Beda dengan Orba, Kini Rakyat Diam saat Jokowi Lakukan Politik Dinasti

Jum'at, 24/07/2020 12:07 WIB
Pernyataan Jokowi dan Megawati soal Dinasti Politik Cuma Omong Kosong. (global news)

Pernyataan Jokowi dan Megawati soal Dinasti Politik Cuma Omong Kosong. (global news)

Jakarta, law-justice.co - Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule menyebut korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) menjadi salah satu alasan utama rakyat marah para rezim Orde Baru yang dipimpin Soeharto.

Kata dia, presiden kedua RI itu menancapkan kroni-kroni dan kerabat dalam jabatan penting pemerintahan.

Disisi lain kata dia, Soeharto memang dikenal otoriter dalam memimpin negeri. Alhasil gelombang amarah rakyat tidak dapat terbendung dan akhirnya menumbangkan Soeharto dalam reformasi 1998.

“Dulu kemarahan rakyat terhadap rezim Soeharto adalah KKN dan otoriter. Reformasi 1998 pun memaksa Soeharto mundur dan turun tahta,” katanya lewat akun twitter pribadinya, Jumat 24 Juli 2020.

Namun kata dia, kondisi itu berbanding 180 derajat dengan saat ini. Menurut dia, sekarang akyat cenderung diam melihat polah pemimpin.

Bahkan sekalipun pemimpin negeri ini terang benderang mempersilakan anaknya maju di pilkada. Langkah yang dinilai oleh sebagian publik sebagai upaya menancapkan cakar dinasti.

Dia menilai, tidak ada pergerakan signifikan dari kelompok pemuda, aktivis, dan mahasiswa dalam mengkritisi fenomena ini.

Sebaliknya, muncul kelompok yang mengatasnamakan pemuda, aktivis, dan mahasiswa yang mendukung praktik-praktik KKN tersebut.

“Hari ini KKN malah semakin menjadi, politik dinasti secara vulgar dipertontonkan Jokowi. Anehnya, rakyat bukan saja diam, malah membela. Ngenes!” tegasnya.

Dia menambahkan, pihaknya juga mencatat bahwa tidak sedikit pelanggaran konstitusi dan UU yang telah dilakukan pemerintah.

Sistem ketatanegaraan diorak-arik melalui penerbitan Perppu 1/2020 yang kini menjadi UU 2/2020.

“UU Corona bukti bagaimana rezim Jokowi merusak sistem ketatanegaraan, melakukan pelanggaran serius terhadap konstitusi, dan praktik otoritarian dijalankan,” tegasnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar