Ini Penjelasan MA soal Baru Rilis Gugatan Rachmawati Usai 9 Bulan

Rabu, 08/07/2020 13:46 WIB
Gedung Mahkamah Agung RI di Jakarta (Foto: Law-justice.co)

Gedung Mahkamah Agung RI di Jakarta (Foto: Law-justice.co)

Jakarta, law-justice.co - Mahkamah Agung akhir buka suara soal alasan kenapa baru mempublikasikan salinan putusan gugatan Rachmawati Soekarnoputri sembilan bulan usai perkara tersebut diputus oleh hakim.

Sebelumnya perkara tersebut diketahui telah diputus sejak 28 Oktober 2019 lalu, namun salinan putusannya baru diunggah di situs MA pada 3 Juli lalu. MA pun mendapat protes dari sejumlah pihak.

Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro mengatakan, tidak ada yang salah dengan upaya tersebut.

"Timbul pertanyaan kenapa baru di-upload 3 Juli, sebenarnya tidak apa-apa. Kalau kami katakan karena alasan kesibukan mengingat banyaknya perkara yang ditangani MA, tentu alasan klasik," ujarnya seperti melansir cnnindonesia.com, Rabu 8 Juli 2020.

Meski begitu dia menegaskan bahwa penanganan perkara gugatan Rachmawati itu tetap sesuai prosedur.

Berdasarkan Surat Keputusan Ketua MA Nomor 214/KMA/SK/XII/2014 Tanggal 31 Desember 2014 Tentang Jangka Waktu Penanganan Perkara pada MA, penanganan perkara ditargetkan 250 hari sejak perkara didaftar sampai dikirim ke pengadilan pengaju.

Sementara gugatan itu diajukan Rachmawati pada 14 Mei 2019.

"Kalau dipedomani SK Ketua MA, jangka waktu itu masih dalam koridor, apalagi dalam beberapa bulan terakhir ini kami menaati protokoler kesehatan menghadapi pandemi," katanya.

Seperti diketahui, Mahkamah Agung mengabulkan gugatan Rachmawati terkait aturan pemenang pilpres.

Awalnya Rachmawati menggugat ke MA terkait Pasal 3 ayat (7) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) soal Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih Dalam Pemilu.

Aturan itu menyatakan apabila terdapat dua pasangan calon (paslon) dalam pemilu presiden dan wakil presiden, KPU menetapkan paslon yang memperoleh suara terbanyak sebagai paslon terpilih.

MA menilai, aturan tersebut bertentangan dengan UU 7/2017 tentang Pemilu yang telah mengatur penetapan pemenang pilpres apabila memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pilpres, dengan sedikitnya 20 persen suara di tiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.

Berdasarkan hasil Pilpres 2019, Joko Widodo yang berpasangan dengan Ma`ruf Amin saat itu berhasil meraup kemenangan 55,5 persen setelah menang di 21 provinsi. Sementara Prabowo-Sandi menang di 13 provinsi.

Disisi lain, KPU menyatakan putusan MA tersebut tak berpengaruh pada hasil Pilpres 2019. Komisioner KPU Hasyim Asy`ari menjelaskan Jokowi-Ma`ruf berhasil mendapatkan suara sah lebih dari lima puluh persen secara nasional.

Jumlah perolehan suara sah bagi Jokowi-Ma`ruf pada Pilpres 2019 adalah 85.607.362 suara atau 55,50 persen.

Tak hanya itu, Hasyim menegaskan Jokowi-Ma`ruf telah mendapatkan suara sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar