Ultimatum DPR RI, PBNU: Hentikan RUU HIP!

Rabu, 17/06/2020 13:29 WIB
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH. Said Aqil Siroj (Foto: ANTARA)

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH. Said Aqil Siroj (Foto: ANTARA)

Jakarta, law-justice.co - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengultimatum DPR RI untuk menghentikan pembahasan Rancangan Undang Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP).

Ketua Umum PBNU, Kiai Haji Said Aqil Siroj mengatakan, Pancasila sebagai kesepakatan final tidak membutuhkan penafsiran lebih luas atau lebih sempit lagi.

"Sebaiknya proses legislasi RUU HIP dihentikan dan seluruh komponen bangsa memusatkan energinya untuk keluar dari pandemi dan berjuang memulihkan perekonomian nasional," ujarnya dalam akun Instagramnya @saidaqilsiroj, Rabu, 17 Juni 2020.

Kata dia, Pancasila sudah tidak memerlukan lagi penafsiran dari penjabaran yang sudah dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945 beserta situasi batin yang menyertai rumusan finalnya pada 18 Agustus 1945.

Menurut dia, jika RUU HIP dipaksakan, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi konflik ideologi di Indonesia.

"RUU HIP dapat menguak kembali konflik ideologi yang bisa mengarah kepada krisis politik. Anyaman kebangsaan yang sudah dengan susah payah dirajut oleh founding fathers bisa koyak kembali dengan rumusan-rumusan pasal RUU HIP yang polemis," ucapnya.

Menurut dia, tidak ada urgensi dan kebutuhan sama sekali untuk memperluas tafsir Pancasila dalam undang-undang khusus.

Pancasila kata dia, sebagai Philosophische Grondslag dan Staatsfundamentalnorm merupakan pedoman yang mendasari platform pembangunan nasional.

Dia menegaskan, jika dirasakan ada masalah mendasar terkait pembangunan nasional di bidang demokrasi politik Pancasila, maka jalan keluarnya adalah reformasi paket undang-undang bidang politik (legislative review).

Begitu pula jika ada masalah terkait dengan haluan pembangunan ekonomi nasional, yang dirasakan menyimpang dari jiwa demokrasi ekonomi Pancasila, maka yang perlu dipersiapkan adalah RUU Sistem Perekonomian Nasional sebagai undang-undang payung (umbrella act) yang secara jelas dimandatkan oleh Pasal 33 ayat (5) UUD 1945.

Dia menambahkan, di tengah situasi bangsa yang sedang menghadapi krisis kesehatan dan keterpurukan ekonomi akibat pandemi Covid-19, Indonesia tidak perlu menambah beban sosial dengan memercikkan riak-riak politik yang dapat menimbulkan krisis politik, memecah belah keutuhan bangsa, dan mengoyak persatuan nasional.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar