Ario Anindito, Komikus Indonesia yang Berhasil Taklukan Amerika

Minggu, 14/06/2020 17:01 WIB
Ario Anindito dengan dua buku hasil karyanya (Dok.Pribadi/law-justice.co)

Ario Anindito dengan dua buku hasil karyanya (Dok.Pribadi/law-justice.co)

law-justice.co - “Awalnya, baca komik. Saya dapat warisan banyak komik dari kakak-kakak sepupu yang suka baca komik, diantaranya Marvel dan DC terjemahan Bahasa Indonesia.  Dari situlah saya mulai suka baca Wolferine, X-Men, Batman dan nonton film kartunnya di televisi. Akhirnya beli juga mainannya, ya jadi semakin suka,” kenang Ario Anindito, komikus muda asal Bandung yang sudah go international.

Kesukaannya pada komik-komik terbitan Marvel dan DC, membuat Ario akhirnya tertarik untuk menggambar karakter-karakter yang ada di buku-buku itu. “Pokoknya sejak mengenal karakter Marvel dan DC, jadi sering menggambar. Seingat saya, sejak kelas tiga atau empat sudah mulai corat-coret,” kata Ario.

Hobi menggambar Ario terus dijalaninya hingga besar. Namun saat harus menentukan masa depannya, ia memilih jurusan arsitek, karena melihat sang ayah yang memang seorang arsitek dan dosen di Universitas Tarumanegara, sering berpergian ke luar negeri.

“Waktu kecil, saya lihat bapak sering pergi ke luar negeri. Dia memotret bangunan-bangunan, foto-fotonya  kemudian dijadikan materi kuliah. Jadi saat itu saya kira, arsitek itu kerjaannya  ke luar negeri, foto-foto, pokoknya enak sekali…saya ingin jadi arsitek deh,” tutur Ario.

Perkiraannya itu ternyata meleset. Saat menjalani perkuliahan di Teknik Arsitektur Universitas Parahyangan Bandung, ia baru menyadari selama ini telah salah sangka mengenai ilmu tersebut. “Oh ternyata arsitek itu kerjaannya bukan keluar negeri dan foto-foto. Ternyata kerjaannya sulit sekali. Bikin desain, menggaris harus detail, satu milimeter itu juga dihitung, sampai juling rasanya mata, ternyata susah,” kenang Ario lagi.

Meski pun demikian, Ario tetap menjalani kuliahnya hingga selesai, seiring dengan aktivitas menggambarnya yang terus ditekuninya. Sampai akhirnya ia mendapat kesempatan untuk bergabung dengan dua penerbit komik legendaris kelas dunia, Marvel Comics dan DC Comics.

Ario saat menggambar komik (Dok.Pribadi/law-justice.co)

Marvel Comics adalah perusahaan asal Amerika Serikat yang merupakan bagian dari Walt Disney Company, yang menerbitkan buku komik dan media lain yang berkaitan. Sedangkan DC Comics merupakan anak perusahaan Warner Bros Entertainment, Inc., sebuah divisi dari Time Warner. DC Comics menjadi salah satu perusahaan buku komik terbesar dan tertua di Amerika, dan memproduksi buku-buku yang menciptakan banyak tokoh heroik seperti Superman, Batman, Wonder Woman, The Flash, Green Lantern, Martian Manhunter, Nightwing, Green Arrow, and Aquaman.

Perjalanan hingga direkrut dua penerbit itu bukan jatuh dari langit begitu saja. Semua itu berawal dari ketekunan Ario yang rajin mengirim hasil karyanya ke situs Devianart, sebuah komunitas sosial online terbesar di dunia untuk seniman dan penggemar seni, yang menghubungkan mereka untuk saling berbagi karya.

“Waktu itu saya beberapa kali unggah gambar ke Deviantart. Suatu hari,  gambar saya dilihat oleh seorang agen pencari bakat dari Italia. Dia itu agensi yang memang mengumpulkan ilustrator-ilustrator untuk ditawarkan ke penerbit,” ujar Ario.

Agen tersebut rupanya tertarik pada karya Ario, dan mulai memasarkannya ke perusahaan-perusahaan terkenal sejak 2010. Dari situlah kemudian datang tawaran yang tidak disangka-sangka. Pada 2012, karyanya dilirik oleh DC Comics. “Tentu saja saya mau banget, meskipun saat itu saya lagi ada syuting sebagai art director untuk film “Finding Srimulat”, dan sudah bekerja juga di biro iklan,” kata dia.

Bagi Ario, tawaran kerjasama dari DC Comics adalah sebuah keberuntungan dan anugerah dari Tuhan. Karena, ia mendapatkan pekerjaan itu tidak melalui proses yang biasa harus dijalani oleh para calon illustrator.

“Tidak ada pitching, tidak ada apa. Saya langsung disuruh mengerjakan komik. Kesulitannya saat itu, saya harus membagi waktu karena masih terlibat syuting.  Saya mengerjakan dua buku, setelah itu saya masih harus balik lagi bekerja dengan biro iklan karena masih ada kontrak,” tambah Ario.

Karena kesibukannya itu, kerjasama dengan DC terpaksa terhenti. “DC sebenarnya mengajak saya untuk lanjut, tapi saya tidak bisa. Pada 2013 saya memutuskan keluar dari biro iklan, kemudian 2014 pertengahan saya ditawarin untuk tes di Marvel,” kata Ario

Ario dalam sebuah acara yang diadakan Marvel (Dok.Pribadi/law-justice.co)

Ia melanjutkan, “Tesnya itu mengerjakan gambar sebanyak lima halaman. Saya dikasih naskah Guardian of Galaxy, saya diminta memilih lima halaman secara berurutan, dari 20 halaman yang ditawarkan. Saya kerjakan dan alhamdullilah lolos.”

Selain menggambar untuk komik Marvel dan DC, Ario juga pernah membuat komik sendiri untuk pembaca di tanah air. Komiknya berjudul ‘Sparks The Compendium’ diterbitkan  sebanyak tiga edisi.

“Jadi satu buku itu isinya ada lima komik yang bersambung. Saya mengerjakan salah satunya, judulnya ‘Nadia and the Painkillers. Sayang terbit cuma sampai tiga edisi karena penerbitnya indie, begitu tidak ada dana otomatis tidak bisa terbit lagi,” kenang dia.

Namun Ario tidak berkecil hati lagi, dia optimis pasar komik di Indonesia kini sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Ia menuturkan, sudah banyak penerbit yang bisa membantu para komikus untuk menyalurkan bakatnya.

Selain itu, peran media sosial juga tidak kalah penting. Menurut Ario, zaman sekarang sudah tidak ada yang sulit. Semua karya bisa dilihat dengan mudah oleh semua orang, dan bisa dibuat dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi.

“Jadi sebenarnya yang paling utama diperlukan adalah ketekunan, konsistensi, fokus, dan kerja keras. Lebih bersyukur lagi bila sudah ada bakatnya. Saya lahir di zaman belum ada internet, semuanya serba susah. Anak zaman sekarang enak, internet itu benar-benar jendela dunia, jadi dimanfaatkanlah semaksimal mungkin. Unggah gambar ke internet, ke Instagram, dan lain-lain. Karena kita tidak akan pernah tahu siapa yang akan melihat karya kita. Bisa saja dilihat oleh agensi pencari bakat, bisa dilihat sama editor Marvel, mungkin juga dilihat oleh sutradara,” tutup dia.

 

        

 

 

 

(Bona Ricki Jeferson Siahaan\Reko Alum)

Share:




Berita Terkait

Komentar