Survei LSI: 76,3 Persen Pemilih Jokowi Mengaku Ekonominya Memburuk

Kamis, 09/07/2020 21:52 WIB
Charta Politika menyatakan Prabowo-Sandi diprediksi hanya akan menang di DKI Jakarta dan Banten serta Sumatera. (Foto: Agus Suparto/Fotografer Pribadi Jokowi)

Charta Politika menyatakan Prabowo-Sandi diprediksi hanya akan menang di DKI Jakarta dan Banten serta Sumatera. (Foto: Agus Suparto/Fotografer Pribadi Jokowi)

Jakarta, law-justice.co - Hasil riset yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyatakan, 74,8 persen publik menyatakan bahwa kondisi ekonomi mereka saat pandemi virus Korona lebih buruk dan bahkan jauh lebih buruk dibandingkan masa sebelum Covid-19.

Bahkan menurut Peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa, erekonomian masyarakat Indonesia anjlok lantaran Pandemi Covid-19, terutama bagi warga yang berada di zona merah.

Survei tersebut dilakukan LSI Denny JA secara tatap muka pada 8-15 Juni 2020, menggunakan 8.000 responden di 8 provinsi besar di Indonesia, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan Provinsi Bali.

Sementara margin of error sekitar 2,05 persen. Survei menggunakan riset kualitatif (analisis media dan indepth interview) untuk memperkuat temuan dan analisa.

“Hanya 22,4 persen yang menyatakan bahwa kondisi ekonomi mereka tidak berubah dibandingkan masa sebelum COVID-19. Dan hanya di bawah 2,2 persen yang menyatakan kondisi ekonomi mereka lebih baik,” ujarnya saat merilis hasil survei bertajuk “Kecemasan Publik Di Zona Merah” Selasa 7 Juli 2020 lalu.

Kata dia, hampir merata semua segmen masyarakat menyatakan kondisi ekonomi buruk.

Menurut dia, baik itu mereka yang kelas ekonomi atas maupun wong cilik, berpendidikan tinggi maupun rendah, tua maupun muda, dan semua konstituen partai politik.

Pada segmen ekonomi bawah kata dia, mereka yang menyatakan ekonomi memburuk sebanyak 81,3 persen. Sementara mereka yang merasa ekonomi tak berubah sebesar 15,8 persen. Kondisi buruk itu ternyata tak hanya terjadi di segmen ekonomi bawah, pada segmen ekonomi atas.

“Mereka yang berpendapatan di atas Rp 4,5 juta/bulan, sebanyak 59,9 persen menyatakan bahwa kondisi ekonomi mereka memburuk. Namun terdapat 37,3 persen responden yang menyatakan bahwa kondisi ekonomi mereka tidak berubah,” paparnya.

Dia menambahkan, pada segmen pendidikan, semakin rendah tingkat pendidikan semakin tinggi pula persepsi bahwa ekonomi mereka memburuk. Pada segmen mereka yang terpelajar, pernah kuliah atau di atasnya, mereka yang menyatakan ekonomi buruk sebanyak 62,5 persen.

Sementara mereka yang menyatakan bahwa kondisi ekonomi mereka tidak berubah sebanyak 34,3 persen. Pada segmen pendidikan rendah, mereka yang hanya lulus SD atau dibawahnya, sebanyak 78,8 persen menyatakan kondisi ekonomi mereka memburuk.

“Hanya sebesar 18,4 persen yang menyatakan kondisi ekonomi mereka sama saja atau tidak berubah,” ucapnya.

Selanjutnya kata dia, pada segmen pemilih PDIP, partai pemenang pemilu, sebanyak 77,8 persen menyatakan bahwa ekonomi mereka memburuk.

Pada konstituen Golkar, sebanyak 74,2 persen menyatakan ekonomi mereka memburuk. Pada segmen pemilih PKS, yang biasanya pemilih muslim kelas menengah yang tinggal di kota, sebanyak 70,7 persen menyatakan bahwa ekonomi mereka memburuk.

“Mereka yang menyatakan kondisi ekonomi memburuk juga mayoritas di pemilih Jokowi-Maruf maupun pemilih Prabowo-Sandiaga Uno. Di pemilih Jokowi-Maruf, sebanyak 76,3 persen menyatakan ekonomi mereka memburuk. Sementara di pemilih Prabowo-Sandiaga, sebanyak 74,2 persen menyatakan kondisi ekonomi mereka memburuk di tengah pandemi COVID-19,” tuturnya.

Menurut dia saat ini ingkat kecemasan publik atas kondisi ekonomi mereka berada di zona merah akibat enam bulan dilanda pandemi Covid-19.

Mayoritas mereka menyatakan ekonomi mereka memburuk (diatas 70 persen), dan mayoritas khawatir bahwa mereka tak mampu lagi memenuhi kebutuhan pokok mereka (diatas 80 persen).

“Sepanjang LSI Denny JA melakukan survei opini publik sejak tahun 2003, tak pernah ada kecemasan publik setinggi ini,”

Dia mengimbau pemerintah sebaiknya menghindari untuk membuat kebijakan yang makin memperburuk kondisi ekonomi warga. Kondisi masyarakat saat ini, ibarat rumput kering yang mudah terbakar. Sebab persepsi publik berpotensi mengubah krisis kesehatan menjadi krisis sosial dan politik.

“Pemerintah dibantu sektor swasta sebaiknya fokus untuk mengerahkan segala upaya menghidupkan kembali sentra-sentra ekonomi,” katanya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar