LP3ES soal Istana Redam Isu Reshuffle: Jokowi Lemah di Hadapan Koalisi

Selasa, 07/07/2020 06:17 WIB
Presiden Joko Widodo (Foto: dok. Kompas)

Presiden Joko Widodo (Foto: dok. Kompas)

Jakarta, law-justice.co - Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menyoroti upaya pihak Istana Negara yang seolah ingin menutup buku mengenai isu reshuffle yang sempat menguak karena disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat memarahi jajaran menterinya dalam sidang kabinet 18 Juni 2020 lalu.

Director Center for Media and Democracy LP3ES, Wijayanto mengatakan, tindakan tersebut menunjukkan sosok Jokowi sebagai pemimpin yang masih lemah terhadap jajaran menterinya.

Kata dia, sikap Jokowi yang tidak bisa menahan amarahnya tersebut menunjukan betapa putus asanya melihat kinerja kabinet dalam penanganan Covid-19 yang tidak berjalan baik.

Akan tetapi, ketika isu reshuffle diredam oleh pihak Istana, justru malah melihat Jokowi menjadi sosok yang lemah.

"Justru semakin menegaskan lemahnya Jokowi di hadapan para menterinya dan koalisi oligarki di belakang. Jadi kalau misalnya sudah semarah itu, sudah se-desperate itu dari kinerja menterinya, tapi tetap saja tidak bisa mem-follow up dengan mengganti mereka," katanya melalui siaran langsung YouTube LP3ES Jakarta, Senin 6 Juli 2020 kemarin.

Kata dia, sikap Jokowi tersebut dipandangnya sebagai cerminan pribadi yang lemah. Karena, setelah berusaha memberikan ancaman kepada menterinya, Jokowi malah berupaya untuk menenggelamkan isu reshuffle.

"Jadi memang hanya orang lemah saja sebenarnya yang mengembalikan ancaman yang begitu serius akan mengganti atau mereshuffle tapi tidak bisa melakukannya," ujarnya.

Dia menambahkan, sosok pribadi kuat itu sebenarnya tidak perlu memberikan ancaman. Tetapi bisa dengan mengeluarkan kata-kata singkat namun mengandung kekuatan dari kekuasaannya.

"Ini yang terjadi adalah sebaliknya," pungkasnya.

Sebelumnya, ancaman Presiden Jokowi untuk mereshuffle kabinetnya disebut Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno sudah tak relevan lagi.

Pasalnya, setelah sidang Kabinet Paripurna 18 Juni 2020 lalu, dia menilai ada perkembangan yang luar biasa terkait penyerapan anggarans serta program-program yang sudah mulai berjalan di kementerian dan lembaga.

"Itulah kenapa, kalau perlu direshuffle. Tetapi dalam relatif waktu yang singkat, kita melihat progres yang luar biasa di kementerian dan lembaga, antara lain bisa dilihat dari serapan anggaran yang meningkat, program-program yang sudah mulai berjalan," ujar Pratikno.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar