Kasus Positif Tembus 70.000, Jurus Jokowi Dinilai Sudah Buntu

Minggu, 12/07/2020 06:58 WIB
Presiden Jokowi (detikcom)

Presiden Jokowi (detikcom)

Jakarta, law-justice.co - Berawal dari 2 kasus positif covid-19 yang muncul pertama kali pada Maret 2020, kini 4 bulan berselang jumlahnya melonjak berada di atas angka 70.000. Padahal, sejak pertama kali muncul dengan pasiennya yang berasal dari Depok, Presiden Jokowi langsung mengeluarkan jurus untuk menghadangnya. Ternyata jurus Jokowi dinilai sudah buntu.

Saat awal itu, Jokowi meneken dua aturan yakni Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2020 (Covid-19) dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.

Keputusan tersebut diambil di tengah perdebatan publik soal cara menangkal covid-19. Sebagian masyarakat berharap pemerintah menerapkan karantina alias lockdown. Sebagian menolak lockdown. Jokowi akhirnya memilih PSBB untuk menekan penyebaran virus corona di Indonesia.

"Untuk mengatasi dampak wabah tersebut saya telah memutuskan dalam rapat kabinet bahwa opsi yang kita pilih adalah pembatasan sosial berskala besar atau PSBB," kata Jokowi saat konferensi pers di Istana Bogor seperti dikutip dari cnnindonesia pada Selasa (31/3/2020).

Saat itu Jokowi mengatakan bahwa penerapan PSBB diajukan oleh kepala daerah, baik gubernur, bupati, maupun wali kota dan harus mendapat persetujuan dari menteri kesehatan. Selain itu, penerapan PSBB juga bisa berasal dari permintaan tim gugus tugas.

Untuk mendukung PSBB itu, pemerintah membatasi aktivitas sekolah dan tempat kerja, kegiatan keagamaan, kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Kemudian, kegiatan sosial dan budaya serta moda transportasi.

Saat Jokowi mengumumkan kebijakan PSBB pada 31 Maret itu, tercatat ada 1.528 kasus positif covid-19 di Indonesia. Data kasus positif harian sebelum PSBB pun berkisar di angka puluhan. Hanya beberapa mencapai angka 100 lebih.

Kebijakan PSSB kala itu sangat diharapkan bisa meredam corona. Jokowi bahkan sempat berseloroh target kurva corona menurun pada Mei.

"Target kita di bulan Mei ini harus betul-betul tercapai. Sesuai target yang kita berikan yaitu kurvanya sudah harus turun dan masuk posisi sedang di Juni, di Juli masuk posisi ringan. Dengan cara apapun," kata Jokowi.

Sebelum PSBB, angka positif harian tertinggi tercatat hanya 153 kasus, terjadi pada 27 Maret. Namun, angka ini kemudian melonjak tajam 30 hari setelah Jokowi mengumumkan PSBB.

Pada 1 Mei, tercatat ada 10.551 pasien positif covid-19 di Indonesia. Peningkatan kasus positif itu, tentu dibarengi peningkatan rata-rata kasus harian.

Setelah PSBB, rata-rata kasus harian berada di atas angka 100. Hampir setiap hari terjadi penambahan di atas 200 kasus. Lonjakan tertinggi terjadi pada24 April dengan lonjakan kasus positif harian sebanyak 436 kasus.

Di masa PSBB ini pemerintah Jokowi juga sempat memutuskan untuk melarang mudik lebaran 2020. Ia mengumumkan kebijakan itu pada 21 April.

Demi mendukung kebijakan itu, polisi dikerahkan untuk mengawasi pergerakan kendaraan, terutama dari Jakarta menuju daerah. Banyak mobil pribadi diputar balik karena tertangkap mudik. Kendaraan umum seperti bus, tak boleh mengangkut pemudik.

Namun berbagai kebijakan itu tetap tak mampu menekan jumlah kasus positif. Hingga 31 Mei, tercatat ada 26.473 kasus positif Covid-19 di Indonesia. Sementara data hingga 30 Juni, tercatat ada 56.835 kasus positif Covid-19 di Indonesia.

Pemerintah sempat menyatakan, tingginya angka positif covid-19 yang ada di Indonesia disebabkan karena kapasitas test dan tracing yang semakin massif.

Selain penerapan PSBB, dan larangan mudik, kebijakan lainnya yang dilakukan Jokowi adalah menambah alokasi belanja dan pembiayaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 sebesar Rp 405,1 triliun untuk menangani wabah corona.

Alokasi dana itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.

Sebagian besar anggaran atau sekitar Rp 150 triliun dialokasikan untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional, termasuk restrukturisasi kredit dan penjaminan serta pembiayaan untuk UMKM dan dunia usaha menjaga daya tahan dan pemulihan ekonomi.

Kemudian, sebesar Rp 75 triliun untuk bidang kesehatan meliputi perlindungan tenaga kesehatan, pembelian alat kesehatan, perbaikan fasilitas kesehatan, dan insentif dokter.

Berikutnya, sebesar Rp 110 triliun untuk jaring pengaman sosial (Social Safety Net) yang mencakup penambahan anggaran kartu sembako, kartu prakerja, dan subsidi listrik. Terakhir, Rp 70,1 Triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus KUR

Namun, kehadira Perppu tak begitu mulus. Pasalnya ada bberapa pihak yang mengugat. Namun, gugatan itu tak berpengaruh sehingga disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi UU.

Sementara dalam penerapannya, Perppu yang dikeluarkan Jokowi tak berjalan lancar. Serapan anggaran kementerian berjalan lambat. Puncaknya, Jokowi marah di hadapan para menterinya, 18 Juni lalu.

Kemarahan Jokowi ini terjadi saat Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara. Rekaman video sidang itu diunggah dalam akun Youtube Sekretariat Presiden, Minggu (26/6) lalu.

Suara Jokowi terdengar meninggi dan ia beberapa kali menyebut bakal mengambil langkah yang luar biasa keras untuk menghadapi Covid-19.

Jokowi menilai tak ada perkembangan signifikan dari kerja anak buahnya dalam menghadapi pandemi tersebut. Ia pun tak segan jika harus mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) maupun Peraturan Presiden (Perpres) agar penanganan Covid-19 lebih maksimal.

"Saya harus ngomong apa adanya. Nggak ada progress yang signifikan, enggak ada. Kalau minta perppu, saya buatin lagi perppu, asalkan untuk rakyat, untuk negara saya pertaruhkan reputasi politik saya," kata Jokowi.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar