Menagih Janji Debat Luhut dan Rizal, Jangan Hanya Berani Adukan Said!

Sabtu, 13/06/2020 07:49 WIB
Bang Japrak: Hoaks Pejabat Era Now, Luhut Nantang Rizal Ramli Debat Soal Ekonomi Indonesia (HS)

Bang Japrak: Hoaks Pejabat Era Now, Luhut Nantang Rizal Ramli Debat Soal Ekonomi Indonesia (HS)

Jakarta, law-justice.co - Dalam suatu kesempatan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta adu debat agar pengkritik utang pemerintah untuk menemui dirinya. Dia pun meminta agar hal itu tidak hanya dibicarakan di media sosial saja. "Jadi kalau ada yang mengkritik kita, kita juga pingin ketemu orangnya. Jadi jangan di media sosial aja," katanya dalam webinar, Selasa lalu (2/6/2020).

Gayung bersambut, tantangan tersebut direspons oleh Ekonom senior Rizal Ramli yang pernah bersama Luhut menjadi Menteri saat Gus Dur berkuasa. Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman tersebut bersedia menjawab tantangan koleganya. Tak hanya dengan Luhut, ia bahkan mengaku siap berdebat dengan Sri Mulyani dan Airlangga.

Hal tersebut disampaikan Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi sebagai jurubicara dalam jumpa pers di bilangan Tebet, Jakarta, Rabu (10/5). Kata dia, Rizal Ramli mengusulkan adanya punishment agar debat menjadi lebih serius realisasinya. Mantan Menko Maritim Jokowi itu berjanji tidak akan lagi mengeritik pemerintah jika kalah dalam debat nantinya. Namun jika menang kata dia, semua tim ekonomi Pemerintahan Presiden Jokowi harus mundur dari jabatannya. “Kalau RR menang, dia minta semua tim ekonomi mundur semua,” katanya.

Apa urgensinya melakukan debat ditengah pandemi corona ?, Apakah substansi debat soal utang memang layak untuk dipersoalkan  dan publik berhak mengetahuinya ?, Bukankah tantangan debat seperti ini pernah dilontarkan Menteri Keuangan Sri Mulyani tapi tidak ada realisasinya ? Mengapa debat kali ini sulit mendapatkan  kesepakatan waktu dan tempat penyelenggaraannya ?

Urgensi Debat

Debat soal utang kali ini dirasa penting supaya masyarakat menjadi tahu seperti apa sebenarnya posisi utang Indonesia yang jumlahnya kini sudah luar biasa besarnya. Dengan adanya debat ini setidaknya pemerintah bisa menjelaskan kebijakan utang yang selama ini dilakukannya.

Sejauh ini data Bank Indonesia (BI) menunjukkan sampai Februari 2018, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia mencapai US$352,2 miliar. Dengan kurs BI hari ini (8/5) yang Rp14.036/US$, maka utang itu senilai Rp4.943 triliun lebih atau hampir Rp5.000 triliun jumlanya.

Menko Luhut Panjaitan beserta  Menkeu dan jajarannya ngotot berpendapat angka hampir Rp5.000 triliun masih tetap aman dan tidak ada masalah yang perlu dirisaukannya. Karena utang menurut Pemerintah merupakan bagian tak terpisahkan dari struktur APBN secara keseluruhan.  Utang juga kebijakan yang diambil sebagai konsekuensi dari defisit karena belanja lebih besar dari penghasilan negara.Utang menjadi alternatif pembiayaan yang juga memerlukan persetujuan dari DPR melalui Badan Anggaran Negara. 

Alasan mengapa harus ngutang seperti biasa, mereka menjadikan rasio utang dan PDB yang angkanya masih jauh dari 60% sebagai patokannya. Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah  sesumbar agar Indonesia tidak perlu takut membuat utang baru karena Indonesia punya sumber daya alam yang berlimpah-ruah yang bisa digunakan untuk membayar utang.

Sementara para pengamat ekonomi seperti Rizal Ramli mengkritisi, bahwa menisbahkan utang dengan PDB bukan cuma tidak pas, tapi malah sesat dan menyesatkan. Semestinya, mengukur utang harus dinisbatkan dengan kemampuan sebuah negara dalam membayar utang, atau debt to service ratio (DSR). Tidak menggunakan patokan versi junjungan asingnya yang melenakan dan menyesatkan yaitu PDB.

Bagaimana tidak melenakan, kalau seriap saat rakyat benaknya dipompa dengan anggapan utang masih aman karena rasionnya masih jauh dari 60% PDB? Tanpa disadari, tahu-tahu Indonesia sudah masuk debt trap, sehingga harus gali lubang tutup lobang.

Rizal Ramli pernah menyampaikan pandangannya melalui akun Facebook miliknya,  di mana disebut utang Indonesia sudah lampu kuning. Dia mengibaratkan pengelolaan utang Indonesia gali lubang tutup jurang karena primary balance negatif, debt to service ratio (rasio utang terhadap pendapatan) sudah 39 persen, dan tax ratio hanya 10 persen.

"Pengelolaan fiskal tidak prudent (ugal2an) trade account, service account, dan current account semuanya negatif. Di samping faktor US Fed Rate, itulah salah alasan utama kenapa kurs Rupiah terus anjlok! Kok bisa ngaku2 kelola makro ekonomi hati2 (prudent)?? Bokis amat," demikian sebagian status Rizal di Facebook. 

Pada bulan Juli, Rizal menilai status ekonomi Indonesia naik dari yang sebelumnya lampu kuning jadi lampu merah. Pernyataan itu disampaikan Rizal dalam acara dialog Sekber Indonesia di Jakarta pada Juli 2018 yang lalu. Dalam kritiknya, Rizal menilai ekonomi Indonesia semakin rentan dilihat dari dua indikator. Pertama, Credit Default Swap (CDS) atau pandangan pasar keuangan terhadap risiko kredit suatu entitas.

Kedua, dari External Vulnerability Indicator (EVI) yang merupakan indikator kerentanan suatu negara dilihat dari rasio utang luar negeri jangka pendek dan jangka panjang yang akan jatuh tempo serta deposito asing selama setahun terhadap cadangan devisa. 

Kritik soal utang sebenarnya bukan cuma dilakukan oleh Rizal Ramli tapi juga tokoh tokoh  yang lainnya. Sebagai contoh  Fadli Zon melalui akun Twitter miliknya, @fadlizon pada Mei 2018 mengomentari nilai tukar rupiah dan utang pemerintah. Menurut Fadli, perekonomian sudah dalam tahap awal krisis karena pemerintah gagal menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Dampak nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dollar AS adalah utang yang semakin membengkak. "Kondisi ini jauh sekali dr apa yg dulu pernah dijanjikan pd 2014. Sbg catatan, nilai tukar rupiah saat ini 38 persen lebih rendah dari janji kampanye dulu. Ini menunjukkan perhitungan pemerintahan skg jauh dari realistis. Dan pemerintah gagal menjaga rupiah kita.," demikian salah satu cuitan Fadli. 

Bahkan  Prabowo Subianto Ketua Umum Partai Gerindra pernah juga melakukan kritikannya terhadap utang pemerintah.Prabowo Subianto pada Juni 2018 mengatakan utang pemerintah sudah sangat membahayakan. Prabowo bahkan menyebut ada hampir Rp 9.000 triliun sebagai utang pemerintah yang digabung dengan utang milik lembaga keuangan milik pemerintah dan utang BUMN. 

Kekhawatiran mengenai besarnya utang pemerintah juga disampaikan oleh  mantan  Ketua MPR Zulkifli Hasan melalui pidato di sidang tahunan MPR RI hari Kamis (16/8/2018) yang lalu ia  mengungkapkan pokok utang pemerintah yang jatuh tempo tahun ini sebesar Rp 400 triliun. Besaran itu 7 kali lebih besar dari dana desa dan 6 kali lebih besar dari anggaran kesehatan. 

Terkait dengan soal utang ini yang sering disesalkan oleh pengamat adalah pernyataan dari Menkeu Sri Mulyani kolega Luhut di kabinet Jokowi saat ini. Bahwa Indonesia tidak perlu takut membuat utang baru karena Indonesia punya sumber daya alam yang berlimpah-ruah yang bisa digunakan untuk membayar utang.

Pernyataan seperti ini jelas-jelas amat memprihatinkan. Pertama, ini adalah proklamasi sekaligus undangan dari Menteri Keuangan kepada para majikan asingnya untuk masuk dan menguasai Indonesia dengan cengkeraman kuku yang lebih dalam.

Kedua, getol berutang dengan dalih SDA berlimpah adalah suatu sikap yang sangat tidak beradab dan egois. Ingat. SDA yang kini masih tersisa, bukanlah milik kita, melainkan amanat generasi penerus Indonesia kepada kita yang harus dijaga kelestariannya. Ia adalah anugrah Allah Yang Maha Pemurah untuk dikuasai negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia sebagaimana yang menjadi amanat konstitusi.

Ketiga, pernyataan ini sekali lagi menunjukkan Ani adalah tipikal pejabat yang malas dan sama sekali tidak kreatif dalam menyelesaikan persoalan ekonomi. Modus dari para pejabat pejuang neolib adalah generik belaka. Potong anggaran, genjot pajak, jual BUMN, dan terus tambah utang baru. Titik! Perkara karena semua itu rakyat tidak mendapat apa-apa dan beban hidupnya jadi kian berat itu lain soal. 

Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengemukakan bahwa utang pemerintah dikelola  dengan prudent  (hati hati) agar anggaran bisa terjaga kesinambungannya.  Namun kenyataannya beberapa indikator menunjukkan adanya kejanggalan.

BPS melaporkan sejak Desember 2017 hingga Februari 2018 neraca neraca perdagangan Indonesia selalu mengalami defisit. Kalau dalam dunia sepak boleh, defisit kali ini mencetak hat-trick. Pada Februari defisitnya sebesar US$11 juta. Lalu, Desember 2017 dan Januari 2018, masing-masing defisit US$756 juta dan US$220 juta. Jika diakumulasi, maka hat-trick defisit neraca perdagangan sudah menembus US$1,1 miliar dolar AS. Apakah ini semua indikator dari kehati-hatian ?

Keseimbangan primer di APBN dalam beberapa tahun terkahir juga selalu defisit. Pada APBN 2018 dipatok defisit Rp87,3 triliun. Tahun 2019  defisit anggaran mencapai Rp325,9 triliun. Apakah defisit yang semakin melebar itu memang dibuat agar bisa berhutang ? Dimana letak kehati hatiannya ?

Lalu, berkesinambungan seperti apa yang dimaksudkan oleh Pemerintah ? Sustain untuk terus bayar cicilan pokok dan bunga utang? Pada 2018, Pemerintah mengalokasikan anggaran lebih dari Rp637,8 triliun untuk bayar utang. Jumlah ituterdiri atas pembayaran bunga utang Rp238,6 trilliun, dan cicilan pokok utang Rp399,2 triliun. Angka ini jauh di atas anggaran untuk pendidikan yang Rp444,1 triliun dan infrastruktur yang amat dibangga-banggakan, sebesar Rp410,7 triliun.

Memang sebagai penganut neolib sejati, tidak  mengherankan kalau Pemerintah melalui Menkeu Sri  Mulyani menyusun APBN dengan prinsip creditors first. Perkara untuk itu rakyat harus terus diperas dengan bermacam pajak dan dicekik lewat kenaikan berbagai harga, pajak dan lain lainnya.

Perbedaan pandangan mengenai  utang pemerintah antara penguasa dan pengkritiknya ini tentu membuat publik risau bagaimana sebenarnya duduk soalnya. Karena pemerintah berpandangan utang yang dilakukan aman aman saja. Tapi disisi lain banyak kritik di sampaikan bahwa utang pemerintah sebenarnya sudah lampu kuning bahkan lampu merah sehingga harus ada upaya untuk menghentikannya.

Perbedaan pandangan antara pemerintah dengan para tokoh dan pengamat tersebut tentu akan lebih baik kalau di ulas secara terbuka melalui debat antara pihak yang pro dan yang kontra. Agar masyarakat bisa menilai duduk persoalannya. Jangan sampai kemudian argumentasi hanya berseliweran di sosial media dengan egonya masing masing karena merasa kebenaran ada dipihaknya. Yang mengkritik pemerintah dibilang kelompok yang sakit hati karena kalah pilpres atau karena dipecat dari jabatannya. Sementara pihak yang mengkritik menilai pemerintah sudah buta tuli karena tidak mau menerima masukan dari pihak yang berada diluar kelompoknya.

Inilah barangkali urgensi pelakasanaan debat mengapa penting untuk dilaksanakan agar menjadi terbuka duduk persoalannya.Agar tidak ada lagi perasaan curiga atau syak wasangka.Masyarakat sendiri pada akhirnya menilai siapa yang omdo dan siapa yang berkata berdasarkan data dan fakta.

Utang Debat

Tantangan yang disampaikan oleh Luhut Panjaitan untuk mereka yang suka nyinyir mengenai utang Pemerintah sebenarnya pernah dilontarkan juga oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani yang merasa sangat yakin dengan kebijakan ngutang yang dilakukannya.

Di acara Welcoming Alumni penerima beasiswa  Lembaga Pengelola Dana Pendidikan(LPDP) di Jakarta, Senin malam (7/5/2018)  yang lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan tidak takut ditantang berdebat. 

Sementara itu dalam pidato pada Sidang Tahunan MPR di Gedung MPR/DPR pada Kamis (16/8/2018 ) lalu, Zulkifli Hasan selaku Ketua MPR yang juga politisi PAN tersebut melontarkan kritik bahwa nilai utang pemerintah sudah setara dengan tujuh kali dana desa di seluruh Indonesia dan kondisi tersebut sudah di luar batas wajar.

Menkeu Sri Mulyani Indrawati yang juga mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu meradang dengan menuding Zulkifli Hasan bahwa apa yang dilontarkan terkait masalah utang bernuansa politisdan menyesatkan.

Pernyataan Sri Mulyani yang merasa benar sendiri dengan kebijakannya soal utang serta terkesan alergi kritik ini  telah memancing ekonomi senior Rizal Ramli untuk berdebat dengannya.Dalam cuitannya di twitter Rizal mengajak debat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati soal utang luar negeri. "Wah ini asyik - tolong diatur debat terbuka RR vs SMI di TV - akan ketahuan siapa yg manipulatif, dan merupakan bagian dari masalah," ujar Rizal melalui akun Twitter-nya @RamliRizal, Rabu malam, 25 April 2018. 

Namun tantangan debat antara Rizal Ramli dan Sri Mulyani itu hingga kini tidak pernah terlaksana. Mengapa Sri Mulyani tidak berani berdebat dengan Rizal Ramli ? Pertanyaan ini pernah dilontarkan oleh  mantan Anggota Komisi XI DPR RI Elviana dari fraksi PPP kepada Sri Mulyani. "Bu, kenapa tidak berani debat dengan Pak Rizal?" kata Elviana dalam rapat kerja dengan Kemenkeu di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Senin (2/7/2018).

"Kan saya debatnya sama Komisi XI dalam hal ini. Saya Menteri Keuangan, saya bukan tukang debat, jadi saya mengelola fiskal," jawab Sri Mulyani. "Apakah APBN bisa berjalan bila pemerintah tidak menarik utang baru dalam dua atau tiga bulan saja? Katanya.

Sepertinya sebagai Menteri keuangan yang katanya terbaik di dunia, Sri Mulyani berusaha untuk menghindar berdebat dengan Rizal Ramli. Sejalan dengan itu ia terus menggalang dukunga kepada pihak pihak tertentu untuk membenarkan kebijakan yang diambilnya soal utang.

Di acara Welcoming Alumni penerima beasiswa  Lembaga Pengelola Dana Pendidikan(LPDP) di Jakarta, Senin malam (7/5/2018)  yang lalu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati justru minta tolong kepada anak-anak baru lulus dari program LPDP untuk “membelanya”. Guna menutupi ketidakberaniannya berdebat, dia menggunakan diksi yang hebat-hebat.

"...Karena anda sudah pasca sarjana, maka anda memiliki tanggung jawab luar biasa besar. Saya ingin menantang anda untuk bersuara, give your voice of reason. Tidak ada yang saya takuti, yang saya takuti adalah cara berpikir terutama generasi muda yang tidak mampu berpikir terbuka," ujar Sri di hadapan anak-anak itu dengan gagahnya.

Apa yang dilakukan Sri Mulyani saat itu bisa dibaca sebagai  jurus ngeles alias berkelit yang ampuh dan dahsyat. Dalam hal merangkai kata-kata, perempuan yang namanya disebut-sebut dalam persidangan skandal Bank Century ini memang dikenal jagoan.

Pada konteks ini, ngelesnya tadi bahkan membuahkan dua hasil sekaligus. Pertama, dia merasa bisa lolos dan tidak perlu berdebat secara terbuka soal utang luar negeri yang dia buat. Kedua, dia bisa membius dan memerintahkan anak-anak baru lulus tadi menjadi juru bicara sekaligus pembelanya menghadapi pihak-pihak yang mempersoalkan utang Indonesia.

Singkat kata, pada perkara debat utang, Sri Mulyani saat itu sepertinya sadar betul bahwa dia mengalami apa yang disebut maju kena mundur kena. Nekat maju, dia bakal ketahuan rajin menimbun utang dalam jumlah amat mengerikan.

Dia juga bakal ketahuan kalau utang-utang yang dicetaknya berbunga supermahal sehingga amat membebani APBN, membebani negara dan rakyat Indonesia. Kalau nekat berdebat, dia juga akan ketahuan selama ini meninabobokan publik dengan data yang tidak lengkap dan bermacam dalih, bahwa utang Indonesia masih tetap aman. Jadi, mari terus berutang!

Di sisi lain, kalau dia mundur atau menolak, sama saja artinya melawan perintah bosnya, Presiden Jokowi. Pasalnya, Jokowi dengan pede sudah pernah melayangkan tantangan terbuka kepada siapa saja untuk adu argumen dan adu data dengan Menkeunya. Tantangan itu sekaligus menunjukkan posisi Presiden, bahwa dia sangat bangga punya Menkeu “terbaik di dunia”.

Sebagaimana pernah diberitakan, Presiden Joko Widodo dalam wawancara bersama Najwa Shihab, mempersilakan siapa saja untuk beradu argumen dengan Menteri Keuangan, asal pakai data yang valid termasuk soal utang Indonesia. 

Namun seperti kita ketahui bersama, debat antara Rizal Ramli dan Sri Mulyani sampai kini tidak pernah ada realisasinya sehingga membuat publik kecewa.Oleh karena itu kalau belakangan ini muncul lagi tantangan debat dari Luhut Panjaitan yang kemudian diladeni oleh Rizal Ramli merupakan angin segar bagi mereka yang dulu menginginkan adanya debat tim pemerintah dengan pengamat ekonomi seperti Rizal Ramli. Tapi kapankah debat ini bakal terealisasi  ?

Kesepakatan Tempat dan Waktu

Ekonom senior DR Rizal Ramli telah resmi menerima tantangan dari Menteri Kooordinator Maritim dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan untuk berdebat dengannya mengenai kebijakan utang pemerintah. 

Jurubicara Rizal Ramli untuk debat, Adhie Massardi mengatakan bahwa debat yang dirancang Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) dan dipromotori aktivis ProDEM Adamsyah Wahab adalah bagian dari pematangan demokrasi, bukan cari sensasi. “Bang Rizal Ramli sepakat sebelum debat digelar hak untuk bicara, diskusi dan lain lain diatur promotor demi suksesnya acara debat spektakuler itu,” tegasnya dalam akun Twitter pribadi, Kamis (11/6). 

Melalui jumpa pers yang digelar antara ProDEM sebagai promotor dan kubu Rizal Ramli yang diwakili Adhie Massardi sebagai penerima tantangan, Rabu (10/6), maka urusan selanjutnya perihal debat akan diatur ProDEM. Jika kemudian pihak Luhut Pandjaitan mengajak untuk berdiskusi dan meminta masukan, maka dengan tegas Adhie Massardi menolak ajakan tersebut.

Sebab, sambungnya, jika sekadar ingin tahu gagasan Rizal Ramli, maka Luhut Pandjaitan bisa berselanjar di internet untuk mengetahuinya. “Kalau Menko Marves ngajak Bang RR diskusi minta masukan, nggak usah ngundang, better searching google, banyak gagasan RR yang oke dan orisinal, tinggal comot,” tegasnya. 

Debat sendiri sudah disepakati kubu RR untuk digelar pada 24 Juni atau dua pekan usai jumpa pers digelar. Sementara untuk urusan di luar itu, maka dipastikan RR tidak akan datang. Termasuk untuk diskusi. “Kalau untuk diskusi tidak bisa hadir. Jika urusan debat (dengan tim ekonomi pemerintahan Joko Widodo) sudah diatur jadwalnya oleh promotor ProDEM,” tutupnya.

Sementara itu  Adhie Massardi mengatakan bahwa Rizal Ramli telah mendapatkan undangan dari Luhut Pandjaitan untuk hadir ke Kantor Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi pada Kamis, 11 Juni 2020 kemaren. Namun Rizal Ramli memutuskan tidak menghadiri undangan tersebut.Alasannya, kata Adhie, sekarang bukan lagi saatnya untuk berdiskusi mengingat sudah banyak menyampaikan saran dan solusi ekonomi untuk pemerintah.

Ketidakhadiran Rizal Ramli memenuhi undangan Luhut Panjaitan itu telah digoreng oleh cebong cebong pendukung pemerintah diantara Denny Siregar.Atas batalnya debat tersebut, Denny pun angkat bicara melalui Twitter, "Khas @RamliRizal. Dia yang nantang, dia yang koar2, pas dijabanin beneran, dia pulak yang batalkan. Niatnya emang cuman supaya diliput media aja. Post power Syndrome,"cuit Denny melalui Twitter @DennySiregar7 dilansir dari Media Indonesia.com, 11/6/2020)

Sesungguhnya wajar wajar saja kalau Rizal Ramli tidak perlu menghadiri “debat” versi Luhut Panjaitan tersebut karena selain tempatnya tidak netral juga terkesan bahwa Rizal Ramli di undang untuk konsultasi memberikan masukan atas kebijakan pemerintah terkait utang. Ini namanya bukan debat seperti yang dibayangkan banyak orang harus dilakukan secara terbuka serta memakai ketentuan debat pada umumnya.

Yang namanya debat maka seperti dinyatakan oleh  Bendahara Umum ProDem Adam Wahab, debat itu harus ada jurinya yang menentukan siapa pemenang debat tersebut.”Setiap debat ada juri karena akan ditentukan debat itu siapa yang unggul. Jadi juri itu nanti saya minta dari kedua belah pihak. Kalau dari Pak Luhut Binsar Panjaitan setuju, saya minta tim dari dia dan tim dari Bang Rizal bertemu dengan saya dan tim saya untuk memformulasikan format. Tapi biar fair saya minta nama-nama juri dari mereka (pemerintah) dan nama-nama juri dari pihak Bang Rizal. Dan nanti akan ada juga juri dari saya," jelasnya.

Selain itu perlu kesepakatan mengenai hukuman bagi yang kalah debat seperti apa misalnya seperti yang dikatakan oleh Rizal Ramli bahwa kalau ia kalah debat maka tidak akan mengkritik pemerintah lagi. Sebaliknya kalau pihak Luhut cs yang kalah harus berani undur diri. 

Jadi saat ini selaku promotor debat yaitu  ProDEM, telah menyepakati bahwa  debat terbuka akan  digelar pada 24 Juni mendatang.Ketua Prodem Iwan Sumule mengaku telah menyusun bagaiman tekhnis debat nantinya  “Debat ini harus dimanfaatkan Luhut untuk menjelaskan pada publik program dan strategi ekonomi pemerintahan Jokowi,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (11/6). Menurut dia, Luhut akan rugi jika menolak kesanggupan Rizal Ramli untuk berdebat. “Kalau Luhut batalkan tantangan, tentu akan dianggap "tong kosong”,” tutupnya.

Kini publik menunggu kesanggupan Luhut cs untuk berdebat dengan Rizal Ramli dalam debat terbuka yang akan disaksikan oleh seluruh rakyat Indonesia terkait dengan utang negara. Kira kira beranikah Luhut menghadapinya ?. Atau ia akan ngeles karena kesibukannya  mengurus negara sehingga tidak bisa menghadiri acaranya?.

Mungkinkah  Luhut akan ngacir seperti halnya Sri Mulyani yang tidak berani menghadapi Rizal Ramli dalam debat terbuka ? Agar tidak dianggap tong kosong nyaring bunyinya, saatnya Luhut berani hadapi debat terbuka ini. Jangan hanya berani mengadukan Said Didu saja ke polisi hanya karena tidak bisa menerima kritik dan berbeda pendapat..Kasian deh...

(Ali Mustofa\Warta Wartawati)

Share:




Berita Terkait

Komentar