Meski RUU HIP Diganti, Tetap Jadikan Rezim Penafsir Tunggal Pancasila

Selasa, 14/07/2020 09:47 WIB
Munarman pentolan FPI (suaradewan.com)

Munarman pentolan FPI (suaradewan.com)

Jakarta, law-justice.co - Hingga saat ini, polemik Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) masih terus bergulir.

Meski ditolak banyak pihak, ternyata RUU itu cuam bakal berganti nama bukannya dihapus.

Salah satu yang muncul adalah agar RUU tersebut diubah menjadi RUU PIP (Pembinaan Ideologi Pancasila).

Menanggapi perubahan nama itu, Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman menegaskan pihaknya tetap menolak.

Pasalnya kata dia, pergantian nama itu tidak berdampak banyak terhadap isi dari RUU tersebut.

“Ganti nama atau ganti judul tetap saja misinya sama, yaitu menjadikan rezim penguasa sebagai penafsir tunggal atas Pancasila yang disekulerisasi,” ujarnya seperti melansir jpnn, Senin 13 Juli 2020 kemarin.

Dia melanjutkan, dengan adanya RUU itu, Pancasila juga dijadikan alat oleh para elite politik untuk memberangus lawan politik.

“Tidak perlu dan tidak layak Pancasila diturunkan hanya dalam satu Undang Undang. Karena itu (RUU) mengambil alih fungsi pembukaan UUD dan sekaligus Batang Tubuh UUD. Secara sistematika dan logika berpikir yang konsisten, tafsir dan perumusan Pancasila itu diuraikan serta dielaborasi ke dalam Pembukaan UUD dan Batang Tubuh UUD,” ungkapnya.

Dia juga menuding para pihak yang mendorong RUU tersebut berniat untuk menipu rakyat.

Karena apa yang selama ini disampaikan tak sesuai dengan yang dilakukan.

“Bicara keadilan sosial, tetapi justru membuat kebijakan dan UU minerba yang memberikan kekayaan tambang Indonesia secara gratis hanya kepada segelintir korporasi asing, menaikkan iuran BPJS, menjual pembangkit listrik kepada swasta yang menyebabkan tarif bulanan naik, dan banyak lagi kejahatan politik lainnya,” tegasnya.

Oleh karenanya dia meminta kepada para pihak yang berusaha mendorong RUU tersebut untuk mengurungkan niatnya.

Karena pada dasarnya, kata Munarman, RUU itu telah mengganti Pancasila sebagai ideologi negara.

“Jadi, enggak usah pura-pura (bersikap) Pancasila,” tuturnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar