Jaringan Gusdurian:

Polisi Mengintimidasi Ismail yang Mengkritik Dengan Humor Gus Dur

Kamis, 18/06/2020 01:01 WIB
Jaringan Gusdurian (Foto: Nu.or.id)

Jaringan Gusdurian (Foto: Nu.or.id)

law-justice.co - Seorang warga di Kepulauan Sula, Maluku Utara, yang bernama Ismail Ahmad, dipanggil polisi karena unggahannya di media sosial tentang kritik terhadap institusi Polri. Jaringan Gusdurian mengatakan, Polisi telah mengintimidasi seseorang yang menyampaikan kebebasan berekspresi dengan kata-kata humor sebagaimana pernah diucapkan pula oleh Presiden ke-4 Republik Indonesia, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Kejadian tersebut bermula saat Ismail mengunggah status di akun media sosialnya, Mail Sulla, pada Jumat (12/6/2020). Ismail menulis "Hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia: patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal Hoegeng". Polres Maluku Sula kemudian memanggil Ismail untuk dimintai keterangan. Buntutnya, Ismail meminta maaf atas unggahannya di media sosial. Dia telah menghapus unggahan tersebut. 

Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid meyakini, pemanggilan Ismail adalah bentuk intimidatif pihak kepolisian terhadap warga negara yang menyampaikan kritik kepada institusi Polri. Salah satu instrumen hukum yang berpotensi menjerat Ismail adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Meski kasus tersebut tidak diproses karena Ismail bersedia meminta maaf, namun pemanggilan terhadap Ismail oleh Polres Sula adalah bentuk intimidasi institusi negara terhadap warganya. Hal ini menambah catatan upaya menggunakan UU ITE sebagai instrumen untuk membungkam kebebasan berpikir dan berpendapat di Indonesia," kata Alissa, dalam siaran pers kepada wartawan di Jakarta.

Berbeda dengan polisi, Alissa dan Jaringan Gusdurian justru mengapresiasi apa yang sudah dilakukan oleh Ismail. Hal itu dianggap sebagai hak warga negara untuk menyampaikan aspirasinya melalui platform media sosial.

"Kami meminta aparat penegak hukum untuk tidak mengintimidasi warga negara yang mengekspresikan dan menyatakan pendapat melalui media apapun. Kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat adalah hak konstitusional yang wajib dilindungi oleh aparat penegak hukum," ujar Alissa.

Jaringan Gusdurian menilai, penggunaan UU ITE sering kali menjerat orang-orang yang mengkritik lembaga pemerintahan. Mereka meminta lembaga legislatif agar mengevaluasi, merevisi, atau bahkan menghapus UU ITE, sebab sering disalahgunakan untuk membungkam kebebasan berekspresi warga negara.

"Kami mengajak kepada seluruh Gusdurian dan masyarakat Indonesia untuk terus mendukung iklim demokrasi yang sehat, salah satunya dengan terus membuka ruang kritik yang membangun tanpa merasa terancam," tegas Alissa.

Humor "Polisi Jujur" sendiri pernah diungkapkan Gus Dur ketika bertemu dengan penulis AS Hikam tahun 2008. Saat itu terjadi beberapa skandal korupsi besar, seperti kasus BLBI (Rp 600 triliun) dan Bank Century (Rp 6,7 triliun) yang menyeret sejumlah institusi negara, termasuk Polri. Gus Dur menggunakan humor untuk mendorong agar Polri bisa bekerja lebih baik, terutama setelah lembaga itu dipisahkan dari ABRI saat Gus Dur menjabat sebagai presiden.

 

(Januardi Husin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar