Laporan Oxfam:

Kematian Akibat Kelaparan Diduga Lebih Tinggi dari Korban COVID-19

Senin, 13/07/2020 21:08 WIB
Ilustrasi (Medical Express)

Ilustrasi (Medical Express)

law-justice.co - Gangguan pada produksi dan pasokan makanan akibat COVID-19 dapat menyebabkan lebih banyak kematian akibat kelaparan daripada penyakit itu sendiri, menurut laporan Oxfam yang diterbitkan Kamis (9/7). 

Laporan itu mendapati bahwa 121 juta lebih banyak orang dapat terjerumus ke ambang kelaparan tahun ini, sebagai akibat dari gangguan pada produksi dan pasokan makanan, berkurangnya bantuan serta pengangguran massal. 

Laporan tersebut juga memperkirakan bahwa kelaparan terkait COVID-19 dapat menyebabkan 12.000 kematian per hari. Puncak angka kematian global untuk COVID-19 pada bulan April adalah 10.000 kematian per hari.

“COVID-19 adalah tantangan terakhir bagi jutaan orang yang telah berjuang dengan dampak konflik, perubahan iklim, ketidaksetaraan, dan sistem pangan yang rusak yang telah memiskinkan jutaan produsen dan pekerja pangan,” kata Direktur Eksekutif Sementara Oxfam, Chema Vera dalam rilisnya. 

Oxfam mengatakan Yaman, Republik Demokratik Kongo (DRC), Afghanistan, Venezuela, Sahel Afrika Barat, Ethiopia, Sudan, Sudan Selatan, Suriah, dan Haiti adalah “titik pusat kelaparan ekstrim" yang kemungkinan akan sangat dipengaruhi oleh pandemi.

Sudah, banyak orang menghadapi kelaparan akibat tindakan lockdown. Yaman, misalnya, yang sangat bergantung pada impor pangan, telah melihat lonjakan harga pangan sebagai akibat dari rute pasokan dan penutupan perbatasan. Di India, pembatasan perjalanan menghambat pekerja migran dari bekerja di pertanian, meninggalkan banyak tanaman membusuk.

Namun, di seluruh dunia, perempuan dan rumah tangga yang dikepalai perempuan lebih mungkin menderita kelaparan terkait COVID-19 karena status ekonomi perempuan yang lebih rendah serta diskriminasi sistemik yang mereka hadapi. Perempuan, yang juga merupakan bagian penting dari pekerja informal, lebih mungkin terkena dampak parah dari adanya lockdown. (Time)

(Liesl Sutrisno\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar