Adian Napitupulu: BUMN Bukan BIN yang Rekrutmennya Disembunyikan

Minggu, 26/07/2020 16:55 WIB
Politisi PDIP, Adian Napitupulu. (Foto: KOMPAS.com/ IMAM ROSIDIN)

Politisi PDIP, Adian Napitupulu. (Foto: KOMPAS.com/ IMAM ROSIDIN)

Jakarta, law-justice.co - Politikus PDI Perjuangan Adian Napitupulu meminta Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terbuka terkait pemilihan direksi maupun komisaris di BUMN, karena seleksi petinggi perusahaan pelat merah itu haruslah diketahui publik.

"Apa yang ditutupi? Apa yang dirahasiakan? Apa yang disembunyikan?. Kenapa harus tertutup jika terbuka," ujarnya, dilansir dari Kompas.com, Minggu (26/7/2020).

Adian mengungkapkan, perusahaan negara haruslah dikelola secara transparan karena menyangkut uang rakyat di dalamnya, termasuk keterbukaan dalam rekrutmen direksi dan komisaris BUMN.

Adian mengungkapkan, perusahaan negara haruslah dikelola secara transparan karena menyangkut uang rakyat di dalamnya. Termasuk keterbukaan dalam rekrutmen direksi dan komisaris BUMN. Ia juga menjelaskan mengapa dirinya menyatakan ada 6.200 komisaris dan direksi titipan di BUMN. Menurut dia, pernyataan ini dia lontarkan karena semua proses yang dilakukan secara tertutup.

"BUMN itu bukan Badan Intelijen Negara layaknya CIA atau M16 yang proses rekrutmennya dirahasiakan. Berhentilah bermain-main seolah BUMN adalah film Mission Impossible. Bukankah titipan-titipan itu konsekuensi dari tidak adanya sistem rekrutmen yang tidak transparan. Setahu saya budaya korporasi yang tertutup itu adalah budaya korporasi yang lahir dari mindset orde baru," jelasnya.

Dia tak mempersoalkan siapa saja yang dipilih menjadi petinggi di perusahaan pelat merah, meskipun kandidatnya berasal dari partai politik atau relawan Pilpres. Asalkan, kata dia, proses seleksinya bisa diketahui publik.

"Rakyat berhak tahu, relawan pendukung Jokowi juga perlu tahu, bahkan mungkin partai pendukung Jokowi juga perlu tahu berapa orang dari 6.200 orang itu yang tidak setuju dengan ide dan tujuan Jokowi, membenci Jokowi tapi menikmati buah keringat mereka yang jungkir balik memenangkan Jokowi," ungkap dia.

Menurut dia, semestinya pejabat BUMN dipilih dari mereka yang mendukung pemerintah. Ini karena agar kebijakan pemerintah bisa dieksekusi sampai ke bawah.

"Lebih jauh lagi apa mungkin mereka yang tidak setuju dengan ide dan tujuan Jokowi mau berjuang di BUMN induk, anak dan cucu untuk memastikan ide, program dan tujuan Jokowi tercapai? Kalau ada berapa banyak dan di mana?" katanya.

Lebih lanjut, anggota DPR RI ini juga menjawab pernyataan staf khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga yang menyatakan dirinya tak paham soal korporasi karena mempertanyakan alasan tertutupnya pemilihan direksi dan komisaris perusahaan pelat merah.

Adian menilai pernyataan Arya adalah kesalahan besar. Sebab, selama ini ada sejumlah perusahaan BUMN yang mengumumkan lowongan jabatan komisaris maupun direksi seperti Perusda Pasar Surya, PT Patralog, PT Bank Jatim, dan PT Jateng Petro Energi.

"Dari contoh di atas maka pernyataan bahwa tidak pernah ada lowongan direksi maupun komisaris corporate yang diumumkan secara terbuka tentu sebuah kesalah besar atau sok tahu yang sangat akut," ujarnya.

Sebelumnya, staf khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga menyatakan pernyataan Adian adalah sebuah blunder. Adian, kata dia, memalukan diri sendiri dengan kesalahan pernyataan yang disebabkan ketidaktahuan akan proses pengisian jabatan pimpinan perusahaan.

"Saya bisa mengatakan bahwa Bung Adian ini jadi banyak blundernya karena tidak paham budaya korporasi," kata Arya kepada wartawan di Jakarta, Jumat kemarin.

Dalam budaya korporasi, kata Arya, sebuah perusahaan tidak pernah membuka lowongan secara terbuka untuk posisi direksi dan komisaris. Ini tak hanya berlaku bagi BUMN, melainkan semua perusahaan.

"Mana ada perusahaan pernah membuka lowongan pekerjaan untuk direksi atau komisaris di media-media atau diumumkan secara terbuka," tutur dia.

Dia pun meminta untuk melakukan pengecekan hal itu. "Coba saja, cek di perusahaan-perusahaan manapun di dunia ini. (Pernyataan Adian) lucu, begitu. Mungkin ada satu, dua (perusahaan), tapi jarang sekali," tambahnya.

(Hendrik S\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar