedagang namun juga di kalangan pejabat Pemda Tangsel.

Kepala Disperindag Kota Tangsel Maya Mardiana bersikeras bahwa program tersebut adalah revitalisasi pasar, berupa perbaikan Sarana dan Prasarana (Sarpras), fasilitas penunjang diantaranya kelengkapan untuk kios atau lapak, Ramp (jalur troli dan penyandang disabilitas) di setiap lantai, tata letak, pencahayaan, sirkulasi udara, saluran air, saluran pembuangan, ruang laktasi, ruang publik, mushola, dan lain-lain.

"Kios-kios memerlukan perbaikan fungsi, seperti pencahayaan, saluran air, saluran pembuangan, listrik, serta udara untuk kenyamanan pedagang dan konsumen. Revitalisasi adalah suatu cara untuk menghidupkan kembali hal itu,” ujar Maya.

Namun berdasarkan informasi yang diperoleh, Ketua Komisi III DPRD Kota Tangsel Zulfa Sungki Zulfa pernah membantah bahwa program tersebut bukan revitalisasi, melainkan renovasi pasar Ciputat. Sebab, revitalisasi pasar membutuhkan biaya tidak kurang dari Rp 100 miliar, sementara rencana revitalisasi Pasar Ciputat memakan biaya Rp 14 miliar. Pada 2017 lalu, pasar itu pernah di renov dengan menelan biaya Rp 2 miliar. 

Hal itu dibenarkan oleh Wakil Wali Kota Tangsel, Benyamin Davnie. Dia memastikan, pasar Ciputat hanya dilakukan peremajaan yang bertujuan mengembalikan fungsi pada bangunan yang sudah ada. Menurutnya, peremajaan untuk menertibkan pedagang yang membuka lapak di sepanjang Jl. Usman, Ciputat, Tangsel.

Benyamin bakal meminta para pedagang untuk kembali masuk ke kawasan bangunan yang telah tersedia untuk berdagang. Dia menduga, para pedagang sengaja memindahkan lapak ke badan Jalan Usman, padahal mereka sudah memiliki ruko di dalam gedung.

Penegak Hukum Harus Proaktif
Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menduga, ada pihak-pihak di dalam Kemendag yang turut mengatur proyek revitalisasi ini sehingga mudah untuk jadi bahan bancakan. Proyek revitalisasi pasar memang rawan penyimpangan dan merugikan keuangan negara, sebagaimana temuan BPK.

"Misalnya di pasar Ciputat itu, patut diduga ada kepentingan pencitraan politik untuk Pilkada. Modusnya sengaja diulur, nanti menjelang Pilkada baru diselesaikan, seolah-olah ini prestasi," kata Trubus kepada Law-Justice.

Modus serupa juga terjadi di beberapa daerah lainnya. Proyek revitalisasi pasar ini bukan hanya melibatkan pejabat daerah dan pusat, namun politisi di DPRD juga memiliki peran penting karena program tersebut harus mendapat persetujuan badan legislasi.

"Di daerah, Kemendag memang terkesan pasif. Posisi mereka terjepit. Politisi dan Parpol turut bermain," ucap dia.

Karena itu, Trubus mendorong agar penegak hukum lebih proaktif dalam mengawal setiap proyek revitalisasi pasar yang sering bermasalah. Dia mengatakan, masalah yang sering muncul dalam program revitalisasi pasar adalah pengerjaan yang mangkrak hingga permainan spek yang tidak sesuai dengan rencana awal. Intervensi Kepala Daerah sangat kuat dalam pembangunan pasar.

"Kuncinya memang di penegak hukum. Aparat pengawas internal pemerintah biasanya pengawasannya lemah," imbuh Trubus.

Kontribusi Laporan: Bona Ricki Siahaan, Ricardo Ronald, Januardi Husin

(Tim Liputan Investigasi\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar