Tempatkan Jenderal di BUMN, Erick Thohir Disebut Langgar UU TNI-Polri

Rabu, 24/06/2020 13:59 WIB
Menteri BUMN Erick Thohir (swa)

Menteri BUMN Erick Thohir (swa)

Jakarta, law-justice.co - Langkah Menteri BUMN Erick Thohir yang menempatkan sejumlah perwira tinggi Polri dan TNI untuk menjadi Komisaris di Perusahaan BUMN disebut melanggar UU TNI-Polri. Pasalnya, menurut Peneliti Hak Asasi Manusia dan Sektor Keamanan Setara Institute, Ikhsan Yosarie, pengangkatan itu tidak sesuai dengan UU Nomor 2/2002 tentang Polri dan UU Nomor 34/2004 tentang TNI.

Dia mengatakan, dalam Pasal 28 ayat (3) UU Polri disebutkan, anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. Aturan yang sama juga dimuat dalam Pasal 47 ayat (1) UU TNI. Disebut, prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.

“Dalam konteks UU TNI, jabatan di BUMN tidak termasuk dalam pengecualian jabatan sipil yang boleh diduduki prajurit TNI aktif. Itu diatur pada pasal 47 ayat (2),” kata Iksan seeprti dikutip dari website setara Institute.

Menurutnya, dalam pasal 47 ayat 2 diatur beberapa jabatan yang dikecualikan. Yaitu jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara.

Kemudian, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, lembaga ketahanan nasional, dewan pertahanan nasional, search and rescue (SAR) nasional, narkotik nasional dan mahkamah agung.

Namun, melihat sejumlah posisi yang ada oleh Erick Thohir, Ikhsan menilai penempatan sejumlah perwira TNI/Polri aktif dalam jajaran direksi dan komisaris perusahaan BUMN, menggambarkan keengganan (unwilling) pemerintah dalam pelaksanaan reformasi TNI/Polri, serta secara khusus pelaksanaan amanat peraturan perundang-undangan.

“Alasan yang berkaitan konflik sosial dengan masyarakat dalam persoalan tanah dan perizinan sebagai pertimbangan pengangkatan perwira TNI-Polri ke dalam jajaran petinggi perusahaan BUMN, justru semakin mencerminkan pendekatan keamanan dan aparat dalam penanganan konflik sosial yang berkaitan dengan isu lingkungan,” ucap Ikhsan.

Ikhsan kemudian menyarankan, pemerintah sebaiknya fokus memastikan penegakan hukum yang adil terkait konflik tanah, dan memastikan tidak ada kekerasan terhadap masyarakat. Kata dia, perluasan peran militer dalam ranah sipil menjadi gambaran kemunduran reformasi TNI pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo.

"Penempatan prajurit TNI aktif di jabatan sipil, dalam hal ini perusahaan BUMN, menjadi bagian dari kemunduran tersebut," tambahnya.

Ikhsan juga mengingatkan, pemerintahan sipil seharusnya tidak menggoda dan turut memastikan profesionalitas TNI-Polri. Artinya, dengan tidak memberikan jabatan tertentu atau membuka kerja sama di luar tugas pertahanan, keamanan, dan tugas perbantuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

“TNI-Polri fokus melakukan reformasi, sementara presiden, DPR, politikus sipil, wajib menjaga proses reformasi berjalan sesuai mandat konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang ada,” tutupnya.

Diketahui, Erick beralasan mengangkat sejumlah perwira tinggi Polri dan TNI untuk memenuhi kebutuhan lembaga dan perusahaannya.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar