Tolak RUU HIP, MUI: Kami Bukan Jubir Pemerintah, Tapi Jubir Umat Islam

Senin, 22/06/2020 07:31 WIB
Wakil Ketua Umum MUI Pusat, KH Muhyiddin Junaidi. (JPNN).

Wakil Ketua Umum MUI Pusat, KH Muhyiddin Junaidi. (JPNN).

Jakarta, law-justice.co - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat memastikan bakal terus menampung dan menyampaikan aspirasi umat Islam terkait permasalahan di masyarakat dan bangsa ini.

Wakil Ketua Umum MUI Pusat, KH Muhyiddin Junaidi menegaskan bahwa pihaknya menaruh perhatian serius pada beberapa undang-undang (UU) yang sedang di bahas antara pemerintah dan DPR RI.

“Untuk diketahui oleh publik, MUI itu mitra kritis dan loyalis pemerintah. Dia juga berkhidmat pada pelayanan umat. Salah satu tugas utamanya, memelihara dan memproteksi umat Islam dan Bangsa Indonesia dari pemikiran sesat, menyimpang, dan berbahaya bagi kesatuan dan persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujarnya dalam diskusi daring bertema Tolak RUU HIP, Selamatkan Indonesia, Sabtu (20/6/2020).

Kata dia, lembaganya yang didirikan pada 1975 akan selalu netral meskipun ketua umum nonaktifnya, Ma’ruf Amin, menjabat sebagai Wakil Presiden. Kata dia hal ini perlu ditegasnya mengingat banyaknya kalangan yang menilai MUI ini berpihak pada pemerintah.

“Justru karena ketum noaktifnya wapres, kami dituntut untuk aktif dan kreatif menjaga nama besar MUI. MUI bukan juru bicara pemerintah, tapi juru bicara umat Islam. Kami membahasakan adalah penyambung lidah antara umat Islam dan Pemerintah Republik Indonesia,” katanya.

Dia menambahkan, MUI memang menjadi saluran umat dan sejumlah ormas Islam untuk menyampaikan suara dan keresahan atas kebijakan yang tak prorakyat. Terakhir, MUI mengeluarkan maklumat yang menolak Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).

Menurut dia, MUI sangat konsen pada beberapa RUU yang dibahas pemerintah dan DPR, seperti Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penanganan COVID-19 dan Minerba.

Dia memastikan, MUI akan terus memantau sejumlah RUU yang dibahas di DPR, seperti Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker). RUU tersebut dianggap sangat merugikan kepentingan umat Islam.

“Itu sangat disayangkan tim yang bekerja sedikit agak terlambat sehingga kami terlambat mengeluarkan maklumat. Kami memahami secara pasti tujuan Omnibus Law memberikan kebebasan dan keleluasaan sepenuhnya kepada investor asing untuk datang ke Indonesia. Mencari kehidupan di Indonesia tanpa menghiraukan bangsa dan anak-anak Indonesia. Tujuannya, profit yang sebanyak-banyaknya. Itu yang kami tolak,” ucapnya.

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar