MAKI akan Lapor KY Jika Berkas PK Djoko Tjandra Tetap Dikirim ke MA

Rabu, 29/07/2020 14:11 WIB
Berkas PK Djoko Tjandra tak boleh dikirim ke MA. (Media Indonesia)

Berkas PK Djoko Tjandra tak boleh dikirim ke MA. (Media Indonesia)

Jakarta, law-justice.co - Kasus buronan Djoko Tjandra yang sempat heboh terus bergulir. Kali ini soal permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Dengan terbongkarnya kelakukan Djoko Tjandra dan pengacaranya, timbul perdebatan soal berkas PK Djoko Tjandra, apakah tetap dikirim ke Mahakmah Agung (MA) atau tak dilanjutkan dan menjadi arsip di PN Jaksel saja?

Terkait hal itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta agar berkas PK tersebut tak bole dikirim ke MA.

"Kami tetap konsisten meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap berkas PK Joko Tjandra tidak perlu dikirim ke MA karena Joko Tjandra tidak pernah hadir dalam persidangan dan alasan sakit tidak cukup karena tidak ada bukti opname dirawat di sebuah Rumah Sakit," katanya melalui siaran persnya, Rabu (29/7/2020).

Boyamin mengatakan, apabila Ketua PN Jaksel tetap mengirimkan berkas tersebut ke MA, maka MAKI akan melaporkannya ke Komisi Yudisial (KY). Jika itu terjadi, MAKI menilai Ketua PN Jaksel melakukan pelanggaran etik.

"Kami meminta Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk tidak mengirim ke Mahkamah Agung atas berkas perkara Pengajuan PK Joko Tjandra dan jika memaksa tetap dikirim maka Kami pasti akan mengadukannya kepada Komisi Yudisial sebagai dugaan pelanggaran etik," tegas Boyamin.

Boyamin lantas menjelaskan bahwa permohonan PK yang diajukan oleh buronan hak tagih (cessie) Bank Bali tersebut memiliki cacat formal. Adapun beberapa alasannya adalah sebagai berikut;

"Pertama, berdasar bukti foto memori PK yang diajukan Djoko Tjandra tertulis pemberian kuasa kepada Penasehat Hukum tertanggal 5 Juni 2020. Hal ini bertentangan dengan keterangan Anita Kolopaking yang menyatakan Djoko Tjandra baru tanggal 6 Juni 2020 masuk Pontianak untuk berangkat ke Jakarta. Artinya pada tanggal 5 Juni 2020 Joko Tjandra belum masuk Jakarta sehingga jika dalam Memori PK surat kuasanya tertulis ditandatangani tanggal 5 Juni 2020 maka Memori Pengajuan PK adalah cacat dan menjadikan tidak sah," jelas Boyamin.

Alasan kedua kata Boyamin adalah, Dirjen Imigrasi menyatakan Djoko Tjandra secara de jure ( secara hukum ) tidak pernah masuk Indonesia karena tidak tercatat dalam perlintasan pos imigrasi Indonesia sehingga Djoko Tjandra secara hukum haruslah dinyatakan tidak pernah masuk ke Indonesia untuk mengajukan PK.

Lalu, selama persidangan Penasehat Hukum tidak pernah menunjukkan dan atau menyerahkan bukti paspor atas nama Djoko Tjandra yang terdapat bukti telah masuk ke Indonesia sehingga dengan demikian haruslah dinyatakan Djoko Tjandra tidak pernah mengajukan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kata dia, jika ada orang mengaku Djoko Tjandra datang ke PN Jaksel maka orang tersebut adalah Hantu Blau.

Sementara alasan ketiga, Djoko Tjandra dalam mengajukan PK didahului dan disertai perbuatan-perbuatan melanggar hukum yaitu memasuki Indonesia secara menyelundup dan selama di Indonesia menggunakan surat jalan palsu dan surat bebas covid palsu sehingga proses hukum pengajuan PK haruslah diabaikan karena dilakukan dengan cara-cara melanggar dan tidak menghormati hukum.

"Bahwa berdasar ketentuan Surat Edaran Mhkamah Agung ( SEMA ) Nomor 1 Tahun 2012 dan SEMA Nomor 4 tahun 2016 jelas ditegaskan jika Pemohon PK jika tidak hadir maka berkas perkara tidak dikirim ke Mahkamah Agung dan cukup diarsipkan di Pengadilan Negeri, disamping juga terdapat cacat formal tersebut diatas," tutupnya.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar