Tidak Ada Pilihan, Kantor dan Sekolah Harus Tutup Sampai 2021!

Selasa, 28/07/2020 09:11 WIB
Ilustrasi Penanganan Corona. (CNNIndonesia)

Ilustrasi Penanganan Corona. (CNNIndonesia)

Jakarta, law-justice.co - Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman mengingatkan pemerintah untuk mengambil langkah pencegahan penularan virus corona yang lebih efektif, mengingat kasus Covid-19 di Indonesia yang terus meningkat.

Kata dia, tidak ada pilihan jika ingin menekan laju penularan Covid-19, pemerintah perlu mengkaji ulang pembukaan kantor di sektor non-esensial.

Menurut dia, Kantor di sektor non-esensial sebaiknya ditutup dan menerapkan kembali work from home (WFH) sampai akhir tahun. Demikian pula kata dia pada sektor pendidikan.

"Kantor dan sekolah harus ditutup sampai akhir tahun. Tak ada pilihan lain buat Indonesia, kecuali mau membuat risiko terjadinya lonjakan besar kasus infeksi dan kematian," katanya seperti melansir kompas.com, Senin 27 Juli 2020 kemarin.

Dia menambahkan, penutupan kantor non-esensial dan sekolah harus dilakukan secara serentak dengan kedisiplinan penuh dari masyarakat.

Menurut dia, kedisiplinan masyarakat menjadi penting, Pasalnya Indonesia tak mungkin menerapkan kembali penguncian atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang akan berdampak pada ekonomi negara.

Oleh karena itu, hal yang paling penting saat ini adalah mencegah kasus-kasus klaster seperti perkantoran dengan penerapan WFH atau bekerja dari rumah.

"Prioritas selama masa rawan pandemi ini harus WFH dulu," kata dia.

Menurut Dicky, Indonesia bisa belajar dari apa yang terjadi di Australia. Ia menyebutkan, 80 persen kasus di Australia berasal dari klaster perkantoran.

Potensi penularan di gedung tertutup sangat besar karena penularan Covid-19 melalui mikrodroplet di indoor dua puluh kali lebih besar dibandingkan dari outdoor.

"Penularan di kantor yang indoor ini dua puluh kali lebih besar daripada outdoor. Kondisi inilah yang membuat orang-orang di dalam gedung sangat rawan," kata dia.

Disisi lain, Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengatakan, meski angkanya telah mencapai 100.000 kasus, puncak pandemi virus corona di Indonesia masih jauh dan sulit diprediksi.
"Belum (puncak pandemi), masih jauh," ungkapnya.

Puncak pandemi Covid-19 dapat dilihat jika sudah ada perlambatan pertumbuhan kasus. Sementara, di Indonesia, hal ini susah diprediksi.

"Sulit diprediksi karena tidak ada variabel yang bisa dipakai," ujarnya.

Oleh karena itu, pemerintah diingatkan untuk memprioritaskan penanganan pandemi Covid-19.

Sebelumnya, pada Senin 27 Juli 2020 kemarin, angka kasus infeksi Covid-19 di Indonesia menembus angka 100.303 kasus, tertinggi di Asia Timur dan Asia Tenggara.

Angka 100.000 ini diperoleh setelah adanya tambahan 1.525 kasus baru, dengan total kematian akibat Covid-19 sebanyak 4.838 kasus.

Salah satu sumber penularan yang menjadi sorotan belakangan ini adalah meningkatnya penularan dari perkantoran.

Sejak Juni, sejumlah perusahaan menerapkan kembali bekerja di kantor, dengan aturan yang telah ditetapkan gugus tugas. Namun, penularan tetap tak bisa dihindari.

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar