Cara Membuktikan Perjanjian Tidak Tertulis di Hadapan Pengadilan

Minggu, 05/07/2020 15:30 WIB
Ilustrasi Perjanjian Tidak Tertulis. (Konsultasi Hukum)

Ilustrasi Perjanjian Tidak Tertulis. (Konsultasi Hukum)

Jakarta, law-justice.co - Dalam persidangan, penggugat maupun tergugat sering mengajukan bukti suatu perjanjian tidak tertulis. Hal ini dijadikan sebagai senjata pamungkas untuk membuktikan ataupun untuk menuntut suatu hal.

Pertanyaan bagaimanakah cara membuktikan perjanjian tidak tertulis tersebut di hadapan pengadilan?

Dalam upaya membuktikan suatu perjanjian tidak tertulis atau lisan kita perlu mengetahui adanya ketentuan pada Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya suatu Perjanjian, yang berbunyi:

Untuk sahnya suatu perjanjan diperlukan empat syarat:

1.    Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

2.    Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

3.    Suatu hal tertentu.

4.    Suatu sebab yang halal.


Selain itu, kita juga perlu mengetahui di dalam hukum acara perdata, sebagai hukum formil yang mengatur bagaimana cara menegakkan hukum perdata materiil, terdapat lima alat bukti yang diatur dalam Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Pasal 164 Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR).

Alat-alat bukti tersebut terdiri dari:

a.    Bukti tulisan,

b.    Bukti dengan saksi,

c.    Persangkaan,

d.    Pengakuan, dan

e.    Sumpah.


Berdasarkan ketentuan mengenai syarat sahnya suatu perjanjian tersebut, tidak ada satupun syarat dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang mengharuskan suatu perjanjian dibuat secara tertulis. Dengan kata lain, suatu Perjanjian yang dibuat secara lisan juga mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya, pacta sun servanda.

Namun demikian, dalam proses pembuktian suatu perkara perdata, lazimnya alat bukti yang dipergunakan oleh pihak yang mendalilkan sesuatu adalah alat bukti surat. Hal ini karena dalam suatu hubungan keperdataan, suatu surat/akta memang sengaja dibuat dengan maksud untuk memudahkan proses pembuktian, apabila di kemudian hari terdapat sengketa perdata antara pihak-pihak yang terkait.

Dalam hal perjanjian secara lisan, maka alat-alat bukti selain alat bukti surat dapat diterapkan. Jika seorang penggungat ingin mendalilkan adanya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan ke pengadilan, maka penggugat dapat mengajukan alat bukti berupa saksi yang dapat menerangkan adanya perjanjian secara lisan tersebut.

Namun, jika seorang mengajukan saksi untuk memperkuat dalil penggugat bahwa perjanjian secara lisan tersebut ada, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 1905 KUHPerdata bahwa

"Keterangan seorang saksi saja, tanpa suatu alat bukti lain, dimuka pengadilan tidak boleh dipercaya"

Artinya bahwa satu orang saksi tidaklah cukup untuk membuktikan dalil penggugat, karena adanya batas minimal pembuktian dalam mengajukan saksi, yakni paling sedikit dua orang saksi atau satu orang saksi namun disertai dengan alat bukti lain seperti pengakuan dari pihak lawan terhadap perjanjian lisan tersebut atau adanya persangkaan.

(Ricardo Ronald\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar