Legislator Minta Pemerintah Tidak Perlu Impor Sayur

Minggu, 26/07/2020 03:15 WIB
Memanen sayuran bayam di bantaran kali Kanal Banjir Timur, Jakarta Timur, Sabtu (25/07). Ulin Nuha/law-justice.co

Memanen sayuran bayam di bantaran kali Kanal Banjir Timur, Jakarta Timur, Sabtu (25/07). Ulin Nuha/law-justice.co

Jakarta, law-justice.co - Anggota Komisi IV DPR Andi Akmal Pasluddin mengatakan, Indonesia tidak perlu impor sayur-sayuran dari China karena negara ini negara agraris. Impor sayur-sayuran dari China yang melonjak mulai tahun 2019 hingga saat ini masih berdampak pada beredarnya sayuran impor di pasaran.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor sayur-sayuran sepanjang tahun 2019 meningkat dari tahun 2018, menjadi 770 juta dollar AS atau setara Rp 11,3 triliun (asumsi kurs Rp 14.700 per dollar AS).

"Laporan para petani yang saya terima saat ini sayuran dari China seperti brokoli dan sawi telah marak di supermarket-supermarket. Mereka para petani mengeluh hasil panennya seperti brokoli di hargai per kilogram, Rp 1.500 sampai dengan Rp 2.000. Padahal sebelum-sebelumnya, brokoli mampu berharga Rp 21.000 per Kg. Petani Sawi putih pun merasa sangat berat karena hasil panennya di hargai Rp 1000 per Kg," ujar Akmal, melansir dari jpnn.com, Minggu (26/7/2020).

Akmal mengatakan saat ini pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah mendorong peningkatan eskpor produk hortikultura, khususnya sayur dan buah-buahan Indonesia ke Jepang. Dorongan ini memang memiliki alasan kuat karena sudah berdasarkan riset dan observasi di negara tersebut akan potensi permintaan sayur dan buah yang mampu di suplai dari Indonesia.

Politikus PKS ini berpendapat seharusnya, negara Indonesia ini tidak perlu impor-impor lagi dari China karena negara ini negara agraris. Indonesia sangat berpotensi besar memenuhi pasar buah dan sayuran Jepang, tetapi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri malah mengandalkan negara lain. Data yang ia kumpulkan dari BPS mencatat adanya impor buah-buahan asal China meningkat 191,41 persen menjadi USD 47,5 juta selama pandemi covid-19 ini.

“Pada musim reses ini, kami Komisi IV terjun ke lapangan untuk chek para keluhan petani akan maraknya sayur impor ini. Karena ada sesuatu yang belum pas antara kebijakan dan kenyataan di lapangan. Di satu sisi pemerintah mendorong ekspor sayur buah, disisi lain ada keluhan petani akan harga sayuran produk dalam negeri jatuh akibat impor," tegas Akmal. Akmal sangat setuju pemerintah membantu para petani lokal untuk mewujudkan ekspor sayur dan buah. Indonesia telah menjadi pemasok sayuran dengan pangsa pasar sangat kecil di Jepang yakni 0,9 persen. Padahal impor produk sayuran Jepang selama kuartal I 2020 mencapai USD 576 juta, sedangkan impor buah Jepang selama kuartal I 2020 mencapai USD 750,9 juta.

Akmal menegaskan meski Indonesia berada di nomor urut 13 pada negara-negara pemasok sayur buah ke jepang, ini karena potensi alam kita belum optimal digarap dengan serius.

Hamparan sinar matahari sepanjang tahun dan lingkungan yang lembab mestinya mampu menghasilkan produk-prouduk hortikultura yang khas yang tidak dimiliki negara-negara empat musim. "Saya mengingatkan, sejak tahun 2014, ketika Presiden RI yang saat ini menjabat mencalonkan yang pertama kali, pernah berkomitmen untuk menghentikan impor pangan. Indonesia punya modal untuk menuju kedaulatan pangan. Semoga keluhan para petani yang saya terima dapat direspons dengan baik dengan memperbaiki tata niaga pangan terutama sayur dan buah di pasaran. Jangan sampai petani sudah susah payah menanam, tersakiti dengan harga jual yang rendah akibat impor produk yang sama,” tutup Andi Akmal Pasluddin.

(Hendrik S\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar