Jokowi Marah Ancam Reshuffle, Ini 5 Menteri yang Layak Diganti

Senin, 29/06/2020 11:29 WIB
Sri Mulyani saat mendampingi Presiden Jokowi mengikuti KTT Negara G20 (indozone)

Sri Mulyani saat mendampingi Presiden Jokowi mengikuti KTT Negara G20 (indozone)

Jakarta, law-justice.co - Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin ikut berkomentar usai pidato marah Presiden Joko Widodo dalam Sidang Kabinet Paripurna 18 Juni 2020, yang baru dipublikasikan pada 28 Juni 2020 kemarin beredar dimedia.

Jokowi menyebut bakal melakukan reshuffle kabinet akibat kinerja para pembantunya dinilai biasa-biasa saja dalam menangani Covid-19.

Beberapa sektor yang disebut Jokowi antara lain sektor kesehatan, sektor ekonomi, dan terkait distribusi bansos.

Menurut Ujang, ada beberapa menteri Kabinet Indonesia Maju yang memungkinkan untuk di-reshuffle oleh Presiden Jokowi.

Pasalnya menurut dia, kinerja para menteri itu memang cenderung biasa dan nyaris tidak ada kemajuan selain menteri tersebut disinggung dalam pidato.

"Menkes, Mensos, Menaker, Menkumham, dan menteri tim ekonomi: Menkeu," katanya seperti melansir rmol.id, Senin 29 Juni 2020.

Dia menegaskan, penekanan dalam pidato Jokowi tersebut terkait anggaran penanganan Covid-19 yang telah dilakukan melalui UU Nomor 2/2020 namun justru realisasinya masih mengecewakan.

Kata dia, Menteri Keuangan sepertinya sektor kementerian yang belakangan disorot terus oleh mantan Walikota Solo itu.

"Mungkin itu juga yang sedang disorot Jokowi," tandasnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo akhirnya menunjukan kejengkelannya terhadap kinerja para menteri ditengah kondisi pandemi saat ini.

Hal itu terungkap dari video yang tayang di akun YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (28/6/2020).

Video tersebut adalah pidato pembukaan Presiden Joko Widodo pada sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Kamis (18/6/2020).

Dalam video itu, awalnya Jokowi membuka pidatonya dengan nada tinggi.

Dia terlihat marah lantaran banyak menterinya yang masih menganggap situasi pandemi saat ini bukan sebuah krisis.

"Saya lihat, masih banyak kita ini yang seperti biasa-biasa saja. Saya jengkelnya di situ. Ini apa enggak punya perasaan? Suasana ini krisis!" ujar Jokowi dalam video tersebut.

Akibatnya ancaman perombakan atau reshuffle kabinet tiba-tiba muncul di tengah pandemi Covid-19.

Kata dia, reshuffle akan dilakukan bagi menterinya yang masih bekerja biasa-biasa saja.

Oleh karenanya dia mendesak para pembantunya untuk bekerja yang maksimal demi mengantisipasi kondisi ini.

"Langkah extraordinary ini betul-betul harus kita lakukan. Dan saya membuka yang namanya entah langkah politik, entah langkah kepemerintahan. Akan saya buka. Langkah apapun yang extraordinary akan saya lakukan. Untuk 267 juta rakyat kita. Untuk negara. Bisa saja, membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya. Entah buat Perppu yang lebih penting lagi kalau memang diperlukan. Karena memang suasana ini harus ada, suasana ini, (jika) Bapak Ibu tidak merasakan itu, sudah," tegasnya.

Dia memberikan contoh ketidaksigapan menterinya dengan menyebutkan banyaknya anggaran yang belum dicairkan.

Kata dia, anggaran kesehatan yang sudah dianggarkan sekitar Rp 75 triliun baru cair sebesar 1,53 persen.

Selain itu dia juga menyinggung penyaluran bantuan sosial yang masih belum optimal 100 persen di saat masyarakat menunggu bantuan tersebut.

Dengan nada tinggi, ia kembali mengingatkan para menteri bahwa mereka harus bekerja ekstra keras di masa krisis untuk bisa memenuhi kebutuhan masyarakat.

"Jangan biarkan mereka mati dulu baru kita bantu, enggak ada artinya. Jangan sudah PHK gede-gedean duit serupiah pun belum masuk ke stimulus ekonomi kita," ucapnya.

Dia pun mengaku jengkel dengan penanganan Covid-19 yang dilakukan anak buahnya.

Hal itu lantaran kinerja para menterinya dalam menangani Covid-19 tak membawa kemajuan.

Oleh karenanya dia mendesak para menterinya tak lagi terjebak dalam peraturan di masa krisis.

Selain itu, dia juga menginstruksikan kepada para menterinya untuk bisa menyelesaikan persoalan peraturan yang membelenggu kinerja mereka di masa krisis.

Dia memastikan tidak segan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk mempermudah para pembantunya itu merealisasikan program di masa krisis akibat pandemi Covid-19.

"Hanya gara-gara urusan peraturan, urusan peraturan. Ini (harus) extraordinary. Saya harus ngomong apa adanya. Enggak ada progres yang signifikan. Enggak ada. Kalau mau minta Perppu lagi saya buatin Perppu. Kalau yang sudah ada belum cukup. Asal untuk rakyat, asal untuk negara, aya pertaruhkan reputasi politik saya," ujarnya.

Dia kembali menegaskan, agar para menterinya menyadari bahwa saat ini mereka sedang berada di masa krisis.

Oleh karena itu dia mengharapkan para menterinya tak lagi bekerja secara biasa. Ia menghendaki para menterinya bekerja dengan cepat.

Dia pun meminta para menterinya memiliki perasaan yang sama dalam menjalani masa krisis kesehatan sekaligus ekonomi akibat Covid-19.

"Kebijakan kita, suasananya harus suasana krisis. Jangan kebijakan yang biasa-biasa saja menganggap ini sebuah kenormalan. Apa-apaan ini? Mestinya, suasana itu ada semuanya. Jangan memakai hal-hal yang standar pada suasana krisis," tegasnya.

Simak penyataan lengkapnya dalam video ini:

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar