Politisi Demokrat Nilai Ceramah Tengku Zulkarnain Rasis

Senin, 27/07/2020 03:45 WIB
Direktorat Advokasi BPN Prabowo-Sandi, Ferdinand Hutahaean (Foto: Merdeka)

Direktorat Advokasi BPN Prabowo-Sandi, Ferdinand Hutahaean (Foto: Merdeka)

Jakarta, law-justice.co - Pernyataan Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnain dalam ceramahnya yang diduga menyinggung diskriminasi budaya Jawa dinilai politisi Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean sebagai provokasi, melecehkan serta merendahkan ustadz-ustadz di wilayah itu.

"Apa yg disampaikan olh Tengku Z, sy pikir itu sgt berbau provokasi, melecehkan, dan merendahkan. Krn kalau kt melihat sejarah bangsa ini, justru org Jawa lah yang paling banyak berjuang dan daerah Jawa lah yang menjadi basis paling besar kemerdekaan RI," tulis Ferdinand di akun Twitternya, seperti dilansir dari netralnews.com, Senin (27/7/2020).

"Orang Sumatera Utara itu karakternya perantau, maka kami akan selalu mendekatkan diri dengan suku dimanapun. Dari seluruh pulau Indonesia, orang Sumut pasti ada dan selalu bersahabat dengan semua orang. Tidak ada karakter menyerang, melecehkan suku lain," imbuhnya.

Sebelumnya, seperti dilansir dari tagar.id, Ferdinand menegaskan, dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, Jawa merupakan suku yang paling banyak berjuang melawan penjajahan di negeri ini.

Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia itu menuturkan, selama ini dirinya tidak pernah menemukan orang-orang Jawa itu lemah, melainkan lebih memiliki bersifat Njawani atau mempunyai norma kesantunan terhadap orang-orang disekitarnya.

"Jadi jangan dilihat bahwa karakter Jawa yang Njawani istilahnya ya kalau disebut itu rendah hati dan ramah. Jangan dianggap itu sebagai karakter yang lemah. Tidak! Saya tidak pernah menemukan orang Jawa itu lemah. Tetapi memang dia selalu menunduk dan merendah. Karena memang itulah budaya asli budaya nusantara yang menjadi kebanggaan kita. Kita ini rendah hati, tepo seliro dan toleran kepada sesama," ujarnya.

"Itulah karakter asli orang nusantara yang kemudian disebut menjadi orang Indonesia asli ketika Indonesia dimerdekakan," kata Ferdinand menambahkan.

Dia berpendapat, sebagai seorang ustadz tidak seharusnya Tengku Zul mengucapkan perkataan yang dapat menimbulkan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat.

(Hendrik S\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar