Mahathir Mohamad ke Negara yang Utang ke China: Itu Jebakan!
Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad (Business Line)
Jakarta, law-justice.co - Mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia, Mahathir bin Mohamad menyebut utang dari Negara China adalah sebuah jebakan.
Hal itu dia sampaikan sebagai peringatan keras bagi negara manapun yang memiliki utang kepada negeri tirai bambu tersebut.
Saat masih menjadi Perdana Menteri (PM) Malaysia, dia menyebut negara yang tidak bisa melunasi utang kepada China maka bersiap akan berada dibawah kontrolnya.
Kata dia saat itu juga, Malaysia di bawah kontrol China karena pemerintahan Najib Razak mengambil pinjaman ke Negeri Tirai Bambu namun tak bisa dilunasi malah dikorupsi.
Akibatnya dia mengambil keputusan untuk pergi jauh-jauh ke Jepang untuk berutang.
Seperti melansir wartakota.tribunnews.com, Mahathir melontarkan peringatan ini lantaran Filipina ia sebut sedang mendapat gelontoran dana dari Investor asal China pada Selasa (19/3/2019) lalu.
Dia mengingatkan agar Filipina berhati-hati mengenai potensi jebakan yang bisa menimpa mereka jika tak bisa melunasi pinjaman layaknya Malaysia.
China disebut sedang menjajah negara-negara kecil dengan memberikan pinjaman besar yang kemudian tidak akan sanggup dibayar.
Bahkan pada tahun 2018, China sudah dituduh memanfaatkan pinjaman besar-besaran agar dapat merebut aset dan membangun pangkalan militer di negara-negara kecil dunia ketiga.
Negara-negara berkembang semisal Pakistan hingga Djibouti, dari Maladewa hingga Fiji, semua berutang besar ke Cina.
Akhirnya, karena tak sanggup membayar, negara ini dipaksa menyerahkan kendali aset negaranya atau harus mengizinkan China untuk mempunyai pangkalan militer di negara tersebut.
Pada tahun 2017 Sri Lanka akhirnya menyerahkan pelabuhan ke perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah China dengan sewa 99 tahun.
Disisi lain, tempat markas utama militer AS di Afrika di Djibouti juga tampaknya akan menyerahkan kendali atas pelabuhan ke perusahaan Beijing.
Mantan Menteri Luar Negeri AS, Rex Tillerson pada Maret 2018 lalu mengatakan bahwa Beijing melakukan praktik peminjaman predator, dan transaksi korup untuk menjadikan negara-negara kecil terbelit utang untuk kemudian melemahkan kedaulatan mereka.
Diplomasi jebakan utang ini bahkan disebut telah meluas hingga ke Pasifik.
Pemerintah China dikabarkan membuat pulau-pulau buatan manusia di Laut Cina Selatan dan hal itu dikhawatirkan akan digunakan sebagai pangkalan militer.
Pada April 2018 lalu China mendekati Vanuatu, negara kepulauan di Samudra Pasifik selatan untuk mendirikan pangkalan militer dan bahkan secara efektif China akan meningkatkan kehadiran militernya di pintu gerbang utama ke pantai timur Australia.
Di antara proyek-proyek yang didanai uang ini adalah dermaga terbesar di Pasifik Selatan yang dianggap mampu mengakomodasi kapal induk.
Lembaga think tank Lowy Institute Sydney, yang telah memantau secara dekat kegiatan-kegiatan China di Pasifik, memperkirakan Beijing telah menggelontorkan hampir 1,4 miliar poundsterling atau setara dengan Rp 27 Triliun ke negara-negara Pasifik sejak 2006.
Komentar